Korupsi Massal DPRD Kota Malang

4 September 2018 8:37 WIB
Anggota DPRD Malang Teguh puji wahyono (kanan) (03/09/2018). (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Anggota DPRD Malang Teguh puji wahyono (kanan) (03/09/2018). (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
ADVERTISEMENT
Satu per satu anggota DPRD Kota Malang mengenakan rompi tahanan. Senin (3/9) petang, sebanyak 22 tersangka digiring ke mobil tahanan.
ADVERTISEMENT
Mereka semua menyusul 19 kawannya, sesama anggota DPRD Malang, yang sudah lebih dulu dijebloskan ke rumah tahanan. Total 41 dari 45 anggota DPRD Malang diduga terlibat kasus suap dan gratifikasi massal Anggaran Pendapatan Belanja Daerah-Perubahan (APBD-P) Kota Malang Tahun Anggaran 2015.
Anggota DPRD Malang ditahan KPK, Senin (3/9/2018). (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Anggota DPRD Malang ditahan KPK, Senin (3/9/2018). (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
kumparan menangkap beragam ekspresi para tahanan itu kala digiring. Ketika disapa, beberapa dari mereka (masih bisa) tersenyum, melambaikan tangan, atau sekadar menegur para pewarta tanpa berkomentar terkait statusnya.
Ada pula yang (untungnya) menunduk malu, terdiam, berekspresi datar, hingga menutup wajahnya dengan tangan.
Anggota DPRD Malang Syamsul Fajrih (03/09/2018). (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Anggota DPRD Malang Syamsul Fajrih (03/09/2018). (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
Sementara nasib 4 orang sisanya, masih belum bisa ditentukan. KPK belum memiliki bukti cukup.
"Dari 45 anggota DPRD di sana memang ada empat orang yang belum ditemukan dua alat bukti, pada prinsipnya KPK belum bisa tetapkan sebagai tersangka," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di Gedung KPK, Senin (3/9).
Anggota DPRD Malang Syamsul Fajrih (03/09/2018). (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Anggota DPRD Malang Syamsul Fajrih (03/09/2018). (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
Parlemen Kota Malang terancam lumpuh. Pasalnya, jeratan massal yang disematkan ke gerombolan anggota DPRD itu, tentu berpengaruh terhadap pelaksanaan rapat paripurna hingga pengambilan keputusan.
ADVERTISEMENT
Apalagi, jumlah kuorum (jumlah minimum anggota) dalam sidang, setidaknya harus dihadiri paling sedikit 30 anggota. Pelantikan Wali Kota Malang, Sutiaji, serta pembahasan APBD-Perubahan 2018, sebentar lagi akan digelar.
Anggota DPRD Malang Arif Hermanto (03/09/2018). (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Anggota DPRD Malang Arif Hermanto (03/09/2018). (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
Mengantisipasi hal itu, Kementerian Dalam Negeri lalu berangkat ke Malang untuk melakukan diskresi (keputusan). Keputusan diambil berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan surat yang dilayangkan Pelaksana Tugas (Plt) Kota Malang untuk mencegah kelumpuhan itu terjadi.
"Rencananya, hari ini (kemarin), Senin (3/9), tim Kemendagri akan bertolak ke Malang untuk memberikan arahan agar kegiatan pemerintahan Kota Malang tetap berjalan normal," ujar Mendagri Tjahjo Kumolo.
Anggota Dprd Malang Hadi Susanto (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Anggota Dprd Malang Hadi Susanto (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
"Tim Otda Kemendagri akan ke Malang, atau mengundang Sekda dan Sekwan (Sekretaris Dewan). Saya sudah perintahkan buat payung hukumnya agar pemerintahan tetap berjalan," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Adapun, dugaan korupsi massal ini, merupakan pengembangan perkara dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Agustus 2017 silam. Kala itu, mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Pengawasan Bangunan (PUPPB) Pemerintah Kota Malang, Jarot Edy Sulistyono, diduga menyuap mantan Ketua DPRD Malang, Mochamad Arief Wicaksono, sebesar Rp 700 juta terkait pembahasan APBD-P Malang.
Anggota Dprd Malang Ribut Hariyanto (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Anggota Dprd Malang Ribut Hariyanto (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
Berbekal dari situ, penyidik mengembangkan kasus tersebut. Hasilnya: 41 dari 45 anggota DPRD diduga terlibat suap.
Korupsi massal ini terbilang sangat terstruktur. Dengan melibatkan banyak unsur, Basaria menyebut, tugas di satu fungsi legislatif, atau untuk mengamankan kepentingan eksekutif, justru membuka peluang persekongkolan para pihak yang malah memanfaatkan kepentingan pribadi dan kelompoknya.
Anggota DPRD Malang Diana Yanti (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Anggota DPRD Malang Diana Yanti (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
"Kasus ini menunjukkan bagaimana korupsi dilakukan secara massal melibatkan unsur kepalaa daerah dan jajarannya serta sejumlah anggota DPRD yang seharusnya melakukan fungsi pengawasan, anggaran dan regulasi secara maksimal," papar Basaria.
Anggota DPRD Malang Erni Farida (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Anggota DPRD Malang Erni Farida (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
Sementara 19 dari 41 tersangka yang sudah mendekam di penjara lebih dulu, diduga menerima suap dari wali kota Malang nonaktif, Moch Anton, untuk memuluskan pembahasan APBD-P Kota Malang Tahun Anggaran 2015.
ADVERTISEMENT
Bukan hanya di Malang
Korupsi Massal di Malang memecah rekor sebelumnya yang menjerat 38 anggota DPRD Sumatera Utara. Keterlibatannya kurang lebih sama: melibatkan banyak unsur hingga kepala daerah sekalipun.
DTM Abul Hasan Maturidi mantan anggota DPRD Sumut ditahan KPK. (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
DTM Abul Hasan Maturidi mantan anggota DPRD Sumut ditahan KPK. (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
Di Sumut, mereka semua diduga menerima suap sekitar Rp 300 juta hingga Rp 500 juta dari mantan Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho, terkait sejumlah hal.
Mantan anggota DPRD Sumut, Abdul Hasan Maturidi sebagai tersangka kasus suap dari Gubernur Sumut Gatot Pujo, usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (27/08/2018). (Foto: Nadia K. Putri)
zoom-in-whitePerbesar
Mantan anggota DPRD Sumut, Abdul Hasan Maturidi sebagai tersangka kasus suap dari Gubernur Sumut Gatot Pujo, usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (27/08/2018). (Foto: Nadia K. Putri)
Yakni, proses persetujuan laporan pertanggungjawaban Pemprov Sumut periode 2012-2014, persetujuan perubahan APBD Pemprov Sumut 2013 dan 2014, pengesahan APBD Pemprov Sumut 2013 dan 2014, serta penolakan penggunaan hak interpelasi DPRD Sumut pada tahun 2015.
Sedangkan di kasus ini, Gatot Pujo sudah divonis 4 tahun dua bulan penjara.
Mantan Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho (Foto: Irsan Mulyadi/Antara)
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho (Foto: Irsan Mulyadi/Antara)
Selain Sumut, ada pejabat DPRD lain yang pernah terlibat suap-menyuap. Yakni, 6 anggota DPRD Musi Banyuasin (Muba), dalam kasus Perubahan Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) Muba Tahun Anggaran 2015 dan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati 2014.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Atau, pada kasus suap pembahasan revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2010 tentang Dana Pengikatan Tahun Jamak untuk pembangunan venue pada kegiatan Pekan Olahraga Nasional (PON) Riau 2012. Dari kasus itu, sebanyak 9 anggota DPRD terseret, bahkan Gubernur Riau kala itu, Rusli Zainal, terbukti menyuap anggota DPRD tersebut melalui para penggarap proyek venue.