Perawat yang Lakukan Pelecehan ke Pasien di Surabaya Disidang Etik

26 Januari 2018 11:43 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pelecehan seksual oleh perawat di rumah sakit (Foto: Youtube @kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pelecehan seksual oleh perawat di rumah sakit (Foto: Youtube @kumparan)
ADVERTISEMENT
Perawat pelaku pelecehan seksual terhadap pasien National Hospital Surabaya akan menjalani sidang etik oleh Majelis Kehormatan dan Etik Keperawatan (MKEK) Provinsi Jatim pada Jumat (26/1).
ADVERTISEMENT
"Hari ini Jumat (26/1), MKEK Provinsi Jatim akan bersidang untuk kasus tersebut," ujar Kabid Infokom DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Rohman Azzam kepada kumparan (kumparan.com), Jumat (26/1).
Rohman mengatakan, setelah mengetahui video pasien perempuan yang merasa dilecehkan perawat viral, pihaknya memerintahkan MKEK untuk mencari informasi kepada PPNI provinsi melalui MKEK provinsi.
"Sanksi terhadap pelanggaran tersebut akan merujuk pada pedoman yang ada. Jika sanksi berat, dapat berupa pencabutan keanggotaan dan usulan untuk pencabutan izin praktik kepada pemda setempat," kata Rohman.
Menurutnya, perilaku perawat tersebut bertentangan dengan kode etik perawat yang selama ini dipegang teguh oleh semua perawat Indonesia. Kode etik juga memberikan panduan bagi perawat dalam menjalankan peran profesionalnya agar terhindar dari tindakan yang dapat dikategorikan pelanggaran kode etik.
ADVERTISEMENT
"Di dalamnya, diatur hubungan antara perawat dan klien, perawat dan praktik, perawat dan masyarakat, perawat dan teman sejawat, serta perawat dengan profesinya," tutur Rohman
Rohman menjelaskan, dalam konteks hubungan perawat dan klien, butir pertama dalam kode etik tersebut dengan jelas menyatakan bahwa perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan harus menghargai harkat dan martabat manusia. Selain itu perawat juga harus menjaga keunikan klien dan tidak terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik dan agama yang dianut, serta kedudukan sosial.
"Merujuk pada poin tersebut, maka tidak sepatutnya perilaku tidak etis itu dilakukan oleh perawat. Peristiwa ini hendaknya menjadi keprihatinan semua pihak terkait, untuk memastikan sosialisasi dan internalisasi kode etik semakin ditingkatkan lagi," pungkas Rohman.
ADVERTISEMENT