Kehidupan Seksual Warga Venezuela Terpengaruh Inflasi, Kok Bisa?

4 September 2018 16:04 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Antrean warga di luar toko bangunan di Punto Fijo, Venezuela, untuk menjual barang-barang mereka.  (Foto: Reuters/Carlos Garcia Rawlins)
zoom-in-whitePerbesar
Antrean warga di luar toko bangunan di Punto Fijo, Venezuela, untuk menjual barang-barang mereka. (Foto: Reuters/Carlos Garcia Rawlins)
ADVERTISEMENT
Dampak laju inflasi yang tinggi di Venezuela saat ini bukan hanya menghancurkan ekonomi negara, melainkan juga mempengaruhi kehidupan seksual warganya.
ADVERTISEMENT
Hal ini dikarenakan harga alat kontrasepsi, baik itu kondom ataupun pil kontrasepsi, menjadi sangat mahal. Kalaupun warga memiliki uang yang cukup untuk membelinya, barang ini sangat langka sehingga sulit untuk didapatkan.
Mariana Zuniga, jurnalis dari Caracas, Venezuela, menceritakan pengalamannya di acara BBC Radio 4 saat ingin membeli kondom. Kondom sangat sulit untuk didapat dan saat itu, ia hanya menemukan tujuh boks kondom yang tersisa.
Satu boks kondom kini berharga 1.000.000 bolivar Venezuela. Menurut situs konversi mata uang, saat ini 1 bolivar sama dengan Rp 0,061. Itu berarti, harga satu boks kondom adalah Rp61 ribu.
Warga Venezuela menerima makanan dari volunter. (Foto: CRIS BOURONCLE / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Warga Venezuela menerima makanan dari volunter. (Foto: CRIS BOURONCLE / AFP)
Harga itu mungkin terkesan murah. Akan tetapi, saat ini upah minimum warga Venezuela adalah 3.000.000 bolivar atau sekitar Rp183 ribu saja. Itu berarti, harga kondom di Venezuela mencapai sepertiga gaji yang didapatkan oleh warganya.
ADVERTISEMENT
“Kami hidup dalam krisis,” kata Zuniga dalam wawancara bersama BBC. “Banyak barang yang menjadi langka, termasuk kondom dan kontrasepsi lainnya.”
Sebuah laporan yang dipublikasikan di jurnal kesehatan BMJ pada 23 Maret 2018 telah memaparkan dampak yang akan terjadi bila harga kontrasepsi terus melambung tinggi di Venezuela.
Di antara dampak yang dituliskan tersebut adalah naiknya angka kehamilan remaja, penyebaran HIV dan infeksi menular seksual (IMS) lainnya, kekerasan pada perempuan, serta aborsi yang dilakukan secara sembarangan.
PBB terhadap Krisis di Venezuela. Warga Venezuela menerima makanan dari volunter. (Foto: CRIS BOURONCLE / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
PBB terhadap Krisis di Venezuela. Warga Venezuela menerima makanan dari volunter. (Foto: CRIS BOURONCLE / AFP)
Laporan tersebut juga mencatat, sejak tahun 2013, saat Presiden Nicolas Maduro pertama kali menjabat dan Venezuela mulai terkena krisis, 11.000 orang Venezuela dinyatakan telah mengidap HIV dan 2.500 di antaranya adalah anak-anak.
Keadaan ini menyebabkan HIV kembali menjadi wabah setelah 30 tahun berlalu.
ADVERTISEMENT
Zuniga juga mengatakan, untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, warga Venezuela terpaksa melakukan metode kuno, yaitu dengan cara coitus interuptus, atau mengeluarkan penis dari vagina sebelum ejakulasi atau dengan menggunakan sistem kalender.
Para perempuan pun memilih untuk mensterilkan dirinya agar tidak mengalami kehamilan. Zuniga mengatakan, sebuah klinik di Caracas pada tahun 2017 telah melakukan sterilisasi pada 400 wanita.
“Sebelumnya, wanita yang memilih disterilkan adalah wanita berusia 30 lebih yang punya tiga anak. Sekarang, kalian bisa lihat, wanita usia 19, 20, 24 ingin disterilkan karena punya anak sangat mahal dan mereka tidak bisa menemukan pil kontrasepsi. Mereka putus asa,” kata Zuniga.
---
Catatan: Kami meminta maaf karena sebelumnya ada kesalahan dalam penulisan besar kurs bolivar ke rupiah.
ADVERTISEMENT