Kritik Sistem Satu Arah Saat Arus Mudik, Bisa Buat Kagok Pengemudi

17 Mei 2019 6:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Cikampek-Cikarang Utama satu arah Foto: Rachmadin Ismail/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Cikampek-Cikarang Utama satu arah Foto: Rachmadin Ismail/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemerintah bersama Kakorlantas Polri, Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), dan PT Jasa Marga Tbk akan menerapkan rekayasa lalu lintas sistem satu arah saat arus mudik dan balik Lebaran 2019.
ADVERTISEMENT
Skema sistem satu arah pada ruas tol Trans Jawa ini diberlakukan mulai dari km 29 Cikarang Utama sampai km 262 gerbang Brebes Barat untuk arus mudik pada 30 Mei sampai 2 Juni nanti. Sementara pada arus balik, di mulai dari gerbang Palimanan (km 189) sampai km 29 yang berlaku pada 8 sampai 10 Juni.
Rekayasa lalu lintas ini diharapkan dapat mengurai kemacetan pada puncak arus mudik dan balik.
Contraflow Km 32. Foto: Sari Kusuma Dewi/kumparan
Namun amankah penerapan ini? Dari kacamata keselamatan lalu lintas, khususnya pada jalur kanan, ternyata punya potensi berbahaya karena jalur yang sebelumnya berlawanan, dibuat khusus untuk arah sebaliknya.
“Ketika itu terjadi (penerapan satu arah) mengurai kemacetan, maka di jalur berlawanan sayangnya angka tingkat kecelakaan lebih tinggi,” jelas instruktur sekaligus pendiri Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu kepada kumparan, Kamis (16/5).
ADVERTISEMENT
Dijelaskan Jusri, potensi kecelakaan bisa terjadi karena pengemudi tidak terbiasa mengendarai pada jalur berlawanan. Ini membuat kecenderungan kagok saat menyetir terjadi.
Pemudik terjebak macet di Tol Jakarta-Cikampek. Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Papar Jusri sebenarnya masuk akal, sebut saja rambu-rambu lalu lintas yang akan susah terlihat karena posisinya terbalik.
Kemudian dari arah laju kendaraan. Sesuai aturan, menyalip kendaraan harus dari kanan (UU LLAJ Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 109 Ayat 1), bukan dari kiri, ini artinya lajur paling kanan (sebelum bahu jalan) dipersepsikan sebagai lajur cepat, sementara lokasi rest area berada di kanan, artinya ketika tidak hati-hati mengamati mobil yang menuju lokasi tersebut, potensi tabrakan belakang bisa terjadi.
Rest area KM 39 Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Belum lagi keadaan darurat menepi di bahu jalan sebelah kiri, bila melintas jalur berlawanan, maka harus menepi pada lajur bahu jalan di sebelah kanan.
ADVERTISEMENT
“Semua rambu tidak dikondisikan contra flow, kemudian area fasilitas di kanan semua, sedangkan di kanan itu adalah jalur cepat, untuk menyalip di kanan, bukan di kiri. Saat yang sama jalur exit di kanan, jadi peluang kecelakaan bisa lebih tinggi,” tambahnya.
Pengalihan di Jalur Exit Tol Bulakamba. Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Lebih dari itu, Jusri bukannya melarang pengemudi masuk jalur yang berlawanan. Hanya saja sebelum benar-benar melintasinya, pahami dulu segala risiko dan aspek keselamatannya.
“Sebagai persiapan, pemerintah harus mulai sosialisasi kepada pengemudi yang masuk jalur kanan agar tidak canggung dan mampu berpersepsi (memahami keadaan) dengan baik,” tuntas Jusri.