Penjelasan KPI Jabar soal Pembatasan Siaran 17 Lagu Asing

26 Februari 2019 18:02 WIB
clock
Diperbarui 21 Maret 2019 0:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat, Dedeh Fardiah. Foto: Okky Ardiansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat, Dedeh Fardiah. Foto: Okky Ardiansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Surat edaran Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat soal pembatasan siaran 17 lagu berbahasa Inggris ramai diperbincangkan. Surat bernomor 40/215/KPID-Jabar/2019 itu dinilai dapat menggerus kebebasan berekspresi.
ADVERTISEMENT
Kepala KPID Jabar, Dedeh Fardiah, menerangkan surat tersebut diedarkan sebagai bentuk penegakkan regulasi soal Lembaga Penyiaran. Musababnya, KPID memiliki tugas pokok dan fungsi untuk mengawasi konten siaran.
Kemudian, berdasarkan pemantauan dan aduan masyarakat, ada 86 lagu yang melanggar Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan KPI NO.02/P/KPI/03/2012 soal Standar Program Siaran. Dari 86 lagu tersebut, setelah melalui pengkajian, ditetapkan 17 lagu bermuatan seks dalam liriknya.
“Kami mengambil kebijakan bahwa itu dibatasi saja. Dalam konteks hanya bisa ditayangkan pada jam 10 malam sampai jam 3 pagi. Itu untuk lembaga penyiaran yang ada di wilayah Jawa Barat. Penyiaran yang ada di bawah pengawasan KPID Jabar,” ucap Dedeh saat ditemui di ruang kerjanya, Bandung, Selasa (26/2).
ADVERTISEMENT
Menurut Dedeh, ada 417 lembaga penyiaran yang berada di bawah naungan KPID Jawa Barat. Dedeh mengklaim tak ada Lembaga Penyiaran yang mengajukan nota keberatan, termasuk Asosiasi-asosiasi Lembaga Penyiaran di Jabar. Hanya saja, ada beberapa Lembaga Penyiaran yang meminta penjelasan secara detail soal surat edaran itu.
“Frontalnya bukan dari Asosiasi Penyiaran, tapi dari netizen, pencipta lagu, atau pihak-pihak lain. Ada salah presepsi, misal, KPID Jabar melarang. Terus seakan-akan kita membatasi di YouTube. Padahal, itu bukan wewenang kami,” katanya.
“Maka kami garis bawahi penyiaran yang berada di bawah wewenang kami. Kemudian juga dibatasi juga 17 lagu ini, ada juga yang bertanya apa betul melarang lagi berbahasa Inggris? Larangan kami adalah muatannya yang bermuatan adegan seksual, ke seks bebas, bersetubuh,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Lagu bertajuk Overdose yang dinyanyikan Chris Brown dan. Agnez Mo tertera dalam daftar 17 lagu yang dibatasi pemutarannya. “Yang saya lihat itu ada lagi yang Agnez Mo itu. Yang kemudian informasinya ke mana mana. Sehingga terkesan ada hal lain,” kata Dedeh.
Tak Cuma Lagu Berbahasa Inggris
Pada 2016 lalu, KPID Jabar pernah mengambil langkah serupa. Saat itu, sekitar 13 lagu dangdut dibatasi pemutarannya. Tentu saja, karena lirik lagu-lagu bermuatan seks. Ambil contoh, lagu bertajuk “Hamil Duluan”. Menurut Dedeh, lagu tersebut tak pantas didengarkan oleh anak-anak.
“Awalnya pro-kontra, tapi akhirnya masyarakat aware (sadar) karena yang namanya lagu adalah hal sepele, tapi kemudian jangan disepelekan. Misal lagu dandut 'Hamil Sama Setan'. Kebayang enggak kalau itu dinyanyikan anak-anak?” ucapnya.
ADVERTISEMENT
Di tengah kritikan, KPID Jabar tetap teguh pada kebijakannya. Dedeh berkata yang telah dilakukan KPID Jabar merupakan itikad baik. Maka itu, KPID Jabar sejauh ini tak ada goyah atau menarik surat edaran tersebut, meski kritik terus datang bertubi-tubi.
“KPI Pusat tidak bisa melarang kami, ada wewenang sendiri. Kita hanya koordinasi sifatnya. Kalau mau memberi masukan silakan,” ucapnya.
“Itikad kita berbuat, ya, walaupun komentar negatif pasti ada lah, ya, apapun, yang dilakukan tapi dari pada tidak berbuat sama sekali ini anak-anak bagaimana?” tambahnya.
Pengawasan
Dedeh tak menampik pengawasan merupakan salah satu problem yang mesti diatasi. Musababnya, sumber daya manusia (SDM) KPID terbatas. Sedangkan, lembaga penyiaran yang mesti diawasi tak sebanding dengan jumlah SDM.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, ada tiga cara yang dilakukan KPID untuk mengawasi lembaga penyiaran. Mulai dari melakukan pemantauan sampai mengunjungi lembaga penyiaran yang terletak di 27 Kota/Kabupaten.
“Ada mekanisme yang selama ini kita lakukan. Pertama adalah pemantauan siaran. Yang kedua adalah mekanisme penertiban. Di mana kita datang ke 27 kota dan kabupaten Jabar dan meminta rekaman karena kewajiban Lembaga Penyiaran adalah mengirim rekaman selama setahun. Dari situ dianalisis,” tutupnya.