Polri, Keresahan Periksa Purnawirawan, dan Peluru Tajam di Aksi 22 Mei

14 Juni 2019 7:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kondisi kerusuhan di sekitar Bawaslu. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi kerusuhan di sekitar Bawaslu. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Polri terus mengungkap tabir di balik kasus kerusuhan 22 Mei. Namun, Polri harus menghadapi masalah pelik karena harus memeriksa sejumlah purnawirawan TNI dan Polri yang diduga turut terlibat dan menjadi dalang dalam kasus ini.
ADVERTISEMENT
Kapolri Jenderal Tito Karnavian tak menampik situasi ini membuat dirinya secara pribadi maupun institusi tidak nyaman. Namun di sisi lain, hukum harus tetap berjalan tak pandang bulu.
"Penanganan kasus purnawirawan bagi TNI tentu secara pribadi dan institusi ini jujur menimbulkan ketidaknyamanan bagi Polri sendiri, enggak nyaman. Tapi ya hukum harus berkata demikian, ada asas persamaan di mata hukum, semua orang sama di muka hukum," ujar Tito usai Apel Konsolidasi Operasi Ketupat 2019, di Monas, Jakarta, Kamis (13/6).
Kapolri Jenderal, Tito Karnavian memaparkan kinerja Polri saat acara Rilis Akhir Tahun di Gedung Rupattama Mabes Polri, Jakarta, Kamis (27/13/2018). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Tito menjelaskan pihaknya memang bukan pertama kali menangani kasus yang melibatkan purnawirawan TNI dan Polri. Untuk Mayjen (Purn) Kivlan Zen, kasusnya tidak hanya soal dugaan makar, tapi ada rencana pembunuhan terhadap para tokoh.
ADVERTISEMENT
"Dalam kasus, mohon maaf, melibatkan Bapak Kivlan Zen, ini bukan hanya kasus kepemilikan senjata api, tentu juga ada dugaan permufakatan jahat dalam bahasa hukum untuk melakukan rencana pembunuhan dan itu ada saksi-saksinya, nanti akan terungkap di pengadilan," tutur Tito.
Selain Kivlan Zen, Mabes Polri juga menetapkan tersangka eks Danjen Kopassus Mayjen (Purn) Soenarko dan mantan Kapolda Metro Jaya Komjen (Purn) Sofjan Jacoeb.
Infog 3 Purnawirawan Tersangka Makar Foto: Sabryna Putri Muviola/kumparan
Dari rilis pengungkapan Polri terbaru, Mayjen (Purn) Kivlan Zen memerintah para eksekutor untuk membunuh 4 tokoh nasional dan satu pemimpin lembaga survei.
Banyak pihak yang berpendapat bahawa Kivlan adalah dalang dari kasus ini. Namun, Tito membantah pihaknya menyebut Kivlan dalang dari kerusuhan 22 Mei.
"Tolong dikoreksi bahwa dari Polri tidak pernah mengatakan dalang kerusuhan itu adalah Pak Kivlan Zen. Enggak pernah," ujar Tito.
ADVERTISEMENT
Tito menjelaskan, yang disampaikan oleh Kadiv Humas Polri di kantor Kemenkopolhukam merupakan kronologi peristiwa 21-22 Mei. Dalam penjelasan itu, disampaikan ada dua segmen kelompok damai dan kelompok rusuh.
Sejumlah massa Aksi 22 Mei terlibat kericuhan di depan gedung Bawaslu, Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Kelompok yang rusuh inilah yang ditindak oleh polisi. Mereka membawa bom molotov, panah, parang, ada roket mercon, dan batu. Selain itu, ada ambulans yang justru diisi dengan batu. Dengan begitu, dapat disimpulkan, kelompok perusuh ini memang di-setting.
"Tapi tidak menyampaikan itu Pak Kivlan Zen (dalang), hanya disampaikan dalam peristiwa itu ada korban sembilan orang meninggal dunia di samping luka-luka baik dari kelompok perusuh maupun dari petugas," jelas dia.
Kivlan Zen di depan Bawaslu, Jakarta, Kamis (9/5). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Kivlan Zen telah menyangkal sangkaan polisi. Sebagai purnawirawan TNI, Kivlan lewat pengacaranya juga meminta perlindungan kepada Menhan Ryamizard Ryacudu.
ADVERTISEMENT
Sementara terkait kasus yang menimpa eks Danjen Kopassus Mayjen (Purn) Soenarko, Tito memastikan memiliki perbedaan dengan kasus yang melibatkan Kivlan.
“Agak berbeda dengan kasus Bapak Soenarko. Ini senjatanya jelas kemudian dimiliki oleh beliau waktu beliau di Aceh, lalu dibawa ke Jakarta. Kemudian belum ada rencana senjata itu akan digunakan misalnya untuk melakukan pidana tertentu,” ucap Tito.
Eks Danjen Kopassus, Mayjen (Purn) Soenarko (tengah) melaporkan Pati Polri ke Irwasum, Senin (23/7). Foto: Ainul Qalbi/kumparan
Sementara untuk kasus Kivlan, Tito mengatakan, dari hasil pemeriksaan para tersangka yang sudah ditangkap, terungkap adanya percobaan pembunuhan kepada empat tokoh nasional.
“Tapi untuk masalah Bapak Kivlan Zen saya kira karena sudah banyak tersangka lain yang sudah ditangkap termasuk calon eksekutor senjatanya ada 4,” kata dia.
Pengakuan Tersangka Kepemilikan Senjata di Rusuh 22 Mei. Foto: Basith Subastian/kumparan

Peluru tajam dalam penanganan kerusuhan 22 Mei

Selain itu, Polri juga tengah menghadapi tudingan menggunakan peluru tajam dalam penanganan kerusuhan 22 Mei. Tito belum bisa memastikan apakah yang melukai massa hingga memunculkan korban tewas merupakan peluru tajam.
ADVERTISEMENT
Tito menjelaskan, butuh penanganan khusus untuk mengungkap adanya peluru tajam dalam penanganan kerusuhan 22 Mei. Termasuk, apakah peluru tajam itu pula yang menyebabkan para korban tewas.
“Ada luka tembak, ada masuk-keluar, ada luka tembak masuk. Kalau luka tembak masuk-keluar, tidak ada proyektil, pembuktian lebih sulit. Kecuali ada video, YouTube, dan lain-lain, yang menunjukkan tembakan berasal dari mana,” ucap Tito.
“Itu pun mungkin tidak bisa dilihat, dibedakan antara apakah itu peluru karet atau peluru tajam. Yang ditemukan oleh anak buah (saya) proyektil 5, (kaliber) 56 mm dengan puliran 4 ke kanan dan (kaliber) 9 mm,” sambungnya.
Sejumlah pasukan kepolisian menembaki gas air mata ke arah kerumunan demonstran di Jakarta, Rabu (22/5/2019). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Tito menjelaskan masih perlu serangkaian uji balistik yang dilakukan terhadap senjata-senjata yang disita oleh polisi dari sejumlah kasus yang diungkap.
ADVERTISEMENT
Bila dalam penyelidikan ditemukan indikasi peluru itu berasal dari senjata petugas, Tito akan menginvestigasi lebih dalam. Terutama mengungkap apakah penggunaan peluru itu sesuai dengan aturan atau tidak.
“Kalau ternyata itu keluar dari salah satu senjata aparat, maka kita akan investigasi apakah sesuai SOP. Apakah ekseksif atau pembelaan diri pembelaan diri diatur dalam pasal 48/49,” ujar Tito.
Komisioner Komnas HAM, Ahmad Tuafan di RSUD Tarakan. Foto: Efira Thanu/kumparan
Dugaan penggunaan peluru tajam dalam penanganan kerusuhan 22 Mei semakin santer terdengar saat Ketua Komnas HAM Taufan Damanik mengungkap dua dari delapan korban tewas kerusuhan 22 Mei akibat terkena peluru tajam. Komnas HAM mendesak Polri mengusut sesuai peraturan yang berlaku.
"Harus dicari siapa yang menembakkan peluru tajam itu. Karena memang betul dari 8 yang meninggal tertembak itu, 4 diautopsi dan hanya 2 didapati pelurunya. Saya kira semua bisa meyakini bahwa itu pasti karena peluru tajam," ujar Taufan di Gedung DPR, Senayan, Kamis (13/6).
Menkumham Yasonna Laoly. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Menkumham Yasonna Laoly turut angkat suara terkait dugaan penggunaan peluru tajam ini. Namun menurutnya, jenis peluru tajam yang ditemukan tak seperti standar peluru yang digunakan kepolisian.
ADVERTISEMENT
"Saya tadi iseng-iseng bicara dengan Ketua Komnas di sini. Peluru tajam, polisi juga mengakui peluru tajam, tapi peluru tajamnya bukan standar Polri. Itu persoalannya," ujar Yasonna di Gedung DPR, Senayan, Kamis (13/6).
Infog "Ricuh Aksi 22 Mei". Foto: Herun Ricky/kumparan
Yasonna menjelaskan, dalam penanganan kerusuhan 22 mei, aparat kepolisian dan TNI telah diperintahkan untuk tak menggunakan peluru tajam saat menghadapi massa. Ia berharap agar pihak kepolisian segera menjelaskan asal-usul peluru itu.
"Polri dan TNI diperintahkan tidak boleh bawa senjata (peluru) tajam, hanya peluru karet. Tapi sudahlah, serahkan ke polisi untuk jelaskan itu kepada publik. Kita semua awasilah secara konstitusional, Komisi III mengawasi," ucap dia.