Riset 6 Universitas: Mobil Hybrid Lebih Cocok dengan Kondisi Indonesia

21 Mei 2019 9:23 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Model menunjukan teknologi pengisian energi untuk mobil plug-in hybrid. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Model menunjukan teknologi pengisian energi untuk mobil plug-in hybrid. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Proyek penelitian kendaraan listrik atau Electrified Vehicle Comprehensive Study dari 6 perguruan tinggi: Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Sebelas Maret (UNS), Institut Sepuluh Nopember (ITS) dan Universitas Udayana, telah selesai.
ADVERTISEMENT
Penelitian yang dimulai pada Juli 2018 lalu rampung pada April 2019 kemarin. Hasil riset ini akan menjadi masukan buat pemerintah dalam menerapkan kebijakan pengembangan kendaraan listrik: hybrid electric vehicle (HEV), plug-in hybrid vehicle (PHEV), dan battery electric vehicle (BEV), untuk mengurangi ketergantungan bahan bakar fosil dan menurunkan emisi.
Tak hanya itu, studi juga dilakukan buat memahami lebih dalam aspek yang bisa mempengaruhi pengembangan kendaraan elektrifikasi di Indonesia, khususnya soal preferensi konsumen. Selain itu, dari sisi industrinya, meliputi rantai pasok serta kebutuhan infrastruktur pendukung.
Agus Purwadi, Ketua Tim Riset ITB yang juga sebagai perwakilan 6 universitas merekomendasikan pada tahap transisi ini, penerapan kendaraan hybrid dan plug-in hybrid lebih pas, ketimbang langsung sepenuhnya listrik.
ADVERTISEMENT
“Memang trennya di dunia itu ke arah mobil listrik, tapi pada aplikasinya dalam kajian kami, masih bergantung negara setempat, seperti Norwegia berbeda dengan negara Eropa lain, beda dengan Amerika, beda dengan Jepang, China dan lainnya termasuk Indonesia,” tutur Agus kepada kumparan.
Peresmian EV Charging Station diselenggarakan di gedung BPPT, Thamrin. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Salah satu alasannya lainnya, kata Agus, kendaraan full electric (Battery Electric Vehicle/BEV) buat pasar Indonesia, harganya juga dirasa masih terlalu mahal. Orang juga masih khawatir jarak tempuh dan lamanya pengisian, yang tak secepat bensin. Jadi masih ada kekhawatiran itu bila langsung ke listrik.
“Mungkin bila ke depannya harga baterai sudah mulai turun atau murah, kita bisa mulai mengaplikasikannya. Diprediksi baru terjadi setelah tahun 2025,” ucapnya.
Senada dengan Agus, Riyanto Umar, Peneliti dari LPEM Universitas Indonesia mengungkapkan, mengembangkan PHEV (Plug in Hybrid EV) jauh lebih realistis. Kendaraan ini bisa segera diimplementasikan tanpa harus menunggu pembangunan fasilitas pengisian baterai.
ADVERTISEMENT
“Mobil PHEV untuk pemakaian jarak pendek, efisiensi dan emisinya sudah bisa mendekati BEV. Indonesia disarankan masuk ke mobil listrik secara bertahap,” ujarnya.

Hybrid Pangkas Konsumsi BBM 50 Persen

Riset yang dilakukan enam perguruan tinggi tersebut menggunakan metode pengujian, yang mewakili penggunaan sehari-hari di dalam kota yang padat. Ada tiga jenis mobil yang digunakan, yaitu bermesin konvensional, hybrid, dan plug-in hybrid.
“Pengujian per hari minimal 50 kilometer di mana ini merupakan pola kebiasaan mobilitas masyarakat perkotaan. Hasilnya, bisa mengurangi konsumsi BBM sampai 50 persen sementara untuk plug-in hybrid malah bisa mencapai 70 persen,” kata Agus.
Pada saat pengetesan, karakter berkendaranya tak dibuat-buat atau tak mengejar keiritan, real driving sesuai dengan kebiasaan pengendara di kota besar Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Jadi orang yang sama akan mencoba tiga jenis mobil yang disediakan, dengan pola yang ditentukan, selama dua minggu dan kemudian berganti lagi menggunakan yang lain. Begitu juga kapasitas penumpang yang juga ikut dicatat,” ucapnya.