Kisah Parmi 25 Tahun Berjualan Jamu Gendong demi Hidupi Keluarga

11 Juni 2018 13:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Parmi pedagang jamu gendong (Foto: Seno/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Parmi pedagang jamu gendong (Foto: Seno/kumparan)
ADVERTISEMENT
Langkah kakinya terasa kuat ketika harus berjalan menawarkan barang dagangannya. Dengan bakul berbalut selendang lurik, perempuan paruh baya itu menggendong beberapa macam minuman tradisional yang menyehatkan. Dia adalah Parmi, penjual jamu gendong yang masih setia berjualan di tengah maraknya minuman modern di Ibu Kota.
ADVERTISEMENT
Bermula dari ajakan kakak sepupunya yang sukses menjual jamu di Jakarta, Parmi tertarik mengikuti jejaknya. Sekitar tahun 1990-an, ia merantau dari Sukoharjo, Jawa Tengah ke Cipete, Jakarta Selatan dan belajar membuat jamu dari saudaranya.
Setelah lihai membuat racikan jamu, Perempuan kelahiran Kabupaten Sukoharjo, Solo, Jawa Tengah, itu mulai menekuni usaha berjualan jamu gendong.
"Saya ingin ke Jakarta karena memang yang pertama kebutuhan ekonomi, saya enggak bisa meminta orang tua apa yang ingin saya beli, jadi saya harus usaha sendiri," ujar Parmi, saat ditemui kumparan di rumahnya, Kamis (7/6).
Parmi sempat tidak diberi izin oleh suami dan kakaknya karena usianya yang saat itu baru menginjak 20 tahun. Terlebih lagi suaminya tidak ingin mencari peruntungan di Jakarta, dan lebih memilih tetap bertani di Solo.
ADVERTISEMENT
"Saya kasih pengertian pelan-pelan, mereka pun mengerti. Karena memang faktor ekonomi juga saya harus ke Jakarta. Akhirnya diizinin sama suami saya, yang penting di Jakarta bisa jaga diri dan ingat sama keluarga," ucap Parmi.
Di kontrakannya yang seluas 2x3 meter, Parmi mengaku ketertarikannya berjualan jamu juga karena tidak memerlukan modal yang besar. Dengan uang Rp 50.000 Parmi sudah dapat membuat berbagai macam jamu, seperti beras kencur, kunyit asam, wedang jahe, hingga pahitan.
Ia juga menjual berbagai kemasan jamu Sido Muncul, seperti galian singset, sehat wanita, sehat pria, galian parem, dan sebagainya.
Semula Parmi hanya berjualan di pagi hari dan hanya berjualan di sekitar tempat tinggalnya. Namun lambat laun, mengingat meningkatnya kebutuhan keluarga, ditambah pula mempunyai anak, maka Parmi mengubah waktu berjualan menjadi dua kali dalam sehari.
Rempah-rempah untuk meracik jamu ala Parmi (Foto: Seno/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rempah-rempah untuk meracik jamu ala Parmi (Foto: Seno/kumparan)
Pagi hari ia berjualan pukul 07.30 hingga 10.00 WIB dengan sasaran warga Cipete, Cilandak, dan di kawasan parlemen DPR-MPR. Sedangkan sore hari, Parmi mulai pukul 16.00 sampai 18.00 WIB. Dengan memikul bakul, Parmi menelusuri kampung ke kampung menjajakan jamunya.
ADVERTISEMENT
“Awalnya saya hanya berjualan di daerah dekat rumah saya saja, makin lama saya nambah jarak untuk berjualan, teriak dari rumah ke rumah 'jamu jamu..'," tambahnya.
Parmi pedagang jamu gendong (Foto: Seno/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Parmi pedagang jamu gendong (Foto: Seno/kumparan)
Tidak tanggung-tanggung, berbagai profesi pelanggannya mulai dari pejabat pemerintahan hingga dokter gemar mengonsumsi jamu buatannya. Akan tetapi ia pasti akan menanyakan keluhan yang dialami oleh para pembeli, hal tersebut akan disesuaikan dengan jamu yang akan disajikannya.
Niat mendapat peruntungan di Jakarta pun membuahkan hasil. Dalam sehari Parmi mampu memperoleh keuntungan bersih Rp150.000. Tetapi bila tanggal tua, ia memperoleh Rp 90.000.
Ibu satu anak ini tidak lupa untuk menabung dari hasilnya berjualan jamu. Sebulan sekali ia selalu menyempatkan diri pulang ke kampung halamannya untuk bertemu keluarganya.
ADVERTISEMENT
Namun kini di usianya yang sudah menginjak kepala lima, Parmi mengaku sudah tidak kuat menggendong bakul jamu dengan waktu yang lama dan jarak yang terlalu jauh.
"Biasanya dulu itu digendong pagi sore, sekitar selama 8 tahun itu selalu gendong, terus naik sepeda kurang lebih sekitar 7 tahun tetap diselingi dengan gendong jamu terkadang, terus naik motor itu sekitar baru 5 tahun. Sekarang gendong juga iya, kadang numpak motor," pungkasnya.
Parmi pedagang jamu gendong (Foto: Seno/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Parmi pedagang jamu gendong (Foto: Seno/kumparan)
Jauh dari keluarga membuat Parmi tidak bisa bertemu dengan anak semata wayangnya setiap hari. Anak tunggal Parmi, Aldo, tinggal di Sukoharjo.
Momen lebaran tentu salah satu momen yang ditunggu Parmi. Mudik ke kampung halaman di Sukoharjo dan berlebaran bersama anak dan keluarga besarnya selalu dinanti Parmi.
ADVERTISEMENT
Beruntung, sejak awal menjadi penjual jamu di Jakarta, Parmi tidak pernah mengeluarkan biaya untuk mudik ketika lebaran. Dia selalu ikut di program mudik gratis yang diadakan Sido Muncul. Dia selalu pulang bersama ribuan penjual jamu yang lain, teman senasib dan seprofesi Parmi.