Laba-laba Tertua di Dunia Mati di Usia 43 Tahun

1 Mei 2018 16:41 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Laba-laba tertua di dunia (Foto: Pacific Conservation Biology)
zoom-in-whitePerbesar
Laba-laba tertua di dunia (Foto: Pacific Conservation Biology)
ADVERTISEMENT
Umur memang misteri, tapi umur dari seekor laba-laba trapdoor atau penjebak betina asal Australia terbilang cukup panjang. Laba-laba dengan nama ilmiah Giaus villosus ini berhasil berumur panjang hingga usia 43 tahun.
ADVERTISEMENT
Para peneliti Curtin University di Australia mengatakan, laba-laba bernama Number 16 ini memecahkan rekor usia terlama dari laba-laba sebelumnya yaitu 28 tahun.
Pencapaian yang cukup fenomenal karena biasanya laba-laba spesies penjebak hanya mencapai usia maksimum 20 tahun. Hal ini membuat para ilmuwan mengubah cara penelitiannya kepada laba-laba jenis tersebut.
"Sepengetahuan kami ini adalah laba-laba tertua yang pernah diketahui, dan hidupnya telah membantu kami untuk menginvestigasi sifat serta dinamika populasi laba-laba trapdoor," ujar Leanda Mason, ahli biologi dari University's School of Molecular and Life Sciences di Australia.
Jadi objek penelitian sejak 1974
Sebenarnya Number 16 adalah salah satu laba-laba yang ikut dalam studi jangka panjang populasi laba-laba yang dilakukan Barbara York Main, ahli arachnida, pada 1974 silam.
ADVERTISEMENT
"Berkat riset mendetail dari Barbara, kami dapat menemukan bahwa hidup panjang dari laba-laba trapdoor adalah karena riwayat hidup mereka, seperti habitat hidupnya yang ada di daerah semak-semak, kebiasaan menetap, serta metabolisme rendah mereka," kata Mason.
Ketika laba-laba trapdoor meninggalkan sarang induknya, maka mereka akan menggali sarangnya sendiri dan memperbesar ukuran sarang seiring pertumbuhan tubuh si laba-laba hingga usia lima tahun. Untuk betina biasanya akan tinggal di sarang yang sama sepanjang hidupnya, sementara sang jantan akan meninggalkan sarang untuk kawin dan kemudian mati di musim yang sama.
Sarang laba-laba penjebak Australia. (Foto: Johan C.G. Fagerholm via wikimedia commons)
zoom-in-whitePerbesar
Sarang laba-laba penjebak Australia. (Foto: Johan C.G. Fagerholm via wikimedia commons)
Uniknya lagi, laba-laba penjebak tidak akan pernah menggunakan sarang bekas laba-laba lain. Ketika sarangnya rusak, mereka tidak akan pindah tetapi berusaha memperbaikinya.
Sarang dari Number 16 pertama kali ditandai oleh York Main pada 1974 sebagai sarang dari laba-laba muda. Lalu hingga 2016 ada lebih dari 150 sarang telah ditandai, namun 15 laba-laba pertama mati pada tahun setelah ditandai dan menyisakan Number 16.
ADVERTISEMENT
Mati karena disengat tawon parasit
Tidak diketahui kapan Number 16 mati, namun ilmuwan menduga ia mati sejak 2016 karena seekor tawon parasit.
"Pada 31 Oktober 2016 kita menemukan bahwa penutup dari sarang laba-laba tertua, Number 16, telah dirobek oleh tawon parasit," tulis para peneliti dalam studi yang dipublikasikan pada jurnal Pacific Conservation Biology.
"Enam bulan sebelumnya ia terlihat masih hidup, dari situ kami melaporkan bahwa kematian dari laba-laba G. villosus mygalomorph betina di usia 43 tahun."
Dengan melihat situasi sarang yang semakin tidak terawat, para peneliti menyimpulkan Number 16 mati atau dijangkiti oleh tawon yang bertelur di dalam tubuhnya. Larva dari tawon tersebut akan memakan tubuh si laba-laba dari dalam.
Tawon parasit (kiri) mengintai larva ngengat. (Foto: Ian Alexander via wikimedia commons)
zoom-in-whitePerbesar
Tawon parasit (kiri) mengintai larva ngengat. (Foto: Ian Alexander via wikimedia commons)
Laba-laba trapdor adalah salah satu spesies tertua yang ada di Bumi. Mereka pertama kali muncul pada periode Triasik, sekitar 200-250 juta tahun yang lalu, dan sama sekali tidak mengalami perubahan selama jutaan tahun, dibandingkan laba-laba lainnya.
ADVERTISEMENT
Populasi dari laba-laba ini juga terus berkurang, dan itu membuat para peneliti khawatir sebab mereka adalah bagian penting dari ekosistem. Ilmuwan berharap dengan mengawasi populasinya dalam jangka panjang dapat mengurangi masalah itu.
"Laba-laba ini memberikan contoh bagaimana hidup di masa lampau, dan dengan bantuan riset kami, kita bisa melihat bagaimana tekanan dari perubahan iklim serta penggundulan hutan mempengaruhi spesies ini," ujar Grant Wardell-Johnson, anggota studi serta direktur dari Curtin Institute for Biodiversity and Climate.