Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Tehyan Tak Lagi Laku, Goyong Hidup dari Memulung
4 Mei 2018 15:52 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Mudah saja menemukan tempat tinggal Goyong, terlebih namanya sudah tersohor di perkampungan pecinan Tjoek Tek Bio, Mekarsari, Tangerang.
Meski menyandang predikat sebagai seniman dan pengrajin tehyan satu-satunya, kehidupan Goyong jauh dari kemewahan. Halaman rumah kakek berusia 66 tahun itu penuh dengan tumpukan karung-karung besar berisi botol plastik.
Di rumah seluas 8x20 meter itu, Goyong tinggal bersama istri, 8 anak, 2 menantu dan 3 cucunya. Anaknya yang paling bungsu masih kelas 6 SD sedangkan anaknya yang paling besar bekerja sebagai driver ojek online.
Goyong menyebut penjualan alat musik tehyan yang semakin menurun, membuat dia harus menyambung hidup dengan memulung botol-botol plastik.
"Ya kan pesanan Tehyannya tidak setiap hari, jarang-jarang gitu. Jadi disambi sama ngumpulin rongsokan plastik. Nanti dijual," ujar Goyong saat ditemui kumparan (kumparan.com) di rumahnya pada Rabu (2/5).
ADVERTISEMENT
Dalam sebulan, Goyong bisa mengumpulkan botol-botol plastik sebanyak tiga mobil angkutan dan dijual seharga Rp3 juta rupiah kepada pengepul. Goyong menambahkan, uang Rp3 juta tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan harian selama 2 bulan.
Sementara itu, dari delapan anak Goyong, hanya satu yang melanjutkan sekolah. Ia adalah Dara, anak bungsu Goyong yang berusia 10 tahun dan duduk di bangku kelas 6 SD.
"Cuma satu yang sekolah, itu anak yang bungsu. Kalau lulus sebentar lagi masuk SMP dia. Saya pengennya bisa sekolahin anak-anak sampai tinggi," ujar Goyong.
Sedangkan tujuh lainnya hanya tamat hingga pendidikan SD. Ovan (17) anak ke-6 Goyong memilih putus sekolah saat SD karena tidak lulus ujian nasional. Kini Ovan sering menemani Goyong saat pentas atau membantu memulung botol-botol bekas.
Meski hidup dalam keterbatasan, Goyong mengaku hasil dari memulung dan membuat tehyan sudah cukup memenuhi kebutuhan.
ADVERTISEMENT
"Ya cukup. Kan ya, biar yang pesan tehyan jarang-jarang ya lumayan lah Rp300 ribu sampai Rp500 ribu itu dapat. Buat makan," kata Goyong.
Goyong berharap anak-anak muda Indonesia bisa terus memupuk niat untuk bermain musik tehyan karena tehyan adalah bagian dari warisan leluhur yang harus dijaga dan dilestarikan.