Kembangkan Solusi Diabetes, Pelajar Indonesia Raih Penghargaan Google

1 Agustus 2019 14:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Celestine Wenardy menjelaskan proyek alat glukometer non-invasif yang dikembangkannya. Foto: Google
zoom-in-whitePerbesar
Celestine Wenardy menjelaskan proyek alat glukometer non-invasif yang dikembangkannya. Foto: Google
ADVERTISEMENT
Celestine Wenardy, pelajar berumur 16 tahun asal Indonesia, menjadi 1 dari 5 penerima penghargaan di ajang internasional Google Science Fair 2019. Celestine menerima penghargaan internasional bergengsi tersebut atas upayanya melakukan penelitian mencari cara non-invasif untuk menguji kadar gula darah yang identik dengan penyakit diabetes dan kemudian mengembangkan alat glukometer non-invasif.
ADVERTISEMENT
Proyek alat glukometer non-invasif yang dikembangkannya menjadikan Celestine sebagai penerima Virgin Galactic Pioneer Award dan berhak mendapatkan beasiswa pendidikan sebesar 15.000 dolar AS atau sekitar Rp 211 juta. Selain itu, ia juga berhak untuk mengunjungi kantor pusat Virgin Galactic dan berkesempatan untuk bertemu mentor teknik dari Virgin Galactic selama satu tahun.
Metode interferometri dan teknologi termal yang digunakan dalam alat glukometer gagasan Celestine ini dapat mengukur konsentrasi kadar gula dalam darah tanpa harus melakukan pengambilan sampel darah. Hal ini menjadi penting, mengingat tidak sedikit masyarakat Indonesia yang masih segan atau bahkan takut terhadap jarum suntik.
Glukometer ini bisa dibilang sangat akurat, mencapai koefisien determinasi 0,843 dengan harga sekitar 63 dolar AS, lebih murah dibandingkan dengan glukometer invasif yang tersedia di pasar yang dapat mencapai 1.000 dolar AS.
ADVERTISEMENT
Celestine Wenardy meraih Virgin Galactic Pioneer Award. Foto: Google
Celestine berharap, alat ini dapat menjadi alternatif bagi masyarakat luas dalam mencegah atau mengobati penyakit yang dapat dideteksi melalui darah dan dapat menjawab beberapa kendala isu diabetes yang ada di Indonesia karena harganya yang lebih murah serta mudah digunakan. Jika berhasil dikembangkan dengan baik, alat glukometer ini diharapkan dapat menurunkan angka kasus diabetes serta memangkas kerugian akibat diabetes.
Berdasarkan data International Diabetes Federation tahun 2017, jumlah penderita diabetes di Indonesia sudah mencapai 10 juta orang, terbanyak keenam di dunia setelah China, India, Amerika Serikat, Brasil, dan Meksiko. Sementara menurut data Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), kejadian diabetes di Indonesia sudah meningkat menjadi 322.820 kasus dengan pembiayaan mencapai Rp 1,877 triliun di tahun 2017.
ADVERTISEMENT
Inisiatif Celestine untuk mengembangkan alat ini berangkat dari keprihatinannya saat melihat sekelumit masalah kesehatan di Indonesia. Menurutnya, biaya kesehatan di Indonesia, khususnya untuk penyakit diabetes, belum cukup terjangkau untuk semua kalangan.
Selain itu, tidak semua klinik di Indonesia menyediakan fasilitas dasar yang diperlukan untuk masyarakat Indonesia. Oleh karenanya, perempuan penyuka pelajaran fisika ini berniat meningkatkan kehidupan penderita diabetes dengan berusaha menghadirkan alat pengukur gula darah yang lebih murah.
Di ajang Google Science Fair, Google menantang para pelajar untuk menyalurkan rasa ingin tahu dan kecerdasan mereka dalam menemukan, menyusun, atau membangun solusi atas hal-hal yang mereka minati. Para pelajar pembuat perubahan ini berupaya untuk mengatasi berbagai masalah di bidang keberlanjutan, kesehatan, keamanan, dan aksesibilitas.
ADVERTISEMENT