Kisruh Aturan Rujuk Per 3 Bulan BPJS Kesehatan dan Pasien Cuci Darah

22 Juli 2018 16:04 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tony Samosir terkejut ketika hendak menjalani cuci darah dengan fasilitas BPJS di RSCM, Jakarta Pusat sekitar Juni 2018 lalu. Saat itu ia diminta untuk memperbarui surat rujukan dari fasilitas kesehatan (faskes) tingkat pertama.
ADVERTISEMENT
“Baru-baru ini diberlakukan oleh BPJS Kesehatan, rujukan harus diperbarui setiap tiga bulan sekali, nah ternyata memiliki dampak negatif pada pasien,” ucap Tony yang juga ketua dari Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPDCI) saat berbincang dengan kumparan, Senin (17/7).
Tony merasa, pihak BPJS kesehatan tidak informatif dalam mensosialisaikan kebijakan barunya tersebut. Apalagi ia merasa, kebijakan yang baru diberlakukan awal tahun 2018 ini tidak bijak dalam penerapannya.
“Cuci darah ini kan lifetime ya, dilakukan terus menerus, jadi untuk apa perlu diberlakukan rujukan kembali,” tambah Tony.
Tony Samosir, Ketua KPCDI. (Foto: kumparan)
Berdasarkan temuannya, sejumlah pasien bahkan terpaksa menunda cuci darah karena tidak memperbarui surat rujukannya dan dikenakan sejumlah biaya sekitar satu juta rupiah. Padahal, menurut Tony, penundaan cuci darah bagi pasien gagal ginjal sangat berisiko.
ADVERTISEMENT
“Karena disuruh bayar tadi enggak punya duit akhirnya menunda cuci darahnya. (Dampaknya) ke tubuh akan overload, mereka akan sesak nafas, bahkan bisa mengancam keselamatan, misalnya serangan jantung, henti jantung. Cuci darah tidak bisa ditunda,” tutur laki-laki berusia 35 tahun ini.
Tony menilai, kebijakan BPJS Kesehatan yang mewajibkan tiap penggunanya memperbarui surat rujukan tiap tiga bulan sekali tidak substantif. Hal itu lantaran, pada faskes tingkat satu pelayanan dan fasilitasnya belum semua memadai.
“Saya setuju tentang rujuk balik, tetapi lihat penyakit-penyakit tertentu. Jangan semua penyakit yang tidak bisa jalan pun harus dirujuk padahal faskesnya tidak memiliki kompetensi tidak memadai. Ini kan buat apa dirujuk lagi, apalagi penyakit kronis, yang hidup matinya untuk cuci darah,” tegas Tony.
ADVERTISEMENT
Bertujuan memantau
Menanggapi keluhan dari KPCDI, BPJS kesehatan akhirnya angkat bicara. Ditemui kumparan di kantornya, Selasa (18/7), Kepala Biro Humas BPJS Kesehatan, Nopi Hidayat mengapresiasi kritikan yang ditujukan ke BPJS. Ia juga menjelaskan bahwa kebijakan memperbarui rujukan setiap tiga bulan bertujuan untuk lebih memantau kondisi pasien dengan konsep family doctor atau dokter keluarga.
“Dari sisi pemberlakuan, dari rujukan tiga bulan itu merupakan bagian dari mengembalikan peran dokter faskes tingkat pertama menjadi dokter keluarga yang memonitoring dan memantau peserta yang terdaftar di faskes tingkat pertama,” ujar Nopi.
Gedung BPJS Kesehatan (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Nopi menambahkan, untuk penyakit-penyakit jangka panjang seperti gagal ginjal, pemberlakuan sistem ini justru membuat kondisi pasien lebih terpantau karena secara rutin dilaporkan ke faskes tingkat pertama dalam hal ini puskesmas.
ADVERTISEMENT
“Jadi bagaimana dokter di faskes tingkat pertama dapat ikut terlibat dalam melakukan peningkatan kualitas hidup ataupun bagaimana pemantauan monitoring dari perilaku maupun gaya hidup yang baik dari peserta penderita cuci darah,” terang Nopi.
Lebih lanjut Nopi menjelaskan, salah satu manfaat dari pemberlakuan kebijakan ini sebagai tindakan preventif terutama untuk penderita gagal ginjal.
BPJS Kesehatan (Foto: ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)
“Sebenarnya ini bukan kebijakan yang semerta-merta, karena ini harus dilakukan fase sosialisasi. Termasuk dengan cara ini untuk memastikan peran dari dokter dari faskes tingkat pertama melakukan fungsi-fungsi pemantauan dari promotif preventif pada pasien hemodialisa,” jelas Nopi.
Terkait keluhan dari pasien tentang adanya biaya yang diperlukan bila tidak atau telat memperpanjang surat rujukan, Nopi memastikan bahwa pada pasien hemodialisa tidak dikenakan iur biaya selama sesuai prosedur.
ADVERTISEMENT
“Pada kondisi pasien hemodialisa itu tidak ada iur biaya selama sesuai prosedur dan ketentuan ya. Dan apabila ada kondisi tertentu peserta merasa dirugikan bisa menyampaikan permintaan informasi atau pengaduan kepada BPJS kesehatan melalui kanal-kanalnya maupun call center BPJS kesehatan,” pungkas Nopi.