Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Ketika Sapi dan Endapan Karet Celakakan Lion Air
2 November 2018 11:53 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
ADVERTISEMENT
Cuaca di Bandar Udara Djalaludin, Gorontalo dilaporkan cerah, 6 Agustus 2013 lalu. Saat itu, Lion Air bernomor penerbangan JT-892 dari Makassar akan segera mendarat.
ADVERTISEMENT
Namun, masalah muncul beberapa saat sebelum pendaratan. Dari ketinggian 550 meter di atas permukaan laut, kru melihat beberapa sapi di landasan pacu.
Melihat kemungkinan akan terjadinya tabrakan, pilot pun menginjak rem setelah pesawat menyentuh landasan. Lalu membelokkan pesawat ke kiri hingga terpental 2.100 meter dari landasan. Dua ekor sapi menjadi korban dalam tabrakan tersebut.
Tidak ada korban jiwa dari sisi penumpang yang berjumlah 110 orang itu. Namun, 2 penumpang mengalami cedera di bagian kaki. Sementara 7 kru pesawat dilaporkan selamat.
Pesawat mengalami kerusakan di bagian garis hidrolik. Selain itu, sistem rem dan sensor roda juga rusak.
Kecelakaan itu, jelas tidak diakibatkan adanya gangguan pada mesin pesawat. Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dalam laporan investigasinya menyebut, mesin pesawat tipe Boeing 737-800 itu dalam kondisi normal, tanpa ada kerusakan sebelum tabrakan terjadi.
ADVERTISEMENT
KNKT melaporkan, adanya kerusakan di salah satu sisi pagar bandara, diduga kuat menjadi pemicu. Kerusakan pagar itu menyebabkan hewan ternak yang berkeliaran di luar bandara bisa masuk ke landasan pacu.
"Ya sapi bukan manusia. Jadi harus cari langkah-angkah apa yang bisa diambil," kata Konsultan Penerbangan Gerry Soejatman pada kumparan, Kamis (1/11).
Dia menyebut, otoritas bandara atau pemerintah perlu mengedukasi warga akan pentingnya bandara. Dengan begitu, masalah seperti masuknya hewan ternak atau bahkan penduduk ke area landasan pacu bisa dihindari.
Tentunya, masyarakat juga harus diyakinkan akan nilai penting keberadaan bandara buat mereka. Sebut saja, hadirnya bandara bisa membuka lapangan kerja baru bagi warga.
"Jadi itu terjadi karena adanya kesenjangan komunikasi," sebutnya.
ADVERTISEMENT
Selain kejadian di Gorontalo, insiden yang diakibatkan faktor bandara menimpa 2 penerbangan Lion Air lain. Tepatnya, pada penerbangan JT-598 rute Jakarta-Pekanbaru, 14 Februari 2011.
Kejadiannya bermula ketika pilot menerima informasi bahwa cuaca dalam keadaan buruk. Hujan deras disertai jarak pandang yang hanya 1 km. Pilot pun memutuskan menunda pendaratan dan menunggu di ketinggian 5.000 kaki.
Setelah jarak pandang membaik menjadi 3 km, pilot memutuskan untuk mendarat. Namun, saat roda pesawat menyentuh landasan, pilot menyadari bahwa pesawat tidak mengalami pengurang kecepatan.
Waktu itu, pilot memutuskan menarik tuas rem secara maksimal sehingga pesawat perlahan berhenti. Namun,baru benar-benar berhenti di luar landasan yang semestinya.
Dalam investigasinya, KNKT menemukan, adanya endapan karet di landasan Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru. Selain itu, ada pula genangan air setinggi 3 cm. Padahal, otoritas bandara sudah memriksa landasan 45 hari sebelum kejadian dan menyatakan landasan dalam keadaan baik.
Terkait dengan pesawat yang diterbangkan, KNKT mencatat, pesawat dalam keadaan baik. Adanya sejumlah faktor eksternal mengakibatkan efektifitas rem pesawat tidak maksimal.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, KNKT menunjuk pihak bandara sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam insiden tersebut.
Sehari setelahnya yakni 15 Februari 2011, insiden pesawat tergelincir kembali menimpa Lion Air di bandara yang sama. Yakni Lion Air JT-295 rute Medan-Pekanbaru.
Saat itu, cuaca di bandara memang hujan gerimis. Namun kondisi itu juga kecepatan angin masih cukup kondusif untuk melakukan pendaratan.
Pendaratan pun tetap dilakukan dan pilot merasa semua proses berjalan normal. Namun, pesawat ternyata tergelincir dan berhenti 12 meter di ujung landasan.
Seperti kejadian sehari sebelumnya, kondisi landasan ditengarai menjadi salah satu penyebab. KNKT mencatat, permasalahannya terletak pada deselerasi (daya pengurangan kecepatan) roda pesawat saat bersentuhan dengan landasan. Landasan dinilai tak mampu menghentikan tubuh pesawat sehingga akhirnya tergelincir.
ADVERTISEMENT
"Itu dua hari sekaligus loh. Waktu itu kondisinya memang hujan dan ada genangan. Tapi sekarang, pesawat tergelincir karena hujan sudah berkurang," kata Gerry.
Terkait adanya endapan karet di landasan, menurut Gerry, juga sudah lebih diantisipasi pihak bandara. Biasanya, pengikisan endapan karet ini dilakukan ketika lalu-lintas penerbangan sudah sepi.
Dari keseluruhan laporan investigasi KNKT terkait Lion Air, faktor bandara yang bermasalah memang menjadi penyebab tertinggi. Totalnya mencapai 30 persen dari 10 laporan.
"Untuk hal ini korbannya Lion Air , bukan Lion Air yang jadi pelakunya," kata Gerry.