Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Mengamalkan Islam dengan Ketat Dianggap Kejahatan di Xinjiang, China
19 November 2018 14:50 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
ADVERTISEMENT
Pemerintah China kembali memberangus kebebasan beragama umat Islam di Xinjiang. Pengamalan ajaran Islam dengan ketat dianggap sebuah kejahatan di wilayah ini, sehingga pelakunya diimbau untuk menyerahkan diri ke polisi.
ADVERTISEMENT
Diberitakan Reuters, Senin (19/11), imbauan ini muncul dalam sebuah pengumuman yang diedarkan pemerintah kota Hami, bagian barat Xinjiang. Pengumuman itu menyebut, bagi Muslim yang terlibat terorisme serta mereka yang mengamalkan Islam secara konservatif harus menyerahkan diri dalam waktu 30 hari.
"Semua orang yang terlibat kejahatan terorisme dan teracuni dengan 'tiga kejahatan' diimbau menyerahkan diri ke penegak hukum dalam waktu 30 hari dan menyerahkan bukti-bukti kejahatan," ujar pengumuman kota Hami.
Tiga kejahatan yang dimaksud adalah terorisme, separatisme, dan ekstremisme. Dengan menyerahkan diri, sebut pengumuman tersebut, seseorang bisa mendapatkan keringanan hukuman atau dibebaskan dari hukuman sama sekali.
Di antara yang harus menyerahkan diri, sebut Reuters berdasarkan pengumuman itu, adalah orang-orang yang punya kebiasaan mengamalkan ajaran Islam secara ketat.
Di antaranya adalah mereka yang mengajarkan untuk hidup berdasarkan al-Quran, melarang menonton televisi, menganggap alkohol dan merokok haram, atau melarang berdansa saat pesta perkawinan. Warga yang mengetahui ada orang seperti juga diimbau memberitahu kepada aparat.
ADVERTISEMENT
Pemerintah kota Hami beralasan, hal ini dilakukan demi stabilitas Xinjiang, wilayah yang banyak dihuni etnis Muslim Uighur.
Ini juga alasan pemerintah China ketika dikonfrontir oleh PBB Agustus lalu soal laporan adanya penjara rahasia bagi lebih dari 1 juta umat Islam di Xinjiang. Di penjara ini, umat Islam Xinjiang didoktrin untuk mencintai Partai Komunis dan menanggalkan keislamannya.
Hal ini juga dijabarkan panjang lebar dalam laporan lembaga HAM Human Rights Watch September lalu bertajuk "Menghapuskan Virus Ideologi: Kampanye Represi China terhadap Muslim Xinjiang".
Bulan lalu, lapor Reuters, pemerintah ibu kota Xinjiang, Urumqi, juga menggelar kampanye menentang produk-produk halal, dari makanan hingga pasta gigi. Alasannya, gaya hidup halal adalah penyusupan Islam ke dalam kehidupan sekuler China.
ADVERTISEMENT
Pemerintah China mengaku menjunjung tinggi kebebasan beragama dan beribadah di negara mereka. Namun Direktur Publik di Biro HAM Kantor Informasi Negara China , Li Xiaojun, September lalu membenarkan adanya penjara bagi Muslim. Dia mengatakan, itu adalah pusat edukasi bagi umat Islam.
"Ini adalah cara yang perlu dilakukan untuk menangani ekstremisme Islam atau agama, karena Barat gagal melakukannya. Lihat saja Belgia, lihat Paris, lihat negara Eropa lainnya. Kalian gagal," kata Li, dikutip Reuters September lalu.