TGB: Lombok Tidak Lumpuh

27 Agustus 2018 10:14 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana pengungsian Gempa di Lombok (Foto: Dwi Herlambang/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana pengungsian Gempa di Lombok (Foto: Dwi Herlambang/kumparan)
ADVERTISEMENT
Trauma mendalam masih pekat di pengungsian korban gempa Lombok Utara. Mau siapapun dia, menghadapi 1.089 gempa dalam satu bulan terakhir bukanlah perkara mudah. Belum lagi, harta benda dan nyawa keluarga yang amblas begitu saja.
ADVERTISEMENT
Lombok tegar dan akan pulih seperti sediakala, semua percaya. Tapi, luka adalah luka. Sekeping bantuan atau dua amat berharga, tentu. Namun, semua butuh waktu. Sekelumit nyinyir publik —yang justru bukan korban—di ruang hampa sama sekali tak membantu.
Ada yang menyebut bencana datang sebagai azab karena Gubernur NTB TGB Zainul Majdi mendukung petahana lanjut berkuasa. Banyak juga yang mengkritik keras bahwa korban tak mendapat logistik layak secara merata. Hingga, desakan menaikkan status bencana Lombok sebagai bencana nasional.
Segala hal untuk politisasi bencana. Padahal TGB sendiri sepakat, “Gempa itu kemanusiaan. Enggak usah dipolitisasi.”
Pagi hari saat Hari Raya Idul Adha, Rabu (22/8), TGB salat Idul Adha di Desa Kayangan, Lombok Utara, daerah dengan jumlah korban terbanyak. Dari sana, ia mengadakan rapat dengan pangdam di posko utama lapangan Kecamatan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara.
ADVERTISEMENT
Dalam sebuah kesempatan, kumparan mengorek pendapat TGB soal kritik-kritik pedas di atas. Berikut kutipan wawancaranya.
Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Gubernur Nusa Tenggara Barat, TGH Zainul Majdi tinjau bangunan masjid yang rubuh akibat gempa bumi, Lombok, Selasa (14/8/2018). (Foto: biro press)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Gubernur Nusa Tenggara Barat, TGH Zainul Majdi tinjau bangunan masjid yang rubuh akibat gempa bumi, Lombok, Selasa (14/8/2018). (Foto: biro press)
Sepertinya masyarakat NTB perlu suntikan semangat dari Anda...
Jadi saya menyampaikan kepada saudara-saudara, bahwa dalam keyakinan kita sebagai umat beragama, semua musibah dan bencana itu adalah ujian dan cobaan, bukan azab. Dalam tuntunan agama, musibah dan bencana itu untuk mengangkat derajat menghapus dosa, dan untuk melipatgandakan kebaikan.
Artinya, sesungguhnya di balik musibah dan bencana itu selalu ada kebaikan-kebaikan yang akan dapat kita peroleh kalau kita sabar dan syukur. Saya lihat saudara-saudara kami punya kesabaran dan kesyukuran itu.
Mereka tidak minta apa-apa, hanya berharap agar proses rehabilitasi dan rekonstruksi dimulai segera. Karena, mereka sendiri mengatakan, kami ini tidak mau terus-terusan dikasih makan oleh orang; kami tidak mau terus-terusan menjadi objek belas kasihan; kami ingin segera hidup normal dan bekerja.
ADVERTISEMENT
Itu artinya optimisme. Saya pikir itulah jati diri dari masyarakat NTB, khususnya di Lombok Utara.
Apakah Lombok saat ini sedang lumpuh?
Tidak benar lombok itu lumpuh. Memang ada bagian (Lombok), baik itu Lombok utara, barat, maupun timur yang terkena dampak gempa ini secara maksimum. Tapi ingat bahwa Lombok atau NTB itu tidak hanya bagian utara, tapi juga ada bagian selatan dan tengah.
Banyak sekali kawasan-kawasan kita yang sesungguhnya tidak terdampak oleh gempa ini. Lombok tidak berhenti. Kehidupan tetap berjalan, termasuk dalam menangani pascabencana. Itu faktanya.
Sehingga kami ingin menyampaikan bahwa datanglah lihat Lombok dan NTB. Kami tetap bergerak.
(Saya) tentu menyampaikan kepada para stakeholder pariwisata, bahwa sesungguhnya di Lombok fasilitas-fasilitas akomodasi, transportasi, dan hal-hal yang terkait pariwisata di banyak tempat masih normal.
Kondisi Gili Trawangan setelah gempa, Selasa (7/8). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi Gili Trawangan setelah gempa, Selasa (7/8). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Soal distribusi bantuan logistik tidak merata, tanggapan Anda?
ADVERTISEMENT
Kritik itu kami anggap dan kami terima sebagai satu nasihat dan satu harapan. Jadi, kami terima dengan baik dan dari waktu ke waktu kami terus perbaiki.
Cerita atau peristiwa-peristiwa yang menunjukkan logistik belum merata, itu biasanya pada awal bencana, jadi sekitar 4-5 hari. Tapi setelah itu, seiring dengan kemampuan kami untuk menjangkau titik-titik terjauh, kami yang menjangkau mereka.
Karena banyak masyarakat kami yang trauma karena ada warning tsunami, mereka naik. Mereka nggak mau turun berhari-hari. Tidak bisa roda empat, (pakai) roda dua. Tidak bisa roda dua, kami bawakan logistik dengan dipanggul. Teman-teman TNI, Polri, dan Basarnas itu luar biasa menjangkau.
Nah, sekarang relatif sudah semakin baik manajemen logistik. Mudah-mudahan terus membaik.
ADVERTISEMENT
Berarti semua warga sudah mendapatkan bantuan logistik?
Kalau sekarang sudah terjangkau semua. Sudah kami data semua titik-titiknya.
Bukan hanya per desa dan per dusun. Yang banyak terjadi di kecamatan yang agak tinggi adalah satu dusun itu bisa sampe 10-15 titik pengungsian. Jadi, tidak semua tempat itu menyatu di satu lapangan yang besar. Mungkin pada awal-awal ada titik-titik yang belum terjangkau karena terpencar.
Banyak netizen yang mengkritik pemerintahan NTB terkait penanganan bencana ini. Tanggapan Anda?
Saya dengan teman-teman di sini, kami selalu menangkap isu tersebut sebagai harapan baik. Semua masyarakat yang melihat tayangan tentang bencana Lombok ini pasti tersentuh. Dari perasaan tersentuh itu mungkin kemudian tumbuh harapan supaya ini cepat ditangani.
ADVERTISEMENT
Jadi, menangkapnya dalam konteks itu. Saya berhusnuzan memang itu harapan dari kami semua supaya maksimal.
Saya ingin sampaikan, bagi kami di NTB, pemerintah daerah masih berfungsi. Yang menjadi hal yang paling penting bagi kami bukan status bencana, tapi penanganannya seperti apa.
Seribu Gempa di Lombok (Foto: Basith Subastian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Seribu Gempa di Lombok (Foto: Basith Subastian/kumparan)
Bagaimana perkembangan terkini pembangunan kembali Lombok utara?
Nah, dari proses terjadi bencana sampai sekarang, saya bisa mengatakan bahwa sesungguhnya sumber daya nasional yang dimobilisasi di NTB, baik itu berupa personel, alat-alat, dan sumber keuangan itu menurut saya sangat optimal.
Di sini sekarang sudah ada 6.000-an personel TNI dan Polri didatangkan dari luar NTB untuk bekerja bersama masyarakat menangani masa tanggap darurat sambil mempersiapkan untuk rehabilitasi bangunan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Recovery itu sudah diberikan timeline oleh pemerintah pusat. Kemarin sudah ditetapkan melalui Bapak Wakil Presiden bahwa rumah harus selesai direhabilitasi enam bulan ke depan. Sedangkan fasum (fasilitas umum) dan fasos (fasilitas sosial) satu tahun ke depan. Itu yang kami kawal sekarang.
Sempat ramai desakan untuk status bencana nasional, apakah perlu?
Saya sih berbaik sangka ya. Bahwa desakan itu agar penanganan bisa maksimal.
Tetapi secara kenyataan, walaupun tidak ditetapkan sebagai bencana nasional, tetapi saya merasakan sendiri sejak awal bahwa seluruh sumber daya nasional itu maksimal. Penuh dengan kekuatan maksimal itu datang ke mari.
Baik itu TNI-nya atau Polrinya. Sekarang di lapangan sudah ada personil TNI-Polri yang dikirim dari luar daerah untuk proses tanggap darurat dan seterusnya. Kemudian dari kementerian lembaga dan lain saya lihat sudah maksimal.
ADVERTISEMENT
Menurut saya lebih baik kita fokus pada esensi penanganan daripada kita meributkan status bencana ini.
Potret di tengah reruntuhan gempa, Lombok Barat (Foto: ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi)
zoom-in-whitePerbesar
Potret di tengah reruntuhan gempa, Lombok Barat (Foto: ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi)
Terkait fasilitas umum, sekolah darurat tidak merata di sini. Apa strateginya supaya sekolah bisa berjalan seperti biasa?
Strateginya sederhana: melengkapi tempat-tempat yang memerlukan prasarana darurat.
Nah, dari kementerian per hari ini sudah ada sekitar 80-an lokasi yang disiapkan tenda untuk pembelajaran darurat. Itu biasanya di halaman sekolah yang rusak. Yang rusak itu sekolahnya cukup banyak, mungkin sekitar 400 sampai 500 sekolah, termasuk juga pesantren, sekolah swasta, dan madrasah itu banyak. Tidak boleh ada pembedaan.
Sehingga itu yang sekarang jadi prioritas kita bahwa penyiapan sarana darurat pendidikan itu harus segera dibangun.
Reruntuhan bangunan akibat gempa Lombok. (Foto: Dwi Herlambang/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Reruntuhan bangunan akibat gempa Lombok. (Foto: Dwi Herlambang/kumparan)
------------------------
Simak selengkapnya upaya Lombok Bangkit dari keterpurukan pasca-gempa dalam Liputan Khusus kumparan.
ADVERTISEMENT