Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Pintu Ekspor Otomotif Terbuka ke Australia, Produsen Mobil Masih Bisu
13 Maret 2019 11:37 WIB
Diperbarui 20 Maret 2019 20:07 WIB
ADVERTISEMENT
Setelah berunding selama sembilan tahun, Indonesia-Australia akhirnya mengeskalasi level hubungan bilateral, dengan penandatanganan perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif kedua negara (IA-CEPA) pada 4 Maret 2019.
ADVERTISEMENT
IA-CEPA memberikan sejumlah keuntungan bagi Indonesia, antara lain dihapuskannya bea masuk impor seluruh pos tarif Australia menjadi nol persen. Menteri Perindustrian RI Airlangga Hartarto menyebut, kesepakatan ini berpotensi meningkatkan ekspor produk otomotif, khususnya mobil listrik dan hybrid.
Dalam sepuluh tahun terakhir, industri otomotif di Australia menutup pabriknya karena Australia dianggap tak menguntungkan buat produsen mobil. Untuk memenuhi kebutuhan kendaraan roda empat, selama ini Australia mengandalkan impor dari beberapa negara seperti Thailand, Jepang, China, dan India.
“Dengan demikian, potensi pasar otomotif di Australia sebesar 1,1 juta sudah terbuka bagi produsen Indonesia,” tutur Airlangga dalam keterangan resmi yang diterima kumparan, Selasa (12/3).
Menurut Johannes Nangoi, Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), industri otomotif dalam negeri harus tanggap menangkap peluang itu. Sebab Indonesia merupakan negara yang terdekat dengan Australia.
ADVERTISEMENT
“Ini targetnya kami bisa ekspor ke sana, apalagi melihat posisi Indonesia yang paling dekat dengan Australia dan mereka tak ada industri otomotifnya. Dengan begitu, bila kami punya basis industri bisa ekspor ke sana, ya memang itu sudah dibuka, dan kita pelajari kemungkinan-kemungkinannya,” kata Nangoi kepada kumparan.
Baru Mitsubishi yang Merespons
Menanyakan pada beberapa merek otomotif yang punya basis produksi di dalam negeri, baru PT Mitsubishi Motors Krama Yudha Indonesia (MMKI) yang merespons.
Prianto, MMKI HR & GA Director mengatakan, penandatangan IA-CEPA berpotensi memperluas perdagangan dan investasi antara kedua negara. Namun, saat ini MMKI belum ada rencana untuk mengekspor mobil ke sana.
“Namun kami akan mempertimbangkan tujuan ekspor sesuai dengan permintaan pasar. Untuk memberikan kontribusi bagi ekonomi Indonesia, kami akan ikut serta melalui pengembangan bisnis produksi di masa yang akan datang,” ucap Prianto.
Sementara Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) sampai berita ini tayang, belum merespons. Sementara Nissan Motor Indonesia (NMI) mengaku belum memiliki informasi yang bisa disampaikan terkait hal tersebut saat ini.
ADVERTISEMENT
Lalu PT Suzuki Indomobil Sales (SIS), yang juga sudah pernah menjamah pasar Australia lewat produknya APV, belum juga mau memberikan konfirmasinya.
Potensi
Bila melihat potensinya Negeri Kanguru tersebut tiap tahunnya bisa menjual 1,1 juta unit mobil, terlebih saat ini sudah tak ada lagi pabrik otomotif di sana. Sehingga seluruh mobil yang dipasarkan datang dari luar negeri.
Ini dimulai sejak Australia gencar melakukan serangkaian perjanjian perdagangan bebas atau Free Trade Agreement ( FTA), untuk membuka akses pasar buat meningkatkan ekspor sektor pertaniannya. Ini menyebabkan pasar domestik mereka semakin terbuka lebar, dan serbuan produk impor termasuk otomotif semakin tak terbendung.
Ini yang kemudian memperkecil alasan untuk memproduksi mobil di dalam negeri, khususnya dari kacamata ekonomi. Lantas satu per satu produsen otomotif angkat kaki dari sana mulai dari Nissan pada 1992, kemudian diikuti Ford, Toyota dan terakhir General Motor (GM).
ADVERTISEMENT
Dari total pasar otomotif, sekitar 70 persen komposisinya diisi mobil penumpang, dan sisanya komersial. Merek mobil paling laris di Australia antara lain Mazda 3, Toyota Corolla, Camry, Holden Toyota RAV 4, dan Hyundai i30. Kemudian dari SUV ada Toyota Hilux, Ford Ranger, serta Isuzu D Max yang mencatatkan penjualan moncer.
Sejak lima tahun belakangan, volume pasar mobil di sana tidak bergeser jauh. Permintaan pasar tertinggi terjadi pada 2016, sebanyak 1,17 juta unit. Karakter pasar itu pun hampir serupa dengan Indonesia.