KPBB Serukan Pengendalian Emisi Kendaraan dan Konversi BBM ke BBG

24 Juli 2019 20:49 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Angkutan umum Metro Mini, terlihat melanggar lalu lintas dengan melewati jalur TransJakarta di kawasan Gatot Subroto. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Angkutan umum Metro Mini, terlihat melanggar lalu lintas dengan melewati jalur TransJakarta di kawasan Gatot Subroto. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) menyerukan agar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai mengendalikan emisi kendaraan bermotor di ibu kota. Sebab, berdasarkan berbagai hasil riset, kendaraan bermotor merupakan biang kerok alias sumber utama polusi udara di Jakarta.
ADVERTISEMENT
Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) misalnya menyebutkan, sumber terbesar pencemar udara di Jakarta adalah transportasi darat, yakni mencapai 75 persen. Sisanya berasal dari pembangkit listrik dan pemanas sebesar 9 persen, pembakaran industri 8 persen, dan pembakaran domestik 8 persen.
Oleh karena itu, KPBB menyerukan agar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai membatasi kendaraan yang boleh memasuki wilayah ibu kota. Kendaraan-kendaraan bermotor dengan emisi yang buruk sebaiknya dilarang beroperasi.
“Sebaiknya bus-bus kota yang tak terawat dan kendaraan bermesin 2 tak dihentikan saja. Polisi juga bisa mulai merazia kendaraan yang tak memenuhi baku mutu emisi dan memproses hukum secara ketat,” kata Ahmad Safrudin, Direktur Eksekutif KPBB, dalam media briefing di Jakarta, Rabu (24/7).
Ahmad Safrudin, Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Foto: Habib Allbi Ferdian/Kumparan
Selain itu Puput, sapaan Safrudin, juga mengimbau Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk secepatnya mulai menggalakkan program konversi pemakaian bahan bakar minyak (BBM) ke pemakaian bahan bakar gas (BBG). “Segera realisasikan mandat Perda 2/2005 untuk penggunaan bahan bakar gas (BBG) untuk angkutan umum dan kendaraan operasional pemerintah,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, konversi BBG untuk sekitar 100.000 unit angkutan umum dan kendaraan operasional pemerintah adalah mandat Perda 2/2005 yang seharusnya telah diterapkan selambatnya pada Oktober 2012. Namun, kini kendaraan ber-BBG hanya terealisasi pada 340 unit bus Trans Jakarta, 2.580 unit taksi dan 14.000 unit bajaj. Secara total, ini baru mencapai 16,04 persen dari target yang dimandatkan.
Lebih lanjut, Puput juga mengimbau pemerintah untuk menghapus peredaran BBM yang tidak ramah lingkungan. “Kami juga menyarankan agar pemerintah mulai menerapkan distribusi dan pemasaran BBM berkualitas baik (Standar Euro4) dan BBG, dan melarang pemasaran Premium 88, Pertalite 90, Solar 48 dan Dexlite 5.”
Petugas Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta melakukan uji emisi kendaraan bermotor di Lapangan Monas, Jakarta. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Selain kepada pemerintah, Puput juga memberi imbauan kepada masyarakat agar berkendara secara baik. “Perilaku mengemudi juga bisa mengurangi emisi. Sebab, mengemudi yang baik bisa mengurangi konsumsi BBM yang otomatis bisa mengurangi emisi,” katanya.
ADVERTISEMENT
Cara mengemudi yang baik agar ramah lingkungan ini disebut juga sebagai eco driving. Puput berharap, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bisa bekerja sama dengan Polda Metro Jaya agar setiap orang yang ingin membuat sim diajarkan dahulu tentang eco driving.
Salah satu bentuk eco driving adalah menghentikan kebiasaan memanaskan mesin kendaraan karena kendaraan yang diproduksi sejak 2007 didesain tidak perlu dipanaskan. Namun cukup dihidupkan dan tunggu 15-30 detik untuk kemudian dijalankan dengan kecepatan sekitar 15 km/jam selama 5-10 menit dan setelah itu bisa dipacu sesuai dengan kebutuhan atau peraturan.
Selain itu, saat di jalan tol, pengendara bisa memacu kendaraan pada kecepatan antara 60-80 km/jam. Sebab, menurut Puput, pada kecepatan tersebut konsumsi BBM relatif paling efisien dan berimplikasi pada level emisi terendah.
ADVERTISEMENT