Memahami Sesar Palu-Koro yang Memicu Gempa dan Tsunami di Palu

1 Oktober 2018 18:44 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Gempa Donggala, Sulteng (Foto: Putri Sarah Arifira/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Gempa Donggala, Sulteng (Foto: Putri Sarah Arifira/kumparan)
ADVERTISEMENT
Gempa berkekuatan 7,4 magnitudo mengguncang kawasan Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, di kedalaman 10 kilometer di bawah permukaan tanah, Jumat (28/9), pukul 18.02 WITA. Gempa ini tak hanya menyebabkan kerusakan pada sejumlah bangunan di Donggala, tapi juga menimbulkan tsunami setinggi 1,5 meter yang menerjang kawasan bibir pantai kota Palu dan Mamuju sekitar pukul 18.22 WITA.
ADVERTISEMENT
Menurut data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), berdasarkan posisi dan kedalaman pusat gempa, kejadian ini disebabkan oleh patahan aktif di zona sesar Palu-Koro.
PVMBG juga menjelaskan bahwa efek guncangan gempa di daerah Kabupaten Donggala terasa lebih kuat. Hal ini karena wilayah di sekitar pusat gempa bumi yang umumnya disusun oleh batuan berumur pra-Tersier dan Tersier yang telah mengalami pelapukan, serta endapan Kuarter yang memiliki sifat urai, lepas, dan lunak.
Di samping itu, hasil analisis BMKG juga menunjukkan bahwa berdasarkan lokasi pusat gempa dan kedalamannya, gempa bumi terjadi akibat aktivitas Sesar Palu-Koro.
Sesar Palu-Koro merupakan patahan yang "membelah Pulau Sulawesi menjadi dua". Sesar dimulai dari batas perairan Sulawesi dengan Selat Makassar hingga ke Teluk Bone. Panjangnya sekitar 500 kilometer.
ADVERTISEMENT
Sesar ini melintasi kota Palu dan sampai ke daerah Sungai Koro. Hal inilah yang membuatnya dinamai Palu-Koro.
Sesar aktif di Sulawesi Tengah (Foto: Dok. BMKG)
zoom-in-whitePerbesar
Sesar aktif di Sulawesi Tengah (Foto: Dok. BMKG)
Menurut Mudrik Rahmawan Daryono, peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), sesar Palu-Koro melakukan pergeseran membelah Pulau Sulawesi dengan kecepatan sekitar 30 hingga 40 milimeter per tahunnya. Ia termasuk sesar dengan sifat aktif.
"Sesar aktif definisinya adalah dia akan mengalami gempa bumi di lokasi yang sama dengan periode ulang. Periode ulang itu belum kita ketahui dengan pasti," ujar Mudrik saat dihubungi kumparan, Senin (1/10). "Bisa ratusan tahun atau bisa juga ribuan tahun."
Ia menambahkan bahwa adanya periode ulang tidak bisa dijadikan prediksi kapan kembali terjadi gempa karena tingkat akurasinya rendah.
Hasil analisis mekanisme sumber gempa menunjukkan bahwa gempa ini dibangkitkan oleh deformasi dengan mekanisme pergerakan dari struktur sesar mendatar (Slike-Slip).
Kenampakan citra Sesar memotong Lembah Palu dan Lembah Koro. (Foto: Asia Research Group)
zoom-in-whitePerbesar
Kenampakan citra Sesar memotong Lembah Palu dan Lembah Koro. (Foto: Asia Research Group)
Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Daryono, menjelaskan bahwa sebenarnya sangat kecil kemungkinan mekanisme sesar mendatar atau Slike-Slip dapat menyebabkan tsunami.
ADVERTISEMENT
"Kecil sekali karena (mekanisme) tidak akan mengganggu volume air laut," kata Daryono saat dihubungi kumparan. "Kalau yang menyebabkan tsunami biasanya sesar naik dan sesar turun."
Sejauh ini ada dugaan tsunami ini disebabkan oleh adanya longsoran dalam laut di Teluk Palu. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) akan melakukan penelitian lebih lanjut terkait hal ini.
Pemerintah saat ini memfokuskan kerja pada evakuasi korban gempa. Hingga saat ini, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat korban tewas akibat gempa Palu dan Donggala mencapai 844 orang. Sedangkan korban luka berat mencapai 184 orang dan korban hilang yang saat ini masih dicari ada 46 orang.