MA Tolak PK Baiq Nuril

5 Juli 2019 8:52 WIB
Lipsus Baiq Nuril Melawan. Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Lipsus Baiq Nuril Melawan. Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Baiq Nuril.
ADVERTISEMENT
Dengan penolakan ini, maka status Baiq Nuril tetap pada putusan kasasi, yakni divonis 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.
"Mahkamah Agung menolak permohonan Peninjauan Kembali pemohon/terpidana Baiq Nuril, yang mengajukan PK ke MA dengan Nomor 83 PK/Pid.Sus/2019," kata juru bicara MA Andi Samsan Nganro saat dihubungi, Jumat (5/7).
Majelis hakim yang menangani perkara ini adalah Suhadi sebagai ketua, Margono dan Desnayeti yang masing-masing sebagai anggota. Andi menyatakan permohonan PK Baiq Nuril tidak memenuhi syarat, dan putusan kasasi MA telah sesuai menurut hukum.
"Alasan permohonan PK pemohon yang mendalilkan bahwa dalam putusan judex juris/MA dalam tingkat kasasi mengandung muatan kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata tidak dapat dibenarkan. Karena putusan judex juris tersebut sudah tepat dan benar dalam pertimbangan hukumnya," paparnya.
Aksi Kamisan memberikan dukungan kepada Baiq Nuril di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (22/11/2018). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Majelis hakim menilai Baiq telah terbukti melanggar UU ITE dengan menyebarkan rekaman percakapan diduga asusila dengan Kepala SMAN 7 Mataram, Muslim.
ADVERTISEMENT
"Dalam perkara a quo, terdakwa/pemohon PK merekam pembicaraan via HP antara korban dan terdakwa, ketika korban menelpon terdakwa sekitar 1 tahun yang lalu dan hasil rekaman itu disimpan oleh terdakwa," ujar Andi.
"Kemudian barang bukti hasil rekaman diserahkan kepada saksi Imam Mudawin, lalu saksi Imam Mudawi memindahkan ke laptopnya hingga tersebar luas. Bahwa terdakwa yang menyerahkan HP miliknya kepada orang lain, kemudian dapat didistribusikan dan dapat diakses informasi atau dokumen elektronik yang berisi pembicaraan yang bermuatan tindak kesusilaan tidak dapat dibenarkan," lanjutnya.
Kasus Baiq Nuril ini mencuat pada pada Desember 2014. Saat itu, seorang rekan Baiq Nuril bernama Imam Mudawin meminjam telepon genggamnya dan menemukan rekaman pembicaraan diduga asusila antara Nuril dan Muslim, lalu menyalinnya.
ADVERTISEMENT
Setelah disalin, rekaman itu seketika menyebar luas ke sejumlah guru maupun siswa. Muslim ketar-ketir dan malu lantaran namanya merasa dicemarkan. Dia melaporkan Nuril ke polisi.
Atas laporan itu, Nuril sempat menjadi tahanan di Polda NTB. Kasus tersebut kemudian disidangkan di Pengadilan Negeri Mataram. Majelis hakim membebaskan Nuril dari semua dakwaan.
Majelis hakim PN Mataram tidak menemukan unsur pidana pelanggaran UU ITE. Nuril cukup lega dengan hasil putusan pengadilan tingkat pertama itu. Sayangnya, jaksa penuntut umum langsung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Pada 26 September 2018, majelis hakim kasasi mengabulkan permohonan jaksa penuntut umum. Baiq Nuril lalu dijatuhi penjara enam bulan. Tak terima, Baiq Nuril kemudian mengajukan PK pada awal Januari 2019, namun ditolak.
ADVERTISEMENT