Saat Menpora Imam Nahrawi Dicecar soal Uang dan Kebohongan

30 April 2019 12:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menpora Imam Nahrawi jadi saksi sidang dugaan suap KONI dengan terdakwa Sekjen KONI Ending Fuad dan Bendahara KONI Johny di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menpora Imam Nahrawi jadi saksi sidang dugaan suap KONI dengan terdakwa Sekjen KONI Ending Fuad dan Bendahara KONI Johny di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi berada dalam pusaran kasus dugaan suap dana hibah Kemenpora kepada KONI. Nama politikus PKB itu beberapa kali disebut dalam kasus tersebut.
ADVERTISEMENT
Imam pun kemudian dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin (29/4). Ia bersaksi untuk terdakwa Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum KONI Johny E Awuy.
Berikut keterangan para saksi maupun Imam dalam persidangan:
Menpora Imam Nahrawi jadi saksi sidang dugaan suap KONI dengan terdakwa Sekjen KONI Ending Fuad dan Bendahara KONI Johny di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Menpora Imam Nahrawi mengaku tidak memantau realisasi penggunaan anggaran dana hibah Kemenpora kepada KONI. Sehingga ia tidak tahu adanya penyalahgunaan uang negara oleh pihak KONI dan anak buahnya di Kemenpora.
Ia berkilah bahwa tugasnya hanya memberikan disposisi kepada ke beberapa pihak terkait seperti Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional, Mulyana, sekaligus pelaksana pengguna anggaran.
Menurut Imam, penentuan layak tidaknya suatu organisasi mendapatkan dana hibah tergantung kajian Deputi dan Tim Verifikasi. Sementara untuk evaluasi kajian keuangan merupakan bagian Inspektorat, APIP dan BPK.
ADVERTISEMENT
Sementara itu Imam menyatakan pertanggungjawabannya hanya melaporkan hal-hal secara umum kepada presiden terkait olahraga dan kepemudaan.
Keterangan Imam itu sempat disebut hakim sebagai bentuk ketidakpedulian Menpora terhadap uang negara yang hilang.
Sebab berdasarkan keterangan pihak KONI, uang sekitar belasan miliar tidak digunakan seusai dengan peruntukannya, bahkan LPJ dibuat fiktif. Hal itu akibat adanya komitmen fee antara KONI dan pihak Kemenpora sebelum ada pencairan dana hibah.
"Saudara sama sekali tidak peduli dengan uang negara ini, uang sudah dibuang. Saya tanya kepada jaksa uang yang negara dari dana hibah ini masih ada miliaran belum kembali ke negara," kata Ketua Majelis Hakim Bambang Hermanto saat menanggapi kesaksian Imam.
Asisten pribadi Menpora Imam Nahrawi, yaitu Miftahul Ulum bersaksi di sidang lanjutan terdakwa Ending Fuad Hamidy, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (25/4). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Imam Nahrawi sempat akan berbohong terkait asisten pribadinya (aspri) bernama Miftahul Ulum. Pertama, Imam menyebut Ulum tidak mengetahui soal pengajuan dana hibah oleh KONI kepada Kemenpora.
Namun setelah jaksa penuntut umum KPK memperlihatkan barang bukti disposisi proposal kepada Ulum sebagai aspri, Imam akhirnya mengakui bahwa Ulum tahu soal pengajuan proposal tersebut.
Posisi Ulum dalam perkara ini diduga sentral. Sebab, Ulum diduga sebagai pihak yang mempercepat realisasi pencairan proposal. Ulum pula yang disebut menentukan besaran fee yang harus diberikan KONI ke pihak Kemenpora terkait pencairan dana tersebut.
Kedua, Imam sempat menyampaikan kepada jaksa KPK bahwa ia mengenal Ulum sejak diangkat jadi Menpora pada 2014.
Mendengarkan kesaksian itu, hakim menyampaikan keterangan Ulum dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Dalam BAP itu menyebutkan Ulum mengenal Imam sejak 2011. Dari BAP itu, Imam akhirnya mengakui bahwa kenal Ulum sejak tahun 2011.
ADVERTISEMENT
Imam mengakui mengenal Ulum semenjak Ulum menjadi sopir di DPW PKB Jawa Timur. Pada tahun 2011 Ulum menjadi sopirnya dan pada 2014 ketika Imam menjadi Menpora, Ulum diangkat sebagai asisten pribadi.
Imam mengakui Ulum sebagai orang kepercayaannya yang bisa diandalkan dalam tugas kedinasan.
com-Ilustrasi Umrah Foto: Shutterstock
Imam mengaku pernah mendapat undangan Federasi Paralayang Asia yang berada di Jeddah, Arab Saudi. Ia pun berangkat ke berserta rombongan Kemenpora termasuk bersama Ulum, untuk menghadiri undangan tersebut. Keberangkatan ke Jeddah itu, kata Imam, menggunakan anggaran perjalanan dinas masing-masing.
"Masing-masing deputi punya anggaran perjalanan dinas, saya sebagai menteri melakukan perjalanan dengan uang dari kesekretariatan Kemenpora," kata Imam. 
ADVERTISEMENT
Imam mengakui karena sedang di Arab, maka ia memanfaatkan momentum itu untuk melakukan ibadah umrah.
Pengakuan Imam menggunakan uang perjalanan dinas untuk umrah itu setelah ia dicecar jaksa KPK. Padahal sebenarnya, uang perjalanan dinas hanya untuk menghadiri undangan federasi.
Jaksa menanyakan hal tersebut lantaran ada bukti transaksi dan pengakuan Fuad bahwa ada aliran dana kepada Ulum saat Ulum ikut umrah.
Bahkan, Fuad menyebut Ulum meminta dana untuk membiayai perjalan umrah tersebut yang kemudian ia sanggupi. Uang yang diberikan itu, kata Fuad, berasal dari fee dana hibah.
Deputi IV Kementerian Pemuda dan Olahraga, Mulyana (kanan) usai diperiksa KPK, Kamis (20/12). Mulyana ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus dana hibah Kemenpora ke KONI. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora, Mulyana, mengubah keterangannya dalam BAP terkait permintaan uang Rp 2 miliar untuk biaya umrah Menpora, Imam Nahrawi.
ADVERTISEMENT
Awalnya jaksa KPK membacakan BAP Mulyana. Dalam BAP itu disebutkan pada Oktober 2018, Imam beserta istrinya, ajudan, protokol dan rombongan Kemenpora pergi umrah. Kegiatan itu memanfaatkan undangan Federasi Paralayang Arab Saudi.
"Ada permintaan dana Rp 2 miliar lebih dari Miftahul Ulum kepada Kemenpora lalu disampaikan ke saya dan Ulum mengatakan minta dana Rp 2 miliar ke Deputi IV dalam membantu perjalanan dinas, apakah ini benar?" tanya jaksa KPK kepada Mulyana.
"Itu sudah direvisi, jadi Rp 2 miliar itu bukan untuk umrah tapi untuk Pekan Raya Taruna di Semarang. Saya revisi," jawab Mulyana.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Kemenpora, Adhi Purnomo (kiri) dan Staf Kemenpora, Eko Triyanto (kanan), "ngobrol" sambil berjalan saat akan menejalani pemeriksaan, di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Kamis (14/4). Foto: Helmi Afandi/kumparan
Hal serupa juga dilakukan staf Kemenpora Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga, Eko Triyanto. Eko mencabut keterangan dalam BAP terkait adanya jatah fee kepada Imam.
ADVERTISEMENT
Awalnya jaksa KPK membacakan BAP Eko. Dalam BAP itu disebutkan adanya kewajiban yang harus dibayarkan oleh pihak ketiga, dalam hal ini penerima dana hibah, untuk pihak Kemenpora.
"Bahwa telah berlaku umum di lingkungan Kemenpora bahwa setiap adanya pencairan dana bantuan kepada pihak ketiga terdapat kewajiban pembayaran bagian fee pihak Kemenpora yang harus dibayar oleh pihak ketiga selaku penerima bantuan," kata jaksa membacakan BAP Eko.
"Bahwa pihak Kemenpora yang menerima bagian fee dari bantuan tersebut adalah Menteri Pemuda dan Olahraga, Deputi bidang terkait yang juga selaku kuasa pengguna anggaran, Asisten Deputi, Kepala Bidang atau PPK, Tim Verifikator, Bendahara dan bagian keuangan dan pihak staf pelaksana," sambung jaksa.
Dalam BAP itu juga, Eko mengakui telah menerima uang dari pihak KONI. Namun, ia meminta BAP terkait dengan adanya penerimaan fee kepada pihak Kemenpora dicabut. Sebab, ia mengaku keterangan itu bukan berasal darinya.
ADVERTISEMENT
"Saya minta dihapus, bukan keterangan saya. Jadi yang nyebut berlaku umum itu Pak Sekjen (KONI Ending Fuad) sebenarnya," tutur Eko
Asisten pribadi Menpora, Miftahul Ulum, usai jalani pemeriksaan sebagai saksi di KPK. Foto: Lutfan Darmawan/kumparan
ADVERTISEMENT
Miftahul Ulum diduga telah menerima uang Rp 11,5 miliar yang berasal dari dana hibah Kemenpora untuk KONI. Uang itu diduga diterima Ulum secara bertahap, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam keterangan di BAP, Fuad menyebut uang kepada Ulum diberikan secara bertahap. Pertama, Rp 3,08 miliar dari Johny melalui orang suruhan Ulum bernama Arif. Lalu, Ulum mendapatkan Rp 2 miliar dari Fuad ketika di Gedung KONI.
Lalu pemberian uang kembali dari Fuad kepada Ulum sebesar Rp 3 miliar yang diberikan dalam bentuk mata uang asing. Serta, pemberian kembali dari Fuad sebesar Rp 3 miliar.
ADVERTISEMENT
"Totalnya Rp 11,5 miliar. Ini betul? tanya jaksa ke Fuad.
"Iya betul," jawab Fuad.
Fuad menjelaskan, uang yang diberikan itu merupakan fee yang berasal dari dana hibah.
Menurut Fuad, kesepakatan soal fee itu sebelumnya memang sudah dibahas dalam rapat. Ia menyebut besaran fee tersebut bisa dinegosiasikan. Ulum yang sempat bersaksi di sidang sebelumnya membantah menerima fee tersebut.
Menpora Imam Nahrawi jadi saksi sidang dugaan suap KONI dengan terdakwa Sekjen KONI Ending Fuad dan Bendahara KONI Johny di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Dalam sidang itu, Johny mengaku pernah berkomunikasi dengan Ulum saat proses kasus dana hibah masih dalam penyidikan di KPK.
Menurut Johny, Ulum menyatakan tidak akan pernah mengaku menerima dana hibah KONI. Selain itu, Johny mengaku Ulum pernah menyebut Imam akan membantu proses hukum.
ADVERTISEMENT
"Dia (Ulum) katakan, 'menpora pasti membantu kita, kita pasti dihukum tapi akan ringan'. Jadi sampai kapan pun, Ulum tidak akan mengaku," kata Johny dalam persidangan.
Terdakwa Ending Fuad Hamidy saat menjalani sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (25/4). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Imam disebut menjadi salah satu pihak yang menerima uang Rp 1,5 miliar. Hal itu diketahui dari 23 daftar nama penerima fee dana hibah Kemenpora kepada KONI.
Nama Imam ditulis dengan inisial M, dijajaran paling atas penerima fee. Menurut Fuad daftar nama itu ditulis atas perintah Ulum. Namun, Imam membantahnya.
"Saya tidak menerima dan saya tidak tahu siapa yang menulis itu," ujar Imam.
Dalam kasus ini, Fuad didakwa menyuap Mulyana, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Purnomo, dan Eko Triyanto.
ADVERTISEMENT
Suap diberikan agar ketiganya membantu untuk mempercepat persetujuan dan pencairan hibah yang diajukan KONI kepada Kemenpora tahun 2018.
Suap yang diberikan berupa uang, handphone, hingga mobil. Untuk Mulyana berupa mobil Fortuner, uang Rp 300 juta, kartu ATM berisi saldo Rp 100 juta, serta satu handphone Samsung Galaxy Note 9. Sementara, untuk Adhi  dan Ekto berupa uang Rp 215 juta.