LIPSUS, Pemindahan Ibu Kota, Rapat Terbatas Pemindahan Ibu Kota

Koalisi Jokowi Membidik Deret Kursi Menteri

1 Juli 2019 10:28 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rapat kabinet di Kantor Presiden, Jakarta. Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
zoom-in-whitePerbesar
Rapat kabinet di Kantor Presiden, Jakarta. Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Lima kursi menteri. Itulah target Golkar dan PKB di pemerintahan periode kedua Jokowi. Sementara PDIP membidik lebih dari lima kursi menteri, NasDem mengincar lebih dari tiga kursi di kabinet, PPP berharap dua setengah kursi menteri, dan Nahdlatul Ulama—ormas Islam besar pendukung Jokowi-Ma’ruf Amin—menyodorkan setidaknya lima nama untuk masuk kabinet.
Dengan angka-angka itu, bagi-bagi posisi kunci di antara partai koalisi pemenang Pemilu 2019 bisa berlangsung cukup sengit. Bila Jokowi mengabulkan semua kemauan pendukungnya tersebut, itu saja sudah menyita 20 lebih kursi menteri. Padahal, jumlah pos menteri di kabinet saat ini hanya 34 kursi, meski amat mungkin bertambah seperti sempat diisyaratkan Jokowi untuk “mengakomodasi tantangan baru negara besar”.
Tak heran Jokowi menyelipkan pertemuan rahasia berkala. Sejak pertengahan Juni, Jokowi memanggil satu per satu pemimpin partai koalisi ke Istana Merdeka atau Istana Bogor. Mereka menggelar pertemuan tertutup di sela padatnya agenda kenegaraan di Istana.
Hal itu berbeda dengan kebiasaan Jokowi di masa kampanye ketika ia mengumpulkan para petinggi parpol Koalisi Indonesia Kerja secara berbarengan, dengan pertemuan berlangsung cukup terbuka dalam sorotan media.
Jokowi dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Foto: ANTARA/Puspa Perwitasari
Sepanjang pekan terakhir Juni itu, pada setiap pertemuan tertutup yang terpisah antara satu ketua partai dengan lainnya, Jokowi meminta masukan terkait beberapa hal, antara lain rekonsiliasi dengan kubu Prabowo, stabilitas politik yang sempat memanas usai penetapan rekapitulasi suara pemilu oleh KPU pada 20 Juni, arah koalisi pasca-Pilpres, dan tentu saja penggodokan kabinet 2019-2024.
“Ada yang minta menterinya terlalu banyak. Ada yang tidak setuju kita gandeng sebelah (kubu Prabowo). Jadi pertemuan-pertemuan itu untuk bahas (soal-soal) itu,” ujar sumber kumparan di lingkaran Istana, Minggu (30/6).
Peluang bergabungnya Demokrat, PAN, dan Gerindra ke gerbong pemerintah Jokowi menjadi salah satu topik pembahasan. Ketiga partai itu merupakan pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Pemilihan Presiden 2019.
“Saya selalu terbuka bagi siapa pun, tanpa kecuali, untuk bersama-sama membangun negara, dengan catatan punya visi yang sama,” ujar Jokowi beberapa waktu lalu.
Meski demikian, barisan partai pendukung pemerintah seperti PDIP, Golkar, PKB, NasDem, dan PPP, menganggap koalisi Jokowi tak perlu ditambah anggota baru. Toh, Koalisi Indonesia Kerja (KIK) sudah gemuk dan bakal menguasai sekitar 60 persen kursi di parlemen
Terlebih, anggota baru di koalisi bisa mengancam jatah kursi menteri untuk partai-partai yang sejak awal bersetia mendukung Jokowi-Ma’ruf. Untuk itu, Muhaimin Iskandar—Ketua Umum PKB yang bolak-balik menghadap Jokowi—lebih sepakat partai eks pendukung Prabowo bergabung di koalisi Jokowi tanpa merombak rancangan komposisi menteri.
"Syaratnya, rekonsiliasi masuk, jatah (menteri untuk KIK) tetap. Kami sangat mendukung rekonsiliasi dengan penggabungan (ke koalisi Jokowi), asal jatah tetap,” ujar Cak Imin, sapaan Muhaimin, di Kantor PBNU, Kramat Raya, Jakarta Pusat, Senin (24/6).
Presiden Jokowi dan Ketua MPR cum Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan di Istana Bogor. Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Jokowi menyadari tak mudah menjembatani kepentingan partai-partai pendukungnya—dan calon pendukungnya—yang beragam. Kemungkinan masuknya Demokrat, PAN, atau Gerindra ke barisan koalisi pemerintah tentu mau-tak mau mengubah konstelasi politik.
“Soal sinyal koalisi baru, ada (partai) yang (memberi lampu) kuning, ada yang ijo, ada juga yang merah. Tugas saya untuk meyakinkan (parpol) bahwa ini baik untuk negara dan rakyat,” kata Jokowi dalam wawancara dengan kumparan.
Di tengah pro-kontra rekonsiliasi dengan kubu Prabowo, nama-nama kandidat menteri mulai ditimbang di internal partai koalisi Jokowi. Ketua DPP PKB Jazilul Fawaid berpendapat, penyusunan kabinet mesti memperhitungkan isu radikalisme agama dan ekonomi global.
PKB sebagai partai nomor empat peraih suara terbanyak di Pemilu Legislatif 2019, memasrahkan jatah kursinya kepada Jokowi selaku presiden yang memegang hak prerogatif soal menteri. Walau begitu, ia berharap mendapat tambahan jatah seiring peningkatan perolehan suaranya di pemilu.
Saat ini di Kabinet Kerja Jokowi-Jusuf Kalla, PKB punya empat kursi menteri, yakni Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri, Menteri Desa dan PDDT Eko Putro Sandjojo, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, dan Menristek Dikti M. Natsir.
Keempat pos yang dipegang menteri asal PKB itu berada di bawah koordinasi Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) yang saat ini dipegang Puan Maharani. Berikutnya di periode kedua Jokowi, PKB berharap mendapat kursi menteri lain di luar garis koordinasi Menko PMK.
“Kan bisa saja dikasih (pos) yang di bawah koordinasi (Menko) Ekonomi, misalnya Kementan. Atau (bisa juga) Menkominfo sehingga sesuai dengan visi PKB (soal menangkal radikalisme). Sebab, penyebaran informasi kan semua (dipantau) lewat sini (Kominfo),” kata Jazilul di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Jumat (28/6).
Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan wapres terpilih Ma'ruf Amin. Foto: Rafyq Panjaitan/kumparan
PKB ingin kembali menduduki kursi Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Total, menurut sumber kumparan, ada lima kursi menteri yang diincar PKB, termasuk Menteri Agama. Namun, kursi Menag kemungkinan akan diisi tokoh NU di luar jajaran pengurus PKB.
Sejumlah nama yang disiapkan PKB untuk mengisi pos menteri antara lain Jazilul Fawaid, Ida Fauziyah, dan Hanif Dhakiri. Ada pula nama Abdul Kadir Karding yang masuk radar melalui jalur Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf. Sementara Cak Imin akan diplot menjadi salah satu pimpinan MPR.
Kali ini, kursi menteri untuk PKB kemungkinan besar akan dibedakan dengan Nahdlatul Ulama. Sumber kumparan menyebut, kandidat menteri dari jalur NU antara lain Yenny Wahid, Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar, Dubes RI untuk Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel, anggota Dewan Pertimbangan Presiden Yahya Cholil Staquf, dan Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas.
Terkait kandidat menteri dari NU itu, Rais Aam PBNU Miftakhul Akhyar telah dimintai Jokowi saran. Namun ia enggan membeberkan nama yang ia bahas bersama Jokowi.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
PDI Perjuangan, partai pemenang pemilu sekaligus pengusung Jokowi, menilai penambahan kursi menteri untuk parpol anggota Koalisi Indonesia Kerja adalah lumrah.
cWajar setelah partai berjuang mendapatkan kekuasaan politik, maka ia menempatkan kader terbaiknya di eksekutif maupun legislatif. Itu bagian dari perjuangan dan demokrasi yang dibangun,” kata Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Saat ini PDIP memiliki lima kursi menteri, yaitu Menko PMK Puan Maharani, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menkumham Yasonna Laoly, Mendagri Tjahjo Kumolo, serta Menteri Koperasi dan UMKM Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga.
Sejumlah sumber di internal PDIP menyebut, Puan Maharani tak akan lagi masuk ke kabinet mendatang, sebab ia diplot menduduki posisi Ketua DPR. Sementara Pramono Anung dan Yasonna Laoly akan tetap berada di kabinet. Ada pula nama lain sebagai kandidat menteri dari PDIP seperti Hasto Kristiyanto, Arief Budimanta, Aria Bima, dan Erico Sotarduga.
PDIP berniat mempertahankan kursi Mendagri, Menkumham, Seskab, serta mengincar tambahan menteri di bidang ekonomi, antara lain Menteri Bappenas dan Kepala Kantor Staf Presiden.
Namun Hasto membantah soal ancang-ancang pos menteri tersebut. “Pintu kami jelas. Kami berdisiplin. Ibu Megawati yang akan membahas bersama Pak Jokowi.”
Soal namanya yang masuk kandidat menteri, Hasto mengatakan sudah merasa terhormat dengan tugasnya di partai selama ini. “Saya selalu terngiang pernyataan Ibu Mega, (bahwa) menjadi menteri itu hanya lima tahun, tapi membangun partai itu bagian dari dedikasi bagi bangsa.”
Sekjen PPP Arsul Sani. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
PPP tak mau ketinggalan menarget tambahan jatah menteri meski belum ada pembicaraan konkret soal kursi kabinet dengan Jokowi. Saat ini di Kabinet Kerja, PPP mendapat jatah 1,5 menteri di Kabinet Kerja.
Dihitung satu setengah karena PPP baru bergabung dengan koalisi setelah Jokowi diputuskan menjadi pemenang Pilpres 2014. Menteri asal PPP itu ialah Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Sementara menteri yang dihitung setengah PPP adalah Menkominfo Rudiantara—tokoh profesional yang didorong PPP masuk kabinet.
Namun sekarang situasinya berbeda, sebab PPP berjuang bersama Jokowi sejak awal Pemilu Presiden 2019. Maka, Sekjen PPP Arsul Sani berharap partainya bisa mendapat 2,5 kursi pada pemerintahan kedua Jokowi. Artinya, dua menteri untuk kader asli PPP dan satu menteri dari kalangan profesional yang direkomendasikan PPP.
PPP juga tak keberatan diberi posisi wakil menteri. Nama-nama yang telah disiapkan partai itu adalah Suharsono Monoarfa, Arsul Sani, Arwani Thomafi, dan Reni Marlinawati. Sementara pos kementerian yang ia incar terkait penguatan ekonomi umat dan lembaga pendidikan—bidang yang dianggap sesuai dengan pengalaman mereka.
“Tapi ini kami kembalikan ke Pak Jokowi. Soal pembagian, kami percaya Pak Jokowi akan adil dan proporsional,” ujar Arsul.
Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, politikus senior Golkar Jusuf Kalla, dan Agus Gumiwang Kartasasmita (di belakang JK). Foto: Kevin Kurnianto/kumparan
Golkar pun berharap mendapat tambahan menteri. Ia, dalam kabinet saat ini, hanya menduduki dua kursi menteri, yakni Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dan Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita.
Golkar cuma dapat dua jatah di periode ini karena bergabung dengan koalisi Jokowi di tengah jalan, setelah pada Pilpres 2014 mendukung Prabowo-Hatta Rajasa. Namun untuk lima tahun ke depan, Golkar membidik tambahan kursi.
Posisi Golkar yang sejak awal Pemilu 2019 mendukung Jokowi, ditambah statusnya sebagai partai peraih suara terbesar ketiga nasional pada pileg, menjadi modal untuk meminta tambahan jabatan.
“Oke banget kalau dari dua kursi ke lima kursi. Tapi kan kita belum tahu apakah Pak Jokowi melihat (partai) yang akan mendapat kursi menteri karena perolehan kursi di DPR atau bagaimana,” tutur Sekjen Golkar Lodewijk Freidrich Paulus.
Partai Beringin berharap dapat mempertahankan kursi Menteri Sosial. Nama Airlangga Hartarto dan Agus Gumiwang Kartasasmita juga masih menjadi kandidat kuat calon menteri dari Golkar.
Seperti Golkar, NasDem yang suaranya meningkat tajam pada Pileg 2019 ini juga membidik tambahan kursi. Saat ini NasDem memiliki tiga kursi menteri, yaitu Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, serta Jaksa Agung M. Prasetyo.
Untuk yang disebut terakhir, sumber-sumber di internal koalisi menyebut sejumlah partai kurang puas dengan kinerja Prasetyo sehingga mengusulkan agar ke depannya posisi Jaksa Agung diduduki oleh jaksa karier.
Jokowi dan para petinggi parpol koalisinya di Rakernas TKN Jokowi-Ma'ruf. Foto: Istimewa
Untuk parpol pendukung Jokowi yang tak lolos ambang parlemen, yakni PSI, Perindo, PKPI, dan PBB, mereka dianggap tak berhak mendapat kursi menteri. Namun, mereka bisa beroleh porsi di luar kabinet, semisal mengisi pos-pos di lembaga bentukan pemerintah.
Seolah tahu diri, PSI dan Perindo tak mengajukan kader sebagai kandidat menteri. “Ketika tak lolos ke Senayan, ya sudah start sekaligus finish dalam konteks keterlibatan di kebijakan. Kalau dukungan (untuk pemerintah Jokowi) ya tetap,” kata Sekjen Perindo Ahmad Rofiq
Tak demikian dengan PBB. Gagal melenggang ke Senayan tak membuat partai itu surut dalam menyodorkan nama sang ketua umum, Yusril Ihza Mahendra, sebagai calon menteri. Meski demikian, Yusril mengatakan belum ada tawaran apa pun dari Jokowi.
Jokowi memimpin rapat kabinet. Foto: ANTARA/Wahyu Putro
Saat ini, Jokowi punya tiga opsi terkait kabinetnya. Pertama, merombak Kabinet Kerja dalam waktu dekat dengan menyisakan sedikit nama lama, sehingga kabinet baru ini tinggal dilantik pada Oktober usai ia diambil sumpah untuk masa jabatan keduanya.
Kedua, seperti lima tahun sebelumnya, Jokowi merampungkan lebih dulu perubahan penyusunan nomenklatur dan penggodokan para kandidat menteri. Barulah menjelang dilantik bulan Oktober, ia mengumumkan nama-nama menteri.
Ketiga, melakukan reshuffle terbatas pada Juli ini, dan mengumumkan kabinet barunya menjelang Oktober.
Sidang Paripurna DPR RI. Foto: Viry Alifiyadi/kumparan
Nama-nama kandidat menteri bukan satu-satunya bahasan koalisi Jokowi. Ada pula kasak-kusuk soal calon pemimpin DPR. Menurut UU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPRD dan DPD (MD3), lima partai teratas pemenang pemilu legislatif berhak memperoleh kursi pimpinan DPR.
Artinya, posisi Ketua DPR otomatis menjadi milik PDIP sebagai pemenang pileg. Dan jabatan itu hampir pasti diisi Puan Maharani yang kini menjadi Menko PMK.
Kursi Wakil Ketua DPR menjadi jatah Gerindra, Golkar, PKB, dan NasDem. Golkar sendiri punya tiga calon untuk menempati posisi itu, yakni Melchias Marcus Mekeng, Kahar Muzakir, dan Nusron Wahid.
Sementara NasDem akan menyorongkan nama Johnny G. Plate, dan PKB menggadang-gadang Jazilul Fawaid. Namun jika Jazilul dipilih Jokowi masuk kabinet, kader PKB lain akan menggantikannya di pimpinan DPR.
Sampai beberapa waktu ke depan, otak-atik kursi kabinet dan pimpinan Dewan ini jelas belum akan berakhir. Apalagi bila partai baru masuk ke barisan koalisi Jokowi.
_________________
Simak selengkapnya Bagi-bagi Kuasa di Akhir Sidang di Liputan Khusus kumparan.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten