news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Kepala BPJN XII PUPR Diduga Terima Suap Rp 2,1 Miliar

16 Oktober 2019 23:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) XII, Refly Ruddy Tangkere (tengah) memakai rompi oranye usai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (16/10). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) XII, Refly Ruddy Tangkere (tengah) memakai rompi oranye usai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (16/10). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) XII Balikpapan, Ditjen Bina Marga, Kementerian PUPR, Refly Ruddy Tangkere, telah ditetapkan KPK sebagai tersangka.
ADVERTISEMENT
Ia menjadi tersangka bersama Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional XII Balikpapan, Andi Tejo Sukmono dan Direktur PT Harlis Tata Tahta, Hartoyo.
Ketiganya diduga terlibat dalam kasus suap proyek jalan di Kalimantan Timur senilai Rp 155,5 miliar. Proyek jalan yang dimaksud yakni pekerjaan preservasi, rekonstruksi Sp.3 Lempake-Sp.3 Sambera-Santan-Bontang-Dalam Kota Bontang-Sangatta dengan anggaran tahun jamak 2018-2019.
"KPK sangat menyesalkan terus terjadinya korupsi di sektor infrastruktur yang seharusnya dinikmati sepenuhnya oleh rakyat. Dengan adanya praktik permufakatan jahat untuk proyek pembangunan jalan seperti ini, artinya hak rakyat dirampas oleh para pelaku," ujar Ketua KPK, Agus Rahardjo, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (16/10).
ADVERTISEMENT
Refly diduga telah menerima suap dari Hartoyo senilai Rp 2,1 miliar secara tunai.
"Diduga menerima uang tunai dari Hartoyo sebanyak 8 kali dengan besaran masing- masing pemberian uang sekitar Rp 200-300 juta dengan jumlah total sekitar Rp 2,1 miliar," ucap Agus.
Penyidik KPK menunjukkan barang bukti dalam operasi tangkap tangan (OTT) Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) XII di Gedung KPK, Jakarta. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Sementara itu Andi diduga telah menerima suap dari Hartoyo senilai Rp 4,84 miliar. Uang itu terdiri dari pemberian secara transfer Rp 1,59 miliar dan tunai Rp 3,25 miliar.
Untuk suap secara transfer, diduga Andi menerima setiap bulan melalui rekening atas nama seseorang yang berinisial BSA.
"Rekening tersebut diduga sengaja dibuat untuk digunakan ATS (Andi) menerima setoran uang dari HTY (Hartoyo)," kata Agus.
Agus menambahkan, meski rekening itu bukan atas nama Andi, namun ia menguasai buku tabungan dan kartu ATM rekening tersebut, serta mendaftarkan nomor teleponnya sebagai akun SMS banking.
ADVERTISEMENT
"Rekening tersebut menerima transfer uang dari HTY (Hartoyo) dengan nilai total Rp 1,59 miliar dan telah digunakan untuk kepentingan pribadinya sebesar Rp 630 juta. Selain itu, ATS (Andi) juga beberapa kali menerima pemberian uang tunai dari HTY sebesar total Rp 3,25 miliar," jelas Agus.
Agus menjelaskan, kasus ini terjadi ketika proyek jalan itu dimenangkan Hartoyo. Diduga dalam proses pengadaan proyek tersebut, kata Agus, Hartoyo memiliki kesepakatan untuk memberikan commitment fee kepada Refly dan Andi.
"Adapun commitment fee yang diduga disepakati adalah sebesar total 6,5 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi pajak," ucap Agus.
Penyidik KPK menunjukkan barang bukti dalam operasi tangkap tangan (OTT) Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) XII di Gedung KPK, Jakarta. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Realisasi fee tersebut pertama kali diberikan Hartoyo kepada Andi pada 28 Agustus 2019 melalui transfer ke rekening BSA. Agus menyebut transfer itu dilakukan sebelum PT HTT diumumkan sebagai pemenang lelang pekerjaan pada tanggal 14 September 2019 dan menandatangani kontrak pada 26 September 2019.
ADVERTISEMENT
Atas perbuatannya,Refly dan Andi disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara selaku pemberi suap Hartoyo dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.