Mimpi Jakarta Menyulap Tinja Jadi Air Minum

4 Juni 2018 9:56 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Air jernih di PD PAL JAYA (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Air jernih di PD PAL JAYA (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
ADVERTISEMENT
Ini zaman serbabisa. Teknologi membawa keajaiban. Yang tak mungkin bisa disulap jadi mungkin. Termasuk mengubah tinja jadi air bersih.
ADVERTISEMENT
Bayangkan saja, hanya dalam waktu 30 menit alias setengah jam, tinja dapat diolah menjadi air bersih untuk kebutuhan sehari-hari. Luar biasa.
Padahal sebelumnya, pengolahan tinja jadi air butuh waktu paling cepat 7 hari--seminggu penuh. Itu pun untuk menjadi air layak buang agar limbah tak lagi berbahaya, bukan untuk jadi air bersih.
“Yang biasanya memakan waktu tujuh hari dan menjadi air buangan, ini dalam waktu setengah jam bisa menjadi air yang bisa diutilitas, malah sebetulnya layak diminum,” kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno saat meresmikan teknologi pengolah limbah PAL-Andrich Tech System di Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja PD PAL, Duri Kosambi, Jakarta Barat, Rabu (23/5).
Belakangan, setelah PD PAL Jaya ‘gelagapan’, Sandi mengoreksi ucapannya. “Air tersebut bisa dipakai untuk berbagai utilitas, tapi bukan untuk diminum,” ujarnya, Jumat (1/6)
ADVERTISEMENT
Meski bila pun benar air hasil olahan tinja itu bisa dikonsumsi, Jakarta akan menyamai Singapura. Di Negeri Singa itu, air minum hasil olahan tinja bukan barang baru.
Tahun 2002, pemerintah Singapura meresmikan air minum dari olahan limbah domestik rumah tangga, termasuk tinja, bernama NEWater. Saat itu, Perdana Menteri Singapura Goh Chok Tong meminum sebotol air kemasan hasil olahan limbah domestik selepas bermain tenis, hendak meyakinkan masyarakat negaranya bahwa NEWater aman dikonsumsi.
Sementara di Jakarta, Sandi belum sampai meminum air olahan limbah (kebetulan ini bulan puasa, dan ia meninjau IPLT Duri Kosambi siang hari). Namun, sang Wakil Gubernur mengusap wajah dan rambutnya dengan air hasil olahan limbah.
“Hari ini limbah kotoran tinja bisa menjadi air yang dipakai untuk masyarakat luas,” ucapnya bangga karena teknologi canggih itu diciptakan oleh putra-putra asli Indonesia--Andri dan Chairunnas asal Sumatera Barat.
ADVERTISEMENT
Sandi pun mengatakan, akan memesan 200 unit PAL-Andrich Tech System untuk Jakarta tahun depan. “Ini karya anak bangsa yang perlu kita bela.”
PAL-Andrich Tech System--disertai selip lidah Sandi bahwa air keluarannya bisa diminum--lantas jadi sorotan. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta disebut hendak memberikan air hasil olahan tinja untuk warganya.
“Harusnya blueprint-nya ada dulu, konsepnya matang, baru kemudian statement publik keluar,” kata pakar komunikasi politik UIN Jakarta, Gun Gun Heryanto.
PAL-Andrich Tech System (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
PAL-Andrich Tech System (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Mesin pengolahan limbah PAL-Andrich Tech System sedang melalui proses uji coba selama setahun. PD PAL saat ini menempatkan alat tersebut 50 meter dari gedung yang berisi pipa-pipa penampung limbah tinja.
Sejauh ini, PAL-Andrich Tech System difungsikan untuk mengolah limbah domestik menjadi komponen bermanfaat yang tak mencemari lingkungan. Ada dua metode yang selama ini digunakan IPLT Duri Kosambi yakni konvensional yang memakan waktu 27 hari, dan mekanik yang hanya butuh 7 hari.
ADVERTISEMENT
Metode mekanik yang termutakhir membutuhkan ongkos cukup besar dan alur yang kompleks. Limbah tinja, setelah diturunkan dari truk sedot WC melalui pipa-pipa, kemudian ditampung di kolam penampungan sementara. Selanjutnya, tinja melalui proses dewatering atau pengepresan sebelum dipindah ke kolam aerasi.
Keseluruhan proses mekanik itu tak selalu menghasilkan air dengan kadar yang diharapkan. Air masih harus diuji.
“Untuk menjadikannya air baku mutu, selalu kami periksa seminggu sekali di kantor pusat,” kata Koordinator IPLT Duri Kosambi, Romel Sitompul, Kamis (31/5).
Salah satu penemu PAL-Andrich Tech System, Andri Oba, mengatakan alatnya “bukan hanya bisa membuang (limbah sebagai air aman), tapi sudah bisa menghasilkan air bersih.”
Hasil uji laboratorium PAL-Adrich Tech System. (Foto: Dok. Andri Oba)
zoom-in-whitePerbesar
Hasil uji laboratorium PAL-Adrich Tech System. (Foto: Dok. Andri Oba)
Uji Laboratorium dari Mutu Certification menunjukkan, air hasil olahan PAL-Andrich Tech System telah sesuai dengan standar yang tercantum dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah.
ADVERTISEMENT
Andri percaya alatnya dapat menjadi sumber air minum termutakhir. Ia yakin, air hasil olahan PAL-Andrich Tech System lebih bersih dari air Kalimalang di Jakarta Timur.
“Otomatis ini juga sudah bisa disumber untuk air minum, kan?” kata Andri kepada kumparan di IPLT Duri Kosambi.
Mengolah Tinja Jakarta (Foto: Sabryna Muviola/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Mengolah Tinja Jakarta (Foto: Sabryna Muviola/kumparan)
Mimpi mengolah limbah menjadi air minum harus berjalan seiring dengan tata kekola air yang masih semrawut.
Pakar bioteknologi lingkungan Universitas Indonesia, Firdaus Ali, menyatakan Jakarta menghadapi krisis air serius.
ADVERTISEMENT
“Krisis itu (berupa) kelebihan air saat kita tidak mampu mengelolanya hingga jadi genangan atau banjir, atau kekurangan air saat kita membutuhkannya,” ucap Firdaus yang juga Staf Khusus Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Ia mencontohkan Perusahaan Air Minum (PAM) di Jakarta yang baru bisa melayani 37 persen warga ibu kota, dengan kualitas belum memenuhi standar air minum.
Krisis air itu, menurut Firdaus, timbul karena Jakarta tidak memiliki suplai air baku yang stabil. “Tiga belas sungai kita dengan 76 anak sungai dan 41 situ serta waduk yang ada, tidak memenuhi baku mutu untuk dijadikan air baku (untuk minum).”
Sementara sumber air lainnya, air tanah, juga tercemar. Ia dieksploitasi tanpa dijaga keberlangsungan dan kualitasnya. Septic tank, misal, dibangun berdekatan dengan sumur dan jarang dikuras sehingga mencemari tanah.
ADVERTISEMENT
“Sebanyak 87 persen air sumur dangkal di Jakarta terkontaminasi oleh sumur limbah domestik,” papar Firdaus.
Oleh sebab itu, lanjutnya, solusi terbaik untuk menyiasatinya ialah dengan menampung dan mengolah limbah domestik--persis seperti yang dilakukan di IPLT PD PAL.
“Sementara kita belum dapat tambahan suplai dari PAM, kenapa nggak kita olah (limbah), kemudian kita pakai untuk air yang non-portable (tidak untuk diminum), sehingga mengurangi ekstraksi air tanah dalam,” kata Firdaus.
Limbah di IPLT Cengkareng (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Limbah di IPLT Cengkareng (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Koordinator Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KRuHA), Muhammad Reza, meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membangun pipa-pipa limbah tersentral agar pengelolaan limbah bisa lebih baik.
Itu pula yang jadi perhatian Pemprov DKI Jakarta yang tengah mempersiapkan pembangunan proyek Sistem Pengolahan Limbah Terpusat (Jakarta Sewerage System). Proyek itu direncanakan berjalan bertahap awal 2019, dan 16 tahun kemudian--2035--ditargetkan bisa menjangkau 90 persen wilayah DKI Jakarta.
ADVERTISEMENT
Hanya saja, proyek JSS tersebut bukan untuk menghasilkan air layak minum--satu mimpi yang juga pernah dipunya Basuki Tjahaja Purnama saat menjabat gubernur DKI Jakarta.
Ahok kala itu ingin menggabungkan PAM JAYA dan PD PAL, serta mengintegrasikan semua buangan limbah ke dalam satu sistem untuk kemudian diolah menjadi air bersih, termasuk untuk diminum.
Kini, PAL-Andrich Tech System mencoba untuk mewujudkan harapan tersebut. Meski, ujar Andri sang pencipta alat, perlu regulasi dan penambahan spesifikasi unit untuk memastikan air olahan yang keluar dari mesinnya benar-benar layak minum.
“Contoh, untuk higienis berarti harus dipasang food grade, mesti ada tambahan unit UV filler juga, dan sebagainya,” kata Andri.
Ia sadar, mimpi mengolah limbah tinja menjadi air minum higienis punya tantangan serius secara sosial. “Yang susah itu kan mindset masyarakat kita. Dari tinja menjadi air minum, mendengarnya juga (jijik). Perlu waktu untuk sosialisasi.”
ADVERTISEMENT
Firdaus mengamini. “Secara budaya, kita (di Indonesia) belum dimungkinkan. Kalau di Singapura, sudah emergency.
Membandingkan air hasil olahan tinja. (Foto: Nugroho Sajati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Membandingkan air hasil olahan tinja. (Foto: Nugroho Sajati/kumparan)
Singapura yang sudah punya NEWater hasil olahan limbah, menempuh jalan panjang sebelum air itu akhirnya dikonsumsi warganya.
NEWater lahir karena krisis air di Singapura. Ia tak punya sumber air mandiri dan bergantung pada suplai air dari Johor, Malaysia, sejak 1961.
Perdana Menteri pertama Singapura Lee Kuan Yew kemudian memperkenalkan visinya, “menangkap setiap air hujan yang jatuh”, dan alat pengolah air bersih pun muncul dengan berdirinya Water Planning Unit pada 1971, disusul keluarnya dokumen Water Master Plan setahun kemudian, 1972.
Public Utilities Board (PUB), lembaga pemerintah Singapura yang menangani soal air, berambisi mengolah air hujan, air laut, dan air limbah domestik menjadi air layak konsumsi.
ADVERTISEMENT
Sempat terhenti karena masalah dana, Lee tak surut dari mimpinya mewujudkan Singapura yang memiliki sumber air bersih mandiri.
Mimpi air bersih mandiri Singapura itu mulai terwujud tahun 1997. Sanitasi di seantero negara kota itu dimodernisasi, dan proyek NEWater dimulai lewat berdirinya instalasi pengolahan di kawasan Bedok, timur Singapura.
Hingga akhirnya pada 2003, ketika standardisasi blueprint riset telah matang, pemerintah Singapura mengumumkan ke publik bahwa tinja mereka bisa menjadi air minum steril.
ADVERTISEMENT
------------------------
Cari tahu cara Menyulap Tinja Jakarta di Liputan Khusus kumparan.