Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
9 Perubahan pada Tubuh Manusia jika Hidup di Luar Angkasa
9 Mei 2018 13:52 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
ADVERTISEMENT
Umat manusia terobsesi untuk tinggal di luar angkasa, baik itu pindah ke Bulan, ke Mars, atau planet lainnya yang punya unsur-unsur penting seperti di Bumi.
ADVERTISEMENT
Atas dasar itu, penelitian pun mulai dilakukan untuk melihat efek dari tinggal di luar angkasa dalam waktu lama, mengingat keadaan di Bumi dan di luar angkasa sangatlah berbeda. Contohnya saja, gravitasi di luar angkasa lebih lemah daripada di Bumi dan kemungkinan terkena radiasi lebih besar ketika berada di luar angkasa.
Berikut adalah sembilan perubahan yang akan terjadi pada tubuh manusia bila tinggal dalam waktu lama di luar angkasa, sebagaimana dikutip dari Business Insider .
1. Darah dan Cairan Tubuh Tidak Mengalir
Gravitasi membantu darah dan cairan dalam tubuh mengalir dari kepala hingga ke kaki. Akibat tidak adanya gravitasi, darah pun menumpuk di dalam kepala dan sulit untuk diedarkan hingga ke kaki. Menurut NASA, saat Scott Kelly, salah satu astronaut NASA berada di luar angkasa, kepalanya menyimpan 2 liter cairan tubuh.
ADVERTISEMENT
2. Wajah akan terlihat lebih gemuk
Wajah astronaut sering kali terlihat lebih gemuk seperti bengkak. Hal ini dikarenakan cairan tubuh dan darah tidak bisa diedarkan dengan baik dan menumpuk di kepala, sehingga wajah pun terlihat bengkak.
3. Pandangan mata menjadi lebih buram
Sama seperti dua hal di atas, cairan tubuh yang tidak mengalir ke kaki menyebabkan mata menjadi lebih buram. Cairan tubuh yang berkumpul bisa menjepit saraf mata dan menyebabkan pandangan jadi kabur.
Karena itu, NASA sedang mencari cara untuk mencegah hal ini. Sebab, penumpukan cairan tubuh dan darah di kepala dikhawatirkan dapat menimbulkan masalah serius seperti kebutaan.
4. Berkurangnya kepadatan tulang
Tanpa olahraga yang cukup, astronaut bisa kehilangan 12 persen kepadatan tulang setiap tahunnya, sama seperti perempuan yang mengalami menopause. Tanpa gaya gravitasi, tubuh bekerja jauh lebih sedikit, sehingga terjadi kerusakan otot dan hilangnya kepadatan tulang. Karena itu, para astronaut harus rajin berolahraga dengan mesin khusus yang ada di stasiun luar angkasa.
ADVERTISEMENT
5. Massa otot akan berkurang
Otot menjadi tidak berguna dalam kondisi tanpa gravitasi. Karena itu, terjadilah atropi atau penyusutan jaringan otot. Sama seperti tulang, penyusutan otot pun bisa dikurangi dengan melakukan olahraga.
6. Tubuh menjadi lebih tinggi
Tidak adanya gravitasi membuat penekanan pada tulang-tulang belakang menjadi berkurang, sehingga tubuh pun meregang dan menambah tinggi badan hingga 3 persen. Setelah berada di luar angkasa, tinggi tubuh astronaut Scott Kelly naik hingga 5 centimeter, namun kembali normal setelah berada di Bumi.
7. Lebih mudah mengantuk
Astronaut biasanya hanya tidur sekitar enam jam setiap harinya karena tidur di luar angkasa itu terasa aneh bagi mereka. Oleh karena itu, mereka jadi kurang tidur dan rasa kantuk pun akan lebih mudah datang menyerang mereka.
ADVERTISEMENT
8. Berisiko tinggi terkena kanker
Di luar angkasa tidak ada atmosfer yang melindungi kita dari radiasi seperti di Bumi. Karena itu, kemungkinan terkena radiasi pun lebih besar. NASA membatasi paparan radiasi pada astronaut pria hanya sebesar 3.250 milisievert dan astronaut perempuan 2.500 milisievert. Besaran 3.250 milisievert itu setara dengan radiasi 400 CT Scan perut.
9. Kode genetik yang berubah
Baru-baru ini dilakukan studi pada astronaut Scott Kelly yang pergi ke luar angkasa dan kembarannya yang tetap berada di Bumi. Hasilnya menunjukkan, setelah setahun berada di luar angkasa, gen pada tubuh Scott Kelly berubah sebesar tujuh persen dan membuatnya berbeda dari saudara kembarnya.
Gen yang berubah ini belum kembali secara normal meski Scott Kelly telah kembali ke Bumi. Entah perubahan gen ini akan bersifat permanen atau butuh waktu yang lebih lama lagi untuk kembali normal, para peneliti masih terus mengamati dan menyelidikinya.
ADVERTISEMENT