Saksi: Staf Pribadi Menpora Bisa Percepat Pencairan Proposal KONI

4 April 2019 19:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Asisten pribadi Menpora, Miftahul Ulum, usai jalani pemeriksaan sebagai saksi di KPK. Foto: Lutfan Darmawan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Asisten pribadi Menpora, Miftahul Ulum, usai jalani pemeriksaan sebagai saksi di KPK. Foto: Lutfan Darmawan/kumparan
ADVERTISEMENT
Staf pribadi Menpora Imam Nahrawi, Miftahul Ulum, diduga mempunyai peran dan pengaruh dalam cepatnya pencairan anggaran yang diajukan oleh Komite Olahraga Nasional (KONI) ke Kemenpora.
ADVERTISEMENT
Hal itu dikatakan mantan Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional Kemenpora, Supriyono, saat menjadi saksi untuk Sekjen KONI, Ending Fuad Hamidy, dalam kasus dugaan suap dana hibah KONI.
Menurut Supriyono, setiap kali Fuad mengeluh sulit cairnya anggaran Kemenpora untuk KONI, ia menyarankan untuk menyampaikan hal itu kepada Ulum.
"Kalau peran Pak Ulum, biasanya kalau saya sendiri, kalau dimintai dari KONI, (ditanyain) kok enggak cair-cair (pengajuan dana). (Saya bilang) ke Pak Hamidy, minta tolong ke Pak Ulum saja," kata Supriyono di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (4/4).
Ia menyarankan hal itu karena Ulum merupakan orang dekat Imam Nahrawi. Supriyono mengatakan beberapa kali atas bantuan Ulum, pengajuan dana dari KONI ke Kemenpora selalu berhasil.
ADVERTISEMENT
"Karena dekat dengan Pak Menteri," ujar Supriyono ketika ditanya jaksa alasan menyarankan Fuad agar meminta bantuan Ulum.
Terdakwa Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy (kiri) saat menjalani sidang atas kasus dugaan korupsi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (4/4). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Ia juga mengungkapkan pernah mendapat uang dari KONI Rp 7,3 miliar. Namun, Supriyono menyatakan uang itu merupakan pinjaman Kemenpora kepada KONI untuk kebutuhan kegiatan dan operasional.
Kendati beralasan uang itu untuk pinjaman, Supriyono mengakui bahwa tidak diperbolehkan Kemenpora meminjam uang kepada KONI.
Ia menjelaskan uang itu diterima pada tahun 2018 sebesar Rp 1 miliar dan tahun 2017 sebesar 6,3 miliar. Supriyono menyatakan uang Rp 1 miliar sebagiannya digunakan untuk membeli satu unit mobil Toyota Fortuner untuk mantan Deputi IV Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora, Mulyana.
Supriyono juga mengaku pernah mendapatkan uang Rp 50 juta dari Hamidy sebagai Tunjangan Hari Raya (THR) Idul Fitri.
Deputi IV Kementerian Pemuda dan Olahraga, Mulyana (kanan) usai diperiksa KPK, Kamis (20/12). Mulyana ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus dana hibah Kemenpora ke KONI. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
"Dulu saya pernah pinjam uang ke pihak KONI Rp 1 miliar, lupa tepatnya kapan, tahun 2018. Untuk membiayai kegiatan-kegiatan Kemenpora di program P2ON, dalam perjalanannya uang itu digunakan untuk membelikan mobil tapi mobil sudah dikembalikan. Awal 2017 terima dari KONI Rp 6,3 miliar untuk menutupi kegiatan cabang olahraga," ujar Supriyono.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ia menyatakan pernah memfasilitasi keperluan Ulum dan Imam Nahrawi dalam beberapa kali kegiatan. Total uang yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan seperti buka puasa bersama kurang lebih Rp 20 juta.
"Kalau ada buka bersama umpamanya, pertemuan ini yang sifatnya sama Pak menteri pernah pak, itu ada tagihan disuruh bayar, ada makan di mana, buka puasa pernah," ujar Supriyono saat ditanya jaksa terkait permintaan bantuan dari Ulum kepadanya.
"Tugas saudara biayai kegiatan itu?" tanya jaksa.
"Tidak, tapi perintah pimpinan," jawab Supriyono.
Menpora Imam Nahrawi tiba di gedung KPK untuk diperiksa terkait kasus hibah dana Kemenpora untuk KONI. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Di kasus ini, Fuad didakwa menyuap Mulyana, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Purnomo, dan staf Kemenpora bernama Eko Triyanto.
Suap diberikan agar ketiganya membantu untuk mempercepat persetujuan dan pencairan hibah yang diajukan KONI kepada Kemenpora tahun 2018.
ADVERTISEMENT
Suap yang diberikan berupa uang, handphone, hingga mobil. Untuk Mulyana berupa mobil Fortuner, uang Rp 300 juta, kartu ATM berisi saldo Rp 100 juta, serta satu handphone Samsung Galaxy Note 9. Sementara untuk Adhi Purnomo dan Ekto Triyanto berupa uang Rp 215 juta.