Penyuap Bupati Hulu Sungai Tengah Divonis 2 Tahun Bui

24 Mei 2018 14:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bupati Hulu Sungai Tengah nonaktif Abdul Latif. (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Bupati Hulu Sungai Tengah nonaktif Abdul Latif. (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
ADVERTISEMENT
Majelis hakim menjatuhkan vonis terhadap Direktur PT Menara Agung Perkasa, Donny Witono, selama 2 tahun hukuman penjara. Selain itu Donny juga harus membayar uang denda sebesar Rp 50 juta subsidair satu bulan penjara dikurangi masa penahanan.
ADVERTISEMENT
Donny adalah pihak yang menyuap Bupati Hulu Sungai Tengah, Kalsel, Abdul Latif.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Donny Witono telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara berlanjut," ujar hakim Muhammad Arifin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jalan Bungur Raya Besar Raya, Jumat (24/5).
Vonis tersebut dinilai lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum KPK. Sebelumnya Donny dituntut oleh jaksa KPK pidana tiga tahun penjara serta kewajiban membayar denda sebesar Rp 100 juta subsidair 3 bulan kurungan penjara.
Kasus tersebut bermula pada Maret 2017, Donny mengikuti proses lelang pembangunan fasilitas ruang rawat di RSUD Barabai untuk kelas I, II, III, VIP, dan Super VIP. Dia kemudian bermaksud menemui Abdul Latif tapi Latif menolak dan meminta Fauzan menemui Donny di Hotel Madani Barabai. Fauzan lalu memberitahu bila ingin jadi pemenang lelang harus memberikan fee 10 persen kepada Abdul Latif dari nilai kontrak setelah dipotong pajak.
ADVERTISEMENT
Atas permintaan itu, Donny Witono minta agar diturunkan menjadi 7,5 persen. Fauzan lalu menghubungi Abdul Latif dan Abdul Latif menyetujuinya. Donny menyanggupi akan menyerahkan fee yang disepakati dengan Abdul Latif setelah perusahaannya menjadi pemenang lelang.
Abdul Latif lalu minta Fauzan menyampaikan hal itu kepada kelompok kerja (pokja) pelelangan bahwa sudah tercapai kesepakatan antara Latif dan Donny dan agar memenangkan PT Menara Agung Pusaka.
Perusahaan tersebut akhirnya diumumkan sebagai pemenang lelang proyek dan menandatangani kontrak pada 11 April 2017 untuk masa pengerjaan 260 hari kalender yang berakhir 31 Desember 2017. Nilai kontrak adalah sejumlah Rp 54,451 miliar setelah dipotong PPn dan PPh sejumlah Rp 48 miliar. Artinya nilai fee untuk Latif adalah Rp 3,6 miliar.
ADVERTISEMENT
Donny lalu memberikan Fauzan 2 bilyet giro pada akhir April 2017 di Hotel Madani Barabai yang pencairannya dilakukan dalam 2 tahap yaitu Rp 1,8 miliar setelah menerima uang muka pekerjaan dan Rp 1,8 miliar setelah selesai pekerjaan.
Namun karena bilyet giro tidak dapat dicairkan di Bank Mandiri Barabai maka Fauzan pada 30 Mei 2017 bersama Donny mendatangi Bank Mandiri Cengkareng, Jakarta Barat, dan memproses pemindahbukuan ke rekening Mandiri milik Fauzan Rifani sejumlah Rp 1,82 miliar dengan perincian Rp 1,8 miliar untuk Abdul Latif dan Rp 20,45 juta untuk Fauzan Rifani.
Sidang Abdul Latif di Pengadilan Tipikor (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang Abdul Latif di Pengadilan Tipikor (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
Lalu Fauzan Rifani mencairkan dan menyerahkan fee dari Donny kepada Abdul Latif setelah menyisihkan sebagian uang fee kepada bagian dinas RSUD, Pokja ULP, kepala RS, kepala bidang dan PPTK sesuai perhitungan fee yang dibuat Abdul Basit (Direktur PT Sugriwa Agung, terdakwa lainnya).
ADVERTISEMENT
Pemberian selanjutnya dilakukan pada 3 Januari 2018 dengan cara transfer dari rumah Donny di Surabaya sebesar Rp 1,825 miliar dengan rincian Rp1,8 miliar untuk sisa fee dan Rp 25 juta untuk Fauzan Rifani.
Dalam pertimbangannya, hakim menetapkan untuk menolak keseluruhan isi dari nota pembelaan yang sebelumnya telah dibacakan oleh Donny dan tim kuasa hukumnya dalam proses persidangan.
"Nota pembelaan atau pleidoi yang diajukan oleh kuasa hukum terdakwa atau terdakwa harus ditolak," ujar hakim Rusdiono.
Perbuatan Donny tersebut dinilai memenuhi unsur dalam Pasal 5 Ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
ADVERTISEMENT
Hakim pun menyatakan sejumlah hal yang meringankan dan memberatkan dalam muka persidangan untuk terdakwa Donny. Hal meringankan bagi hakim yakni Donny dianggap telah bersikap sopan dalam persidangan, dan tidak pernah dihukum, memiliki tanggungan keluarga dan mengakui perbuatannya.
Sementara hal memberatkan karena Donny bahwa perbuatannya tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Atas putusan majelis hakim, baik jaksa penuntut umum maupun tim kuasa hukum terdakwa menyatakan pikir-pikir untuk pengajuan banding.