Postingan Jokowi soal UU MD3 di Twitter Berbuah Kritikan Pedas

22 Februari 2018 9:20 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Jokowi (Foto: Biro Pers Setpres)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Jokowi (Foto: Biro Pers Setpres)
ADVERTISEMENT
Revisi UU No 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3) yang disahkan dalam paripurna DPR pada Senin (12/2) terus menuai polemik. Sejumlah kalangan menilai revisi tersebut hanya akan membuat demokrasi Indonesia menjadi mundur.
ADVERTISEMENT
Setidaknya, publik melihat ada tiga pasal dalam UU MD3 yang dianggap bermasalah, yakni pasal 73, pasal 122, dan pasal 245. Isi ketiga pasal tersebut dinilai hanya akan membuat DPR menjadi lembaga superpower dan antikritik. Tak pelak UU tersebut bahkan sudah didaftarkan di Mahkamah Konstitusi (MK) untuk dilakukan judicial review.
Pada Pasal 73 misalnya, disebutkan bahwa DPR berwenang untuk memanggil seseorang atau institusi secara paksa. Pasal 122 mengizinkan DPR mempidanakan orang yang mengkritiknya. Sementara pada Pasal 245, disebutkan bahwa institusi yang ingin memanggil anggota DPR harus mendapat persetujuan dari Majelis Kehormatan Dewan (MKD).
Menanggapi adanya penolakan dari masyarakat, Presien Jokowi rupanya turut serta dalam aksi penolakan tersebut. Melalui akun twitternya, Jokowi menyebut draft UU MD3 sudah berada di mejanya dan ia tak akan menandatanganinya.
ADVERTISEMENT
“Draft UU MD3 sudah ada di meja saya, tapi belum saya tandatangani. Saya memahami keresahan yang ada di masyarakat mengenai hal ini. Kita semua ingin kualitas demokrasi kita terus meningkat, jangan sampai menurun -Jkw” tulis Jokowi, Rabu malam (21/2)
Unggahan Jokowi itu pun seketika dibanjiri oleh komentar netizen. Mereka cukup menyayangkan langkah Jokowi yang hanya mampu menolak menandatangani UU tersebut, tanpa ada solusi lain. Sebabnya, sebuah UU yang diundangkan akan tetap berlaku meski Presiden tak mau menandatanganinya.
“Ketidakadaan tandatangan Presiden tidak menyebabkan UU MD3 menjadi batal, Pak Presiden @jokowi” tulis @Sarah_Pndj
“Wakakkaa pemerintah setuju atau tidak setuju kalau 30 hari enggak ditandatangani secara hukum otomatis sah sebagai UU, belajar lagi ya bong” tulis @Elang_Sutajaya
ADVERTISEMENT
Meski demkian, ada pula netizen yang melihat langkah Jokowi yang menolak menanda tangani UU tersebut sebagai sikap yang patut diapresiasi.
“Begini Bro. Bpk Jokowi, tanda tangan dan tidak juga nggak pengaruh. Toh setelah 30 hari UUMD3 itu akan tetap otomatis berlaku. Tapi kalau Bpk Jokowi tidak tandatangan, paling tidak rakyat akan tahu, bahwa Presiden masih berpihak pada rakyat. Penting untuk 2019” tulis @MuhSujarw4
“Minimal itu adalah pernyataan eksplisit bahwa Presiden berpihak pada rakyat yang hak-hak demokrasinya dikebiri oleh wakilnya sendiri.” tulis @AnneSerlo
Sementara itu, jika melihat Pasal 73 ayat 2 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan disebutkan, “Dalam hal RUU tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak RUU tersebut disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan”
Menkumham Yasonna Laoly (kiri). (Foto: Antara/Wahyu Putro A)
zoom-in-whitePerbesar
Menkumham Yasonna Laoly (kiri). (Foto: Antara/Wahyu Putro A)
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menjelaskan pemerintah sama sekali tak tahu dengan adanya penambahan pasal-pasal yang kontroversial itu. Menurutnya, pemerintah awalnya hanya menyepakati pasal terkait penambahan kursi pimpinan. Ia pun menyebut Jokowi kaget saat mendapatkan penjelasan darinya tentang hasil UU MD3.
ADVERTISEMENT
"Beliau saya jelaskan, beliau 'wah ini kok sampai begini?' ini sudah menjadi heboh di masyarakat. Beliau mempertimbangkan ini menimbulkan perdebatan yang sangat luas di masyarakat," ujar Yasonna di Istana Negara, Jakarta, usai melapor ke Jokowi, Selasa (20/2).