Gajah Purba Stegodon di Majalengka Mati Meninggalkan Gading

25 Januari 2019 7:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Fosil sepasang gading Stegodon yang ditemukan di Majalengka (Foto: Utomo Priyambodo/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Fosil sepasang gading Stegodon yang ditemukan di Majalengka (Foto: Utomo Priyambodo/kumparan)
ADVERTISEMENT
Seperti kata peribahasa, gajah mati meninggalkan gading. Hal itulah yang benar-benar dilakoni gajah purba jantan yang satu ini.
ADVERTISEMENT
Gajah purba tua ini bernama Stegodon.
Stegodon yang berbobot tubuh sekitar 9.000 kilogram ini mati di usia sekitar 50 hingga 60-an tahun. Tingginya mencapai sekitar 3 meter. Badannya padat berisi.
Penyebab dia tutup usia, besar kemungkinan, adalah karena terperosok ke dalam rawa. Tubuhnya jungkir balik di dalam rawa. Badannya jadi telentang dan terjebak di tempat itu sampai ujung napasnya.
Ilustrasi Stegodon (Foto: DiBgd via Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Stegodon (Foto: DiBgd via Wikimedia Commons)
Hikayat gajah purba ini bukan dongeng fabel semata. Cerita disampaikan oleh tim peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yang menemukan fosil sepasang gading milik seekor Stegodon tua di pinggir sebuah sungai di Majalengka, Jawa Barat.
“Kita ketemu fosil itu melingkep begini, terbalik,” kata Yan Rizal, anggota tim penelitian tersebut, sembari membalik telapak tangannya. “Nah di situ, kalau kita lihat dari posisi gajahnya, kemungkinan gajah itu masuk ke dalam suatu daerah yang tanahnya lumpur.”
ADVERTISEMENT
Pria bergelar doktor dari Universitat Zu Koln di Jerman yang kini menjabat sebagai kepala program studi S2 dan S3 teknik geologi ITB itu menuturkan kepada kumparanSAINS, tubuh Stegodon lansia ini terbalik di dalam rawa karena mencoba mencari napas.
“Nah biasanya kan dia itu mencari napas, dia akan berusaha naik begini. Sehingga posisinya akan terbalik. Dia membalik badan, itu posisinya akan terbalik. Nah itu yang pertama kita tafsirkan dari situ,” papar Yan, masih sambil membolak-balikkan tangannya.
Dr. Yan Rizal, Anggota Tim Penelitian Stegodon ITB (Foto: Utomo Priyambodo/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Dr. Yan Rizal, Anggota Tim Penelitian Stegodon ITB (Foto: Utomo Priyambodo/kumparan)
Soal usia Stegodon yang sudah lansia, yakni mencapai sekitar 50 sampai 60-an tahun, itu peneliti tafsirkan dari bentuk sepasang gading yang ditemukan. Masing-masing ujung dari sepasang gading Stegodon ini tampak sudah sangat aus, tak lagi membulat.
ADVERTISEMENT
Ujung gading yang sudah sangat aus itu, menurut tim peneliti, menandakan bahwa Stegodon ini sudah sangat tua.
“Karena kalau dia masih muda, gadingnya itu akan bulat bagian depannya,” ujar Miza Rizki Puspaningrum yang turut menjadi anggota tim penelitian.
Menurut perempuan penyandang gelar PhD dari University of Wollongong di Australia itu, ujung gading Stegodon ini sangat aus karena sudah “sering kegesrek dipakai untuk nyari makanan” dan “sering dipakai untuk bertarung.”
“Jadi, dia semakin tua itu, semakin pipih bagian ujung gadingnya. Jadi terpoles gitu,” kata Mika menerangkan.
Mika Rizki Puspaningrum S.Si., M.T., Ph.D., Anggota Tim Penelitian Stegodon (Foto: Utomo Priyambodo/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Mika Rizki Puspaningrum S.Si., M.T., Ph.D., Anggota Tim Penelitian Stegodon (Foto: Utomo Priyambodo/kumparan)
Sepasang Gading Terbesar dan Terpanjang
Sepasang gading Stegodon yang ditemukan pada April 2018 ini masing-masing memiliki panjang lurus dari ujung ke ujung sekitar 3,3 meter dan panjang lengkung sekitar 3,6 meter.
ADVERTISEMENT
Jika disesuaikan letaknya dengan kepala Stegodon pada umumnya, maka tinggi gading ini adalah 1 meter.
Menurut Mika, berdasarkan proporsi ukuran tubuh Stegodon pada umumnya, tinggi gading Stegodon adalah sepertiga dari tinggi tubuhnya. “Jadi kalau tinggi gadingnya itu sekitar 1 meter, nah itu tinggi individunya sekitar 3 meter lah,” ujarnya.
Proses penggalian fosil Stegodon di Majalengka (Foto: Dok. ITB)
zoom-in-whitePerbesar
Proses penggalian fosil Stegodon di Majalengka (Foto: Dok. ITB)
Dengan tinggi badan yang mencapai 3 meter, maka lagi-lagi berdasarkan proporsi ukuran tubuh Stegodon pada umumnya, Mika menaksir berat badan Stegodon ini mencapai 9 ton alias 9.000 kilogram.
Berat badan Stegodon ini setara dengan dengan lima kali berat mobil Mitsubishi Xpander. Sungguh sangat besar, jika bukan disebut raksasa.
com-Mitsubishi Xpander (Foto: Maharani Sagita/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
com-Mitsubishi Xpander (Foto: Maharani Sagita/kumparan)
Menurut Mika, Stegodon yang mampu memiliki ukuran gading sepanjang dan sebesar ini hanyalah Stegodon jantan. Oleh sebab itu, Stegodon ini teridentifikasi berjenis kelamin jantan dan sudah tua.
ADVERTISEMENT
Secara umum, Stegodon jantan dewasa memang bisa dan biasa tumbuh dengan tinggi dan berat badan lebih besar dibanding Stegodon betina.
Proses penggalian fosil Stegodon di Majalengka (Foto: Dok. ITB)
zoom-in-whitePerbesar
Proses penggalian fosil Stegodon di Majalengka (Foto: Dok. ITB)
Yang menarik lainnya, berdasarkan umur lapisan tanah tempat fosil sepasang gading ini ditemukan, tim peneliti memperkirakan Stegodon ini hidup di Majalengka sekitar 1,5 juta tahun lalu atau di masa Pleistosen Awal. Ini bisa dibilang adalah Stegodon dari zaman paling tua yang pernah ditemukan di Indonesia.
Jahdi Zaim selaku kepala tim penelitian, mengatakan fosil gading Stegodon yang ditemukan ini “spektakuler”, “luar biasa”, dan “besar sekali.”
Guru besar teknik geologi yang kini menjabat sebagai kepala Laboratorium Paleontologi ITB itu tidak menyangka timnya akan menemukan fosil gading sepanjang dan sebesar ini dalam keadaan utuh dan sepasang dan dari zaman yang sangat tua.
ADVERTISEMENT
"Temuan ini sangat spektakuler untuk ITB, untuk Geologi, dan Lab kami, dan ini merupakan temuan gading di tahun 2018 terbesar di Indonesia," ujarnya.
Prof. Dr. Jahdi Zaim, Kepala Tim Penelitian Stegodon ITB (Foto: Utomo Priyambodo/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Prof. Dr. Jahdi Zaim, Kepala Tim Penelitian Stegodon ITB (Foto: Utomo Priyambodo/kumparan)
Tak cuma menemukan fosil sepasang gading, di pinggir sungai Majalengka tim peneliti juga berhasil mengangkat bagian-bagian lain milik Stegodon.ini. Mulai dari fosil rahang, pecahan gigi, tulang femur atau paha, hingga tulang belikat
Tim memperkirakan masih ada bagian-bagian lain dari kerangka Stegodon ini yang terkubur di dalam tanah di sekitar lokasi. “Jadi kami perkirakan di sana itu masih ada bagian kepalanya, tapi memang butuh waktu (untuk menemukan tengkoraknya itu),” kata Aswan, anggota lainnya dari tim penelitian tersebut.
Tak hanya fosil Stegodon, di lokasi tersebut juga ditemukan fosil dari 400 spesies hewan bertulang belakang lainnya, kata pria penyandang gelar doktor dari Nagoya University di Jepang yang kini menjabat sebagai kepala program studi S1 teknik geologi ITB itu.
ADVERTISEMENT
Sebagian besar dari fosil-fosil itu kini telah disimpan sebagai Lab Paleontologi ITB, tutur Aswan. “Waktu itu ada beberapa yang sempat dibawa ke Senckenberg (red: Senckenberg Research Institute) di Jerman, itu untuk dianalisis.Tapi beberapa yang sudah selesai dianalisis, itu sudah dikembalikan lagi ke sini,” kata Aswan.
Proses penggalian fosil Stegodon di Majalengka (Foto: Dok. ITB)
zoom-in-whitePerbesar
Proses penggalian fosil Stegodon di Majalengka (Foto: Dok. ITB)
Tanda Kehidupan Manusia Purba?
Penemuan fosil Stegodon dan spesies-spesies lain di Majalengka ini bukan sekadar temuan tulang belulang biasa. Yan Rizal berkata, temuan ini bisa memberi petunjuk para peneliti untuk merekonstruksi kondisi lingkungan di daerah Majalengka pada sekitar 1,5 juta tahun lalu.
Seperti misalnya, ada makhluk apa saja yang pernah menghuni Majalengka ketika itu.
Selain menemukan fosil-fosil hewan vertebrata, tim peneliti juga menjumpai fosil-fosil tumbuhan. Misalnya fosil bagian daun.
ADVERTISEMENT
“Nah ditambah dengan data-data, misalnya kita ketemu juga di daerah sekitar situ ada fosil daun tumbuhan keras, di situ kita bisa menafsirkan kondisi lingkungannya. Nah dari itu kita juga bisa menafsirkan nanti bagaimana iklim (ketika itu). Jadi panjang,” beber Yan.
Keberadaan tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan ini, menurut tim, akan bisa memberi tahu bentuk geografi wilayah Majalengka ini di masa lampau, apakah berbentuk sungai, danau, atau rawa-rawa.
Proses penggalian fosil Stegodon di Majalengka (Foto: Dok. ITB)
zoom-in-whitePerbesar
Proses penggalian fosil Stegodon di Majalengka (Foto: Dok. ITB)
Wabil khusus fosil Stegodon ini, yang tim peneliti identifikasi punya nama ilmiah Stegodon trigonochepalus, keberadaannya bahkan dianggap bisa menjadi pertanda adanya keberadaan manusia purba di lokasi yang sama.
“Ada nilai yang harus kita cermati ya bahwa dengan ditemukannya binatang-binatang vertebrate seperti Stegodon, selalu di tempat-tempat yang ada Stegodon, selama ini ada temuan-temuan manusia atau jejak-jejak budaya manusianya,” tutur Agus Tris Hascaryo yang juga menjadi anggota tim penelitian.
ADVERTISEMENT
Menurut Agus, temuan fosil Stegodon ini semestinya bisa membuat para peneliti mulai menginterpretasi apakah mungkin di Majalengka juga ada fosil manusia purbanya.
Agus Tri Hascaryo, S.T., S.S., M.Sc., Anggota Tim Penelitian Stegodon ITB (Foto: Utomo Priyambodo/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Agus Tri Hascaryo, S.T., S.S., M.Sc., Anggota Tim Penelitian Stegodon ITB (Foto: Utomo Priyambodo/kumparan)
Jika dalam penelitian ke depan di Majalengka bisa ditemukan fosil manusia purba atau setidaknya “jejak-jejaknya sajalah, seperti alat-alat batunya, alat tulangnya,” sebagaimana kata Agus, maka para peneliti bisa mulai mencari hubungan konteks antara manusia purba yang ada di Jawa Barat dengan manusia purba yang pernah ditemukan di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
“Karena di beberapa tempat, seperti di Sangiran (Jawa Tengah) kemudian ada lagi yang di Semedo (Jawa Tengah), kemudian ada yang di Bengawan Solo (Jawa Tengah), Patiayam (Jawa Tengah), terus Mojokerto (Jawa Timur), Trinil (Jawa Timur), kemudian ke Perning (Jawa Timur), sering kita temukan gajah-gajah ini. Kita sering ketemu Stegodon, dan di dekat-dekat situ itu ada jejak-jejak manusia purbanya,” papar Agus.
Fosil tengkorak manusia purba (Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)
zoom-in-whitePerbesar
Fosil tengkorak manusia purba (Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)
Ringkasnya, dari temuan fosil sepasang gading gajah purba ini saja, banyak informasi berharga yang kemudian bisa diketahui.
ADVERTISEMENT
Maka jikalau pepatah lama soal gajah bisa diubah menjadi lebih panjang, agaknya kalimat yang pas adalah begini: Gajah purba Stegodon mati meninggalkan gading yang ternyata menyimpan banyak sejarah serta pengetahuan.