Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Pakar Timur Tengah: Kubu Prabowo Mau Merebut Simbol Saudi
10 Desember 2018 13:06 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:04 WIB
ADVERTISEMENT
Cuitan Duta Besar Arab Saudi, Osama bin Mohammed Al Shuaibi, pada 2 Desember lalu berbuntut panjang. Protes kerasa dilayangkan oleh PBNU dan GP Ansor melalui Kementerian Luar Negeri.
ADVERTISEMENT
Pasalnya, apa yang disampaikan oleh Osama dinilai tidak tepat dan seolah ikut campur tangan urusan domestik Indonesia. Ia menyebut Reuni 212 sebagai respons atas pembakaran bendera tauhid—diduga bendera HTI—oleh kelompok sesat lalu meminta warga Saudi untuk menjauhi titik keramaian aksi.
“(Cuitan Osama) memancing situasi yang sangat berbahaya. Aksi ini peruntukannya apa, tapi diinterpretasikan berbeda. Ini berbahaya,” ujar Sekretaris Jenderal PBNU, Helmy Faishal Zaini, kepada kumparan di kantornya, Rabu (5/12).
Selain itu, pernyataan Osama menyinggung GP Ansor dan juga NU. Sebab, bendera tauhid yang dimaksud Osama disebut pembakarnya—anggota Banser, badan otonom NU dari GP Ansor—sebagai bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), organisasi terlarang di Indonesia. Insiden itu terjadi pada Oktober lalu.
ADVERTISEMENT
“Jelas yang dituduh dalam hal ini adalah GP Ansor, atau mungkin Nahdlatul Ulama. Maka kami protes,” lanjut Helmy.
Meski cuitan tersebut telah dihapus dan diganti oleh Osama, tapi api amarah telah tersulut. Terlebih mengikat relasi NU dan Arab Saudi yang panas dingin sejak lama.
Selain persoalan diplomasi, beberapa pihak menilai pernyataan Osama memiliki tendensi terhadap kubu tertentu di tengah tahun politik di Indonesia. Bagaimana sebenarnya implikasi politik dari cuitan Osama? Bagaimana dampaknya?
Berkaitan dengan persoalan ini, kumparan berbincang dengan pengamat diplomasi Universitas Indonesia, Haryadi Wirawan; pengamat politik LIPI, Wasisto Raharjo Jati; dan pakar Timur Tengah, Tia Mariatul Kibtiah.
Berikut kutipan perbincangan bersama para pakar yang berlangsung di waktu dan tempat berbeda.
ADVERTISEMENT
Bagaimana tanggapan Anda soal cuitan Dubes Saudi Osama bin Mohammed Abdullah Al Shuaibi?
Haryadi: Apa yang dilakukan duta besar Arab Saudi menurut saya, dia melakukan sesuatu yang tidak sepatutnya dilakukan oleh seseorang yang mewakili negaranya untuk kemudian menjalankan misinya di Indonesia sebagai wakil sebuah negara. Karena tujuannya adalah promoting, jadi mempromosikan hubungan baik. Di dalam memimpin kedutaan besar itu, duta besar tidak patut mencampuri urusan-urusan yang bukan bagian dari tugas seorang duta besar. Terutama urusan dalam negeri negara lain.
Oleh karena itu sebetulnya keliru Pak Duta Besar Osama memberi pernyataan yang memperlihatkan keberpihakan di dalam suatu konteks politik tertentu di Indonesia.
Tia: Tidak bisa dibenarkan. Kalau kita memangku jabatan itu harus berpikir bahwa efeknya akan apa yang terjadi. Jadi, jangan karena (pernyataan) itu dirasa personal, tidak mewakili Kerajaan Arab Saudi, lalu itu dibenarkan.
Karena pada saat ini, Osama adalah duta besar yang berada di Indonesia. Maka segala sikap dan segala sesuatunya selama berada di Indonesia harus dijaga, dan itu menjadi representatif dari Saudi Arabia.
ADVERTISEMENT
Pernyataan Osama tidak bisa dibenarkan walaupun sudah dibantah pihak Saudi. Karena dalam berdiplomasi di negara orang lain itu ada kode etiknya.
Kerajaan Saudi harus merespon apa yang sudah dilakukan duta besarnya di negara orang lain. Artinya, apakah Arab Saudi mencabut tugas Osama, memanggil pulang, dan menggantinya dengan duta besar lain untuk bertugas di Indonesia.
Kalau ini tidak direspon, maka ini akan cukup mengganggu hubungan diplomatik Indonesia-Arab Saudi yang selama ini baik-baik saja.
Adakah kode etik tertentu yang melarang seorang duta besar melakukan intervensi politik?
Haryadi: Hubungan diplomatik itu dibangun oleh suatu kerangka yang dimengerti bahwa kedua negara menjalin hubungan tetapi tidak boleh mencampuri urusan dalam negeri, ada aturan mainnya.
ADVERTISEMENT
Karena dia (duta besar) represent atau mewakili negaranya, oleh karena itu apa yang dikatakan oleh seorang duta besar seolah-olah mencerminkan pendapat yang disuarakan oleh negaranya. Makanya, duta besar dituntut selalu menjaga diri agar tidak mengeluarkan kata-kata yang bisa dianggap oleh tuan rumah sebagai campur tangan.
Kalau saya perhatikan dari berita kontennya, Duta Besar Arab Saudi menyatakan kalau kelompok yang melakukan pembakaran bendera itu adalah kelompok yang dianggap tidak baik. Itu merupakan suatu hal yang jelas dianggap sebagai campur tangan luar, karena baik-tidak baik bukan urusan Duta Besar Arab Saudi. Itu adalah masalah dalam negeri Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dia memasuki suatu wilayah yang bukan wewenangnya, itu yang dianggap menjadi masalah.
Ada pengaruh atau keterkaitan antara cuitan Osama dengan Reuni 212?
Wasisto: Kalau kita lihat kan ada koneksi antara massa 212 dengan Arab Saudi ya. Satu, Rizieq Shihab di sana, dalam tanda kutip diproteksi oleh Arab Saudi.
Kedua, saya pikir pernyataan Dubes Arab sama aja mengorek luka lama kan. Kan sebenarnya munculnya NU adalah respons dari gerakan Wahabi di Arab Saudi. Jadi kalau statemen Dubes Arab ini seperti seperti mengorek luka lama yang belum pernah padam.
Lalu, saya pikir golongan Kampret (olok-olok untuk pendukung Prabowo) seolah membawa hal yang beda dengan adanya twit dubes ini. Mereka merasa terlegimitasi bahwa apa yang selama ini mereka perjuangkan, mendapatkan perhatian dari dunia Islam, terutama Arab Saudi sebagai tempat di mana kiblat diarahkan.
ADVERTISEMENT
Jadi, golongan sebelah ini seolah mendapatkan dukungan secara teologis dan moril bahwa aksi-aksi yang dilakukan ternyata juga mendapatkan "restu" dari pemimpin negara Islam, Arab Saudi dalam hal ini.
Relevansinya dengan masa sekarang?
Wasisto: Kita tahu bahwa Arab Saudi mengekspor geng Wahabi ke mana pun, yang kita tahu jelas bahwa itu aliran konservatif.
Adanya Reuni 212 kemarin kan beraliran konservatif. Maksud saya, Reuni 212 kemarin itu seolah melegitimasi kemudian terus menggencarkan tren Wahabisme-nya Arab Saudi.
Mengapa banyak pihak menduga ada kedekatan antara kubu Prabowo dengan Dubes Saudi?
Tia: Kita melihat bagaimana para politisi yang saat ini mendukung pihak Prabowo itu mostly banyak lulusan dari sekolah-sekolah yang dimiliki oleh Saudi (melalui LIPIA, Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab).
ADVERTISEMENT
Kita tahu Rizieq Syihab itu dari LIPIA. Kemudian beberapa lulusan PKS juga dari LIPIA. LIPIA itu kan milik Saudi di Indonesia. Banyak juga beberapa funding Saudi untuk masjid, misalnya, itu disalurkan oleh partai tertentu di Indonesia.
Mereka punya akses ke Saudi Arabia. Kenapa punya akses? Karena mereka lulusan dari sana, penguasaan bahasa juga penting. Sehingga mereka punya akses komunikasi. Dari akses komunikasi itu mereka dapat funding, kemudian mendirikan masjid atas nama PKS, padahal funding-nya misalnya dari Saudi.
Sayangnya kalau partai yang lain tidak ada akses ke Saudi. Jadi mudah kalau mereka komunikasi ke Saudi Arabia karena mostly yang ada di kubu Prabowo itu banyak orang-orang lulusan LIPIA.
ADVERTISEMENT
Saya melihat kubu Prabowo mau merebut simbol Saudi itu. Ingin menunjukkan pada umat bahwa simbol Islam sudah ada di pihak kita.
Jadi menurut Anda, kubu Prabowo memanfaatkan pihak Saudi?
Tia: Ya karena nggak mungkin (upaya itu) dari pihak Saudinya. Karena kita melihat hitung-hitungan benefitnya. Keuntungannya apa untuk Saudi?
Apakah upaya diplomasi Kementerian Luar Negeri Indonesia sudah tepat?
Haryadi: Iya sudah on the track, karena itu prosedurnya memang seperti itu. Kalau kejadiannya sangat ekstrem, otomatis diusir. Dinyatakan persona non grata (PNG).
Tetapi, karena kemudian (Osama) sudah kembali dulu ke Saudi, kemungkinan Pemerintah Saudi juga pasti sudah mendengar apa yang terjadi di Indonesia. Mereka bisa saja mempertimbangkan beberapa hal, antara lain tidak mengembalikan Duta Besar ke Jakarta untuk menjaga hubungan yang tetap lebih baik.
ADVERTISEMENT
Kadang-kadang pemerintah Arab Saudi bisa menahan Duta Besar itu untuk kembali ke Jakarta, kemudian tanpa protokol yang resmi beliau digantikan oleh orang lain. Sementara Kedubes Saudi di Jakarta diurus oleh orang keduanya.
***
Update: Senin malam (10/12), Ketua Umum GP Ansor, Yaqut Cholil, mengabarkan lewat akun media sosialnya bahwa Dubes Osama telah meminta maaf kepada Nahdlatul Ulama. Permintaan maaf disampaikan melalui Yenny Wahid, putri mendiang Abdurrahman Wahid atau Gus Dur―Ketua Umum PBNU periode 1984-1999.
Berikut petikan ucapan Dubes Osama seperti diunggah Gus Yaqut dalam Facebook-nya:
Saya cinta rakyat Indonesia. Saya menghargai NU, Muhammadiyah, dan semua organisasi Islam. Seseorang mencoba menghancurkan hubungan baik antara saya dengan Nahdlatul Ulama, antara saya dan rakyat Indonesia. Sampaikan salam hangat kepada saudari saya. Insyaallah saya akan kembali minggu depan untuk menyelesaikan semuanya.
ADVERTISEMENT
Gus Yaqut pun meminta Nahdliyin untuk menerima permohonan maaf Osama. “Kita saling memaafkan. Ini yang diajarkan agama. Ini yang diteladankan sang junjungan, Nabi Muhammad SAW.”
***
Update: Senin malam (10/12), Ketua Umum GP Ansor, Yaqut Cholil, mengabarkan lewat akun media sosialnya bahwa Dubes Osama telah meminta maaf kepada Nahdlatul Ulama. Permintaan maaf disampaikan melalui Yenny Wahid, putri mendiang Abdurrahman Wahid atau Gus Dur―Ketua Umum PBNU periode 1984-1999.
Berikut petikan ucapan Dubes Osama seperti diunggah Gus Yaqut dalam Facebook-nya:
Saya cinta rakyat Indonesia. Saya menghargai NU, Muhammadiyah, dan semua organisasi Islam. Seseorang mencoba menghancurkan hubungan baik antara saya dengan Nahdlatul Ulama, antara saya dan rakyat Indonesia. Sampaikan salam hangat kepada saudari saya. Insyaallah saya akan kembali minggu depan untuk menyelesaikan semuanya.
ADVERTISEMENT
Gus Yaqut pun meminta Nahdliyin untuk menerima permohonan maaf Osama. “Kita saling memaafkan. Ini yang diajarkan agama. Ini yang diteladankan sang junjungan, Nabi Muhammad SAW.”
------------------------
Simak rangkaian laporan lengkapnya di Liputan Khusus kumparan: Cuitan “Sesat” Dubes Saudi