Ratusan Makam Tanpa Nama di Pondok Ranggon: Korban 98 hingga Tunawisma

18 Mei 2018 15:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Monumen dan Prasasti Tragedi 98 (Foto: Moh Fajri/kumpmaran)
zoom-in-whitePerbesar
Monumen dan Prasasti Tragedi 98 (Foto: Moh Fajri/kumpmaran)
ADVERTISEMENT
Sebuah prasasti batu hitam dengan tulisan berwarna emas terpajang di kawasan TPU Pondok Ranggon, Jakarta Timur. Tertulis di atasnya, "Prasasti Tragedi MEI 1998" yang ditandatangani mantan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama pada 13 Mei 2015.
ADVERTISEMENT
Dibangun untuk mengingat tragedi kerusuhan rasial tahun 1998 silam, terpahat untaian doa untuk para korban meninggal dunia. Tertulis pula harapan agar peristiwa serupa tak lagi terulang.
Tak jauh dari letak prasasti itu berada, berdiri monumen berbentuk jarum yang ditusukan ke sebuah kain. Monumen itu adalah simbol bahwa Indonesia telah menjahit luka dan harapan masa lalu untuk kemajuan bangsa.
Monumen dan Prasasti Tragedi 98 (Foto: Moh Fajri/kumpmaran)
zoom-in-whitePerbesar
Monumen dan Prasasti Tragedi 98 (Foto: Moh Fajri/kumpmaran)
Keberadaan prasasti dan monumen di TPU tersebut, tentu ada kaitannya dengan ratusan makam di sekitarnya yang berjejer rapi namun tak bernama. Di nisan makam-makam itu, hanya ada tulisan "Korban Tragedi 13-15 Mei 1998 Jakarta".
Dalam makam-makam itu, bersemayam jasad para saksi sejarah kelam Indonesia saat tragedi 1998.
“Kalau (jasad korban) tragedi 1998 ada di sini khusus. Ada 113 makam, karena itu (pemakaman) masal, tidak bernama,” ujar Kasatpel TPU Pondok Ranggon, Marton Sinaga, saat berbincang dengan kumparan di lokasi, Jumat (18/5).
Monumen dan Prasasti Tragedi 98 di TPU Ranggon. (Foto: Moh Fajri/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Monumen dan Prasasti Tragedi 98 di TPU Ranggon. (Foto: Moh Fajri/kumparan)
Marton melanjutkan, dari total lahan TPU seluas 68 hektar itu, hanya ada satu area dengan luas sekitar 200 meter persegi yang dikhususkan untuk korban tragedi 1998. Selebihnya adalah area pemakaman untuk masyarakat umum.
ADVERTISEMENT
Meski makam itu tak bernama sebab jenazah mereka kala itu sulit diidentifkasi, Marton memastikan setiap makam berisi satu jasad. “Satu makam satu orang, tidak masal. Tetap pemakaman selayaknya,” imbuh Marton.
Makam korban Tragedi 98 di TPU Ranggon. (Foto: Moh Fajri/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Makam korban Tragedi 98 di TPU Ranggon. (Foto: Moh Fajri/kumparan)
Rupanya tak hanya makam korban tragedi 98 yang tak bernama. Sejumlah jasad tunawisma yang meninggal di Jakarta namun tak diketahui asal-usulnya, juga disemayamkan di TPU tersebut dengan batu nisan tak bertuliskan nama.
“Kalau yang tidak ada namanya kan kadang-kadang yang tunawisma, yang meninggal di pinggir jalan. Artinya kita makamkan juga secara layak,” terang Marton.
Jenazah tunawisma dari panti-panti penampungan di Jakarta pun juga dilayani para petugas TPU.
“Yang dari panti kita layani. Jakarta ini kan luar biasa ada dari panti, pinggir jalan enggak panjang umur, enggak ada keluarga ya kita layani. Sesuai kaidah kan harus kita kembalikan ke tanah,” imbuhnya.
Kasatpel TPU Pondok Ranggon Marton Sinaga. (Foto: Moh Fajri/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kasatpel TPU Pondok Ranggon Marton Sinaga. (Foto: Moh Fajri/kumparan)
Marton tak tahu pasti berapa jumlah keseluruhan makam tanpa nama yang ada di TPU Pondok Ranggon. Namun ia memastikan pihaknya akan terus melayani pemakaman jenazah siapa pun, khususnya yang meninggal di DKI, tanpa pilih kasih.
ADVERTISEMENT
“Iya kan TPU, Taman Pemakaman Umum. Jadi umum namanya, asalkan sesuai prosedur yang ada,” tegas Marton yang baru sekitar satu tahun bertugas di TPU Pondok Ranggon.
Peraturan yang dimaksud Marton yakni jenazah setidaknya harus memiliki KTP DKI Jakarta. Namun jika meninggal di wilayah Ibu Kota tapi tak memiliki identitas asli Jakarta, minimal harus ada keterangan dari rumah sakit di Jakarta.
“Artinya visumnya salah satu rumah sakit di Jakarta yang mengeluarkan. Walaupun dia bukan warga DKI, itu tetap menjadi tanggung jawab Pemda DKI,” jelas Marton.
Meski mengaku selalu siap sedia melayani pemakaman warga, Marton tak memungkiri terkadang timnya kewalahan mengurusi proses pemakaman karena kekurangan SDM. Setiap harinya, tak kurang dari 10 sampai 20 jenazah yang harus dimakamkan.
ADVERTISEMENT
“Sebenarnya sudah krisis juga. Kalau enggak ada penambahan lahan, mungkin Oktober ini sudah penuh. Artinya lahan yang matang siap kita pakai,” ungkap Marton.
Di balik keikhlasannya menjalankan tanggung jawabnya mengurusi TPU Pondok Ranggon, Marton berharap ada solusi dari Pemprov DKI Jakarta dalam mengatasi masalah keterbatasan lahan dan SDM tersebut.
“Tiap hari, orang berduka harus dilayani,” tutup Marton.