Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Mengenal Patahan Naik Flores si Pemicu Rangkaian Gempa Lombok
24 Agustus 2018 7:08 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
ADVERTISEMENT
Dalam sebulan terakhir, sejak 29 Juli 2018, Pulau Lombok telah diguncang oleh lebih dari seribu gempa . Dari ribuan gempa tersebut, lima di antaranya merupakan gempa kuat yang signifikan. Gempa signifikan artinya gempa tersebut dapat dirasakan dan bahkan berdampak pada manusia.
ADVERTISEMENT
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat, lima gempa signifikan tersebut masing-masing berkekuatan 6,4 magnitudo pada 29 Juli pagi, 7,0 magnitudo pada 5 Agustus malam, 5,9 magnitudo pada 9 Agustus malam, 6,3 magnitudo pada 19 Agustus siang, dan 6,9 magnitudo pada 19 Agustus malam.
Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Daryono, menjelaskan, gempa yang terjadi pada 29 Juli merupakan gempa pendahuluan, pada 5 Agustus merupakan gempa utama, pada 9 Agustus dan 19 Agustus siang adalah gempa susulan, dan pada 19 Agustus malam adalah gempa baru.
Sejak terjadinya gempa utama pada 5 Agustus, BMKG mencatat hingga 21 Agustus sudah ada 1.005 gempa susulan. Uniknya, semua gempa ini sama-sama dipicu oleh sumber gempa yang masa, yakni pergerakan Patahan Naik Flores.
ADVERTISEMENT
Penyebab Munculnya Patahan Naik Flores
Dalam A Dictionary of Geography yang disusun oleh Susan Wayhem, patahan atau sesar (fault) didefinisikan sebagai permukaan yang retak di lapisan kulit bumi sehingga satu blok batuan bergerak relatif terhadap blok lain.
Daryono memaparkan, Patahan Naik Flores atau Sesar Naik Flores (Flores Back Arc Thrust) ini adalah struktur geologi yang terbentuk akibat penunjaman Lempeng Indo-Australia terhadap Lempeng Eurasia.
“Penunjaman lempeng oleh Lempeng Indo-Australia itu sudah berlangsung sejak lama, sejak ribuan bahkan jutaan tahun yang lalu. Lempeng Indo-Australia menunjam ke bawah Busur Bali dan Nusa Tenggara (yang berada di Lempeng Eurasia). Nah terbentuklah respons tektonik yang ada di Lempeng Eurasia,” jelas Daryono saat ditemui kumparanSAINS di Kantor Pusat BMKG, pekan lalu.
ADVERTISEMENT
Respons tektonik terhadap penunjaman lempeng ini adalah berupa Patahan Naik Flores yang jalurnya memanjang, mulai dari utara Bali sampai utara Flores.
“Sesar ini atau patahan ini terletak di dasar laut, mekanismenya naik, dan jalurnya sangat dekat dengan pesisir utara Bali, pesisir utara Lombok, Sumbawa, dan Flores,” ujar Daryono.
Patahan Naik Flores Pernah Memicu Banyak Gempa Dahsyat
Daryono juga menerangkan bahwa Patahan Naik Flores ini merupakan patahan yang aktif bergerak sejak dulu. Sejarah telah mencatat, sejak tahun 1800-an aktivitas pergerakan patahan ini pernah menimbulkan sejumlah gempa dahsyat yang mengguncang Pulau Bali, Lombok, Sumbawa, hingga Flores.
Pada 22 November 1815 gempa berkekuatan 7,0 magnitudo pernah memicu tsunami di Bali utara dan Lombok. Daerah yang mengalami dampak terparah saat itu adalah Buleleng, Bali. Korban meninggal akibat gempa tersebut mencapai 1.200 orang.
ADVERTISEMENT
Lalu pada 28 November 1836 gempa berkekuatan 7,5 magnitudo mengguncang Bima. Dan pada 13 Mei 1857 gempa berkekuatan 7,0 magnitudo mengguncang Bali dan Lombok, dengan Bali menjadi daerah yang paling terdampak.
Selanjutnya pada 14 Juli 1976 gempa berkekuatan 6,0 magnitudo mengguncang Seririt, Bali. Gempa ini tercatat telah merusak lebih dari 67.000 rumah dan menelan korban jiwa sekitar 600 orang.
Kemudian pada 12 Desember 1992 gempa berkekuatan 7,8 magnitudo mengguncang Flores hingga menimbulkan tsunami. Gempa dan tsunami ini menelan korban jiwa hingga lebih dari 2.500 orang.
Dari catatan sejarah sejak abad ke-19 itu, memang Pulau Lombok belum pernah menjadi wilayah yang paling terdampak oleh gempa-gempa dahsyat yang dipicu oleh Patahan Naik Flores.
ADVERTISEMENT
“Bali sudah tiga kali, Sumbawa sekali di Bima, kemudian di Flores sekali. Nah Lombok belum pernah terjadi sejak tahun 1800 itu sehingga baru mengalami gempa dahsyat pada tanggal 5 Agustus 2018 ini,” ujar Daryono.
Dari rangkaian lebih dari seribu gempa yang mengguncang Lombok dalam sebulan terakhir, gempa pada 5 Agustus itu memang merupakan yang paling parah dan paling banyak merenggut korban jiwa. Hingga 21 Agustus, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat setidaknya ada 515 orang meninggal akibat rentetan gempa di Lombok terutama akibat gempa pada 5 Agustus.
Selain itu, akibat rangkaian Gempa Lombok ini, 7.145 orang mengalami luka-luka dan lebih dari 400.000 orang terpaksa harus mengungsi ke tempat penampungan sementara.
ADVERTISEMENT
Pesan dari Patahan Naik Flores
Daryono memberi catatan, Patahan Naik Flores hanyalah satu dari sekitar 295 patahan aktif pembangkit gempa yang ada di Indonesia. Jadi bisa dibilang tidak hanya Lombok yang rentan gempa, tapi juga seluruh wilayah Indonesia.
“Memahami keberadaan sesar aktif di dekat kita tinggal sangatlah penting untuk kajian mitigasi dan perencanaan pembangunan infrastruktur wilayah yang aman gempa,” kata Daryono.
Sosialisasi mitigasi gempa yang berkelanjutan terkait pentingnya bangunan aman gempa ini sangat perlu dilakukan. Sebab, sebagaimana yang dituturkan Daryono, korban luka dan meninggal sebenarnya bukan disebabkan oleh gempa, melainkan akibat bangunan roboh yang menimpa penghuninya.