Penjelasan M Syahrur, Tokoh Rujukan Disertasi Seks di Luar Nikah Halal

19 September 2019 16:18 WIB
Muhammad Syahrur, pemikir Islam kontemporer berkebangsaan Suriah yang jadi rujukan disertasi 'seks di luar nikah halal'. Foto: Youtube/ @Mohamed Shahrour
zoom-in-whitePerbesar
Muhammad Syahrur, pemikir Islam kontemporer berkebangsaan Suriah yang jadi rujukan disertasi 'seks di luar nikah halal'. Foto: Youtube/ @Mohamed Shahrour
ADVERTISEMENT
Beberapa waktu lalu, muncul polemik dalam ranah akademik mengenai kemungkinan halalnya seks di luar nikah. Pangkalnya yakni disertasi Abdul Aziz, mahasiswa pascasarjana Islamic Studies UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang juga Dosen IAIN Solo.
ADVERTISEMENT
Dalam disertasi berjudul Konsep Milk al-Yamin Muhammad Syahrur Sebagai Keabsahan Hubungan Seksual Nonmarital, Abdul menyebut adanya celah hubungan seksual di luar nikah yang tidak menyalahi aturan hukum Islam.
“Ada peluang menjustifikasi bahwa hubungan seksual nonmarital sesungguhnya boleh, halal secara sumber hukum Islam, yaitu Al-Quran. Iya betul (15 ayat),” ujar Abdul kepada kumparan, Kamis (29/8).
Pembenaran itu berangkat dari konsep mūlk al yamīn hasil pemikiran Muhammad Syahrur. Ia merupakan pemikir Islam kontemporer kelahiran 1938 berkebangsaan Suriah.
Setelah wacana disertasi ini mencuat ke publik, Majelis Ulama Indonesia pun angkat bicara. Wakil Ketua Umum MUI Yunahar Ilyas menyatakan bahwa penelitian Abdul Aziz telah menyimpang dan harus ditolak.
"Hasil penelitian Saudara Abdul Aziz terhadap konsep milk al-yamin Muhammad Syahrur yang membolehkan hubungan seksual di luar pernikahan (nonmarital), saat ini bertentangan dengan Al-Quran,” terang Yunahar dalam rilis MUI, Selasa (3/9).
ADVERTISEMENT
Setelah menuai pro-kontra publik dan penolakan dari MUI, Aziz pun merevisi disertasinya. Selain menghilangkan beberapa bagian kontroversial, ia akan menulis judul disertasi baru yakni Problematika Konsep Milk al Yamin dalam Pemikiran Muhammad Syahrur.
Selama polemik berlangsung, kumparan mencoba menghubungi Muhammad Syahrur untuk mengklarifikasi pemikirannya yang jadi landasan disertasi soal seks di luar nikah ini. Berselang dua pekan, Syahrur memberi jawaban lewat surat elektronik. Ia menjelaskan makna dasar mengenai konsep mūlk al yamīn.
“Dalam bahasa Arab ‘mūlk’ berarti memiliki, dan ‘al yamīn’ berarti benar, di tangan yang benar atau sumpah. Dalam terjemahan di atas arti "tangan yang benar" digunakan. (Namun) menurut saya arti "sumpah" harus digunakan sebagai gantinya,” tulis Syahrur.
Menurut Syahrur, sumpah ini merupakan sebuah kontrak yang mewakili komitmen hubungan mūlk al yamīn antara kedua belah pihak. Tak cuma soal hubungan seks semata, tapi juga mencakup mengenai asistensi dalam urusan rumah tangga hingga hubungan kerja.
ADVERTISEMENT
Meski menuai pro kontra, Syahrur mengaku senang pemikirannya bisa sampai ke Indonesia. Ia menjawab semuanya, dari mulai bagaimana memandang hubungan seks di luar nikah hingga tanggapannya atas penolakan pemikirannya oleh para ahli di Indonesia, termasuk MUI.
Muhammad Syahrur, pemikir Islam kontemporer berkebangsaan Suriah yang jadi rujukan disertasi 'seks di luar nikah halal'. Foto: Youtube/ @Mohamed Shahrour
“Saya akan senang menjawab pertanyaan Anda dan mengklarifikasi apa yang dianggap ambigu,” terangnya.
Berikut petikan wawancara kumparan dengan Muhammad Syahrur:

Apakah konsep mūlk al yamīn yang Anda cetuskan bermaksud untuk melegalkan muslim melakukan hubungan seks di luar nikah?

Mūlk al yamīn dipahami keliru sebagai perbudakan dalam yurisprudensi Islam. Para fuqaha (ahli hukum islam) menganggap kedua istilah tersebut merujuk pada hal yang sama, padahal ada perbedaan jelas di antara keduanya dalam Al Quran.
Dalam bahasa Arab, abdu allah (hamba Allah) digunakan untuk menyebut seorang laki-laki yang kita tidak tahu namanya. Begitu pula dengan amatu allah digunakan untuk menyebut seorang perempuan yang namanya tidak diketahui.
ADVERTISEMENT
Untuk penyebutan budak (al-abd al mamluk/al-riqq) disebut dalam Al Quran sebagaimana berikut:
“Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatu pun… (An Nahl 16: 75)
Ilustrasi perbudakan. Foto: PublicDomainPictures via pixabay
Perbudakan sudah lazim dipraktikkan sejak zaman dahulu sebelum zaman (Nabi) Muhammad. Tapi, pesan-pesan Muhammad adalah lompatan kualitatif dalam perjalanan sejarah manusia. Ia mengakhiri era otokrasi dan mengawali era pluralisme, kesetaraan di antara semua orang kulit hitam dan putih, pria dan wanita.
Begitu juga, pesan ini menghapus perbudakan dan memperkenalkan sistem alternatif untuk fungsi-fungsi yang dilakukan budak sebelumnya karena tugas-tugas ini sangat diperlukan dan tidak dapat dihapuskan. Fungsi-fungsi itu di antaranya untuk:
ADVERTISEMENT
Sistem baru didasarkan pada kontrak dengan persetujuan kedua belah pihak. Sistem baru ini adalah Mūlk al yamīn. Mūlk al yamīn merujuk pada kepemilikan sesuatu menurut sumpah, yaitu ketika kita memiliki seseorang sesuai dengan syarat-syarat tertentu. Upah adalah dasar dalam hubungan ini. Hal itu dapat dipahami melalui ayat-ayat berikut:
Hubungan seks (Al Muminun 23: 1, 5, 6)
ilustrasi seks Foto: Shutterstock
Asistensi rumah tangga (An-Nur 24: 58)
“Wahai orang-orang yang beriman! Hendaklah hamba sahaya (laki-laki dan perempuan) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig (dewasa) di antara kamu, meminta izin kepada kamu pada tiga kali (kesempatan) yaitu, sebelum salat Subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari, dan setelah salat Isya. (Itulah) tiga aurat (waktu) bagi kamu. Tidak ada dosa bagimu dan tidak (pula) bagi mereka selain dari (tiga waktu) itu; mereka keluar masuk melayani kamu, sebagian kamu atas sebagian yang lain. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat itu kepadamu. Dan Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.”
Ilustrasi asisten rumah tangga. Foto: Shutterstock
Hubungan kerja (An-Nahl 16: 71)
ADVERTISEMENT
“Dan Allah melebihkan sebagian kamu atas sebagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezekinya kepada para hamba sahaya yang mereka miliki, sehingga mereka sama-sama (merasakan) rezeki itu. Mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?”
Ilustrasi Surat Lamaran Kerja. Foto: Shutter Stock
Pesan Muhammad meniadakan sumber perbudakan dengan mencegah perlakuan terhadap tawanan perang sebagai budak: “...setelah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan…” (Muhammad 47: 4). Yaitu, ketika musuh dikendalikan dengan baik kemurahan hati (misalnya, pembebasan tahanan tanpa tebusan) atau menukar mereka dengan tebusan atau dengan tawanan seperti yang terjadi hari ini.
Adapun tawanan, mereka harus diperlakukan dengan baik: ‘Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan" (Al Insan 76: 8).
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, pesan Muhammad memberikan solusi untuk secara bertahap menghapuskan perbudakan. Membebaskan seorang budak adalah penebusan bagi banyak jenis perbuatan jahat dalam Kitab Allah seperti dalam firman-Nya: “Dan mereka yang menzihar istrinya, kemudian menarik kembali apa yang telah mereka ucapkan, maka (mereka diwajibkan) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepadamu, dan Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan” (Al Mujadalah 58: 3).
Tapi, setelah kematian Muhammad, semuanya kembali ke jalan normal. Perbudakan tidak dihapuskan kecuali setelah berabad-abad. Misalnya, di Amerika Serikat perbudakan dihapuskan oleh Abraham Lincoln pada tahun 1863. Namun, ini menyebabkan perang saudara karena sistem yang mengatur hubungan produktif runtuh.
Tumpukan buku Muhammad syahrur. Foto: Facebook/Dr. Mohammad Shahrour - The Offical Page
Akibat kekeliruan memahami konsep mūlk al yamīn dengan perbudakan dalam budaya Islam yang turun temurun, para jawāri/ budak perempuan dipertunjukkan, diperiksa, lalu dibeli dan diperkosa. Itu karena selama teksnya ada, fuqaha dapat mengandalkan konsep itu kapan pun mereka mau. Sebenarnya, praktik inilah yang dilakukan Daesh (ISIS).
ADVERTISEMENT
Mengenai mūlk al yamīn dalam hal hubungan seks, ada dua jenis hubungan seks yang disebutkan dalam Al Quran:

Ada beberapa kritik dari ahli di Indonesia (misal, dalam jurnal Yudisia) bahwa konsep mūlk al yamīn telah dihentikan karena lokusnya yang hilang, bagaimana menurut Anda?

Mengatakan bahwa “mūlk al yamīn telah dihentikan karena lokusnya yang hilang" adalah tidak benar. Ini adalah hasil dari kekeliruan (menyamakan) mūlk al yamīn dengan perbudakan.
ADVERTISEMENT
Masalah-masalah semacam itu tidak bisa ditunda. Mūlk al yamīn adalah istilah yang tidak boleh digunakan secara sembarangan. Contoh yang baik dari apa yang dilakukan Daesh (ISIS).

Otoritas Islam di Indonesia mengatakan bahwa konsep mūlk al yamīn Anda menyimpang, bagaimana Anda menjustifikasi bahwa konsep tersebut masih relevan hingga kini?

ADVERTISEMENT
Dalam studi saya tentang subjek mūlk al yamīn, saya mendasarkan secara khusus pada Kitab Allah (Al Quran), dan tidak ada yang dapat meyakinkan saya bahwa Allah dalam keadaan apa pun dapat mengizinkan pria untuk melecehkan seorang perempuan.
Muhammad Syahrur, pemikir Islam kontemporer berkebangsaan Suriah yang jadi rujukan disertasi 'seks di luar nikah halal'. Foto: Youtube/ @Mohamed Shahrour

Bagaimana tanggapan Anda soal adanya tekanan terhadap pembuat disertasi yang mendukung pemikiran Anda?

Selama hampir lima puluh tahun, saya mengandalkan aturan dasar yang disebutkan dalam Al Quran: “Adapun buih, akan hilang sebagai sesuatu yang tidak ada gunanya; tetapi yang bermanfaat bagi manusia, akan tetap ada di bumi” (Ar-Ra’d 13: 17).
Muhammad Syahrur, pemikir Islam kontemporer berkebangsaan Suriah yang jadi rujukan disertasi 'seks di luar nikah halal'. Foto: Youtube/ @Mohamed Shahrour

Secara kepakaran, Anda sebenarnya adalah seorang teknisi. Bagaimana Anda bisa mendapatkan kepakaran dalam pemikiran Islam?

Kitab Allah ditujukan untuk semua orang. Siapa pun yang ingin mendapatkan pencerahan dapat membaca Kitab Allah (Al Quran). Semua yang telah saya lakukan adalah mengabdikan diri untuk mempelajarinya lebih dari setengah abad.
ADVERTISEMENT
Saya mempelajari Kitab Allah sesuai dengan pengetahuan zaman kita. Generasi masa depan harus mempertimbangkan kembali studi saya sesuai dengan pengetahuan mereka juga, jika tidak pekerjaan saya akan sia-sia.