NASA: Kekeringan di Bumi akibat Manusia Sudah Tampak Sejak 1900-an

7 Mei 2019 14:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Perubahan iklim, pemanasan global. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Perubahan iklim, pemanasan global. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Percaya atau tidak, eksistensi kita sebagai manusia sebetulnya telah mempengaruhi kondisi lingkungan sejak lebih dari 100 tahun yang lalu. Ini lebih lama dari yang diperkirakan sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Hasil penelitian terbaru NASA menunjukkan bahwa pengaruh manusia terhadap kekeringan ternyata telah dimulai sejak awal abad ke-20. Proses perubahan lingkungan ini terus menguat dari waktu ke waktu.
Jika melihat data dari penelitian terhadap tanah, cincin pohon, dan model iklim, para peneliti memperkirakan dampak emisi gas rumah kaca juga telah mulai mempengaruhi kekeringan dan pola curah hujan pada tahun 1900. Ini merupakan riset pertama yang melihat hubungan historis antara emisi yang disebabkan oleh manusia dan dampaknya terhadap kekeringan dalam skala global.
Buruknya, "sidik jari" manusia pada siklus basah dan kering di Bumi bahkan semakin terlihat, yang berarti bahwa setiap tindakan kita hampir selalu memberikan dampak untuk planet ini.
Ilustrasi kekeringan Foto: _Marion
"Catatan-catatan ini bermula sejak berabad-abad yang lalu," tutur Kate Marvel dari Goddard Institute for Space Studies (GISS) dan Columbia University di New York, Amerika Serikat, dilansir Science Alert. "Kami memiliki gambaran komprehensif tentang kondisi kekeringan global yang terpaparkan secara meluas dalam sejarah, dan pemaparan-pemaparan ini sangat berkualitas tinggi dapat dipercaya.”
ADVERTISEMENT
Salah satu metode yang digunakan oleh tim untuk mengukur tingkat kekeringan adalah dengan menggunakan perhitungan Palmer Drought Severity Index (PDSI). Indeks ini bisa memperkirakan rata-rata kelembapan tanah musim panas selama bertahun-tahun melalui data gabungan, seperti data kecepatan angin dan curah hujan.
Para peneliti juga menggunakan data ketebalan cincin pohon untuk menilai kekeringan curah hujan dalam tahun-tahun tertentu. Model-model ini pada dasarnya menggabungkan variabel alami, seperti gunung berapi, serta variabel yang dipengaruhi campur tangan manusia, seperti perubahan penggunaan lahan.
Melalui kombinasi data dan sumber tersebut, studi teranyar NASA ini mampu menunjukkan emisi gas rumah kaca dari titik paling awal abad ke-20 dan bagaimana pengaruh signifikannya terhadap suhu serta curah hujan di seluruh dunia.
Aktivitas penambang ancam kerusakan hutan. Foto: ANTARA FOTO/Ampelsa
"Penggabungan banyak daerah menjadi atlas kekeringan global ini memperlihatkan pertanda kuat bahwa kekeringan telah terjadi di beberapa tempat secara bersamaan,” ungkap salah satu peneliti, Ben Cook, dari GISS dan Columbia University.
ADVERTISEMENT
Selain melacak dampak dan gambaran kekeringan global selama lebih dari seabad, tim peneliti juga menemukan kondisi yang cukup ganjil pada periode 1950 dan 1975 ketika Bumi lebih dingin dan basah yang disebabkan oleh aerosol, seperti asap, jelaga, dan sulfur dioksida di atmosfer. Diyakini oleh mereka, partikel aerosol ini mungkin telah menghalangi sinar matahari dan menetralkan efek penumpukan gas rumah kaca.
Jadi, apa sebetulnya manfaat utama dari penelitian teranyar NASA ini? Model-model historis ini diyakini dapat membantu ilmuwan untuk memprediksi kekeringan yang lebih sering dan lebih parah di masa depan. Dengan begitu, para peneliti dapat mengantisipasi atau setidaknya menyebarkan peringatan ketika suhu di bumi meningkat hingga menyebabkan kekurangan makanan dan air, berdampak buruk pada kesehatan, dan meningkatkan konflik global.
ADVERTISEMENT