PBB Khawatir 'Peti Mati' Limbah Nuklir Bocor dan Rusak Samudra Pasifik

17 Mei 2019 18:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sekjen PBB Antonio Guterres Foto: REUTERS/Murad Sezer
zoom-in-whitePerbesar
Sekjen PBB Antonio Guterres Foto: REUTERS/Murad Sezer
ADVERTISEMENT
Sekertaris Jendral Perserikaran Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres, mengungkapkan kekhawatiran atas bocornya "peti mati" limbah nuklir di Samudra Pasifik. Peti mati yang Guterres maksud adalah kubah beton yang dibangun abad lalu dan digunakan sebagai tempat pembuangan limbah bekas uji bom atom.
ADVERTISEMENT
Kubah beton yang ada di Pulau Runit, Enewetak Atoll, Kepulauan Marshall, disebut sebagai peti mati karena jadi lokasi pembuangan limbah tes nuklir dari Perang Dingin. Itu dibangun pada akhir 1970.
Guterres mengatakan rasa khawatirnya ini di hadapan para pelajar di Fiji pada Kamis, 16 Mei 2019. Kubah itu kini bocor dan mengeluarkan material radioaktif ke Samudra Pasifik.
"Sebagaimana yang kita ketahui, di masa lalu Pasifik telah menjadi korban," kata Gutteres, dilansir Aljazeera.
Perkataan Guterres merujuk pada peristiwa masa lalu uji coba bom nuklir oleh Amerika Serikat dan Prancis di wilayah Pasifik. Akibat uji coba itu, banyak penduduk asli Kepulauan Marshall yang dipaksa mengungsi dari tanah nenek moyangnya. Ribuan orang juga terpapar zat radioaktif berbahaya dari uji coba bom nuklir.
Ilustrasi zat radioaktif. Foto: Shutterstock
Republik Kepulauan Marshall menjadi lokasi uji bom nuklir AS dari 1946 sampai 1958. Menurut laporan, AS melakukan 67 uji bom nuklir di Bikini and Enewetak Atoll, yang kala itu masih di bawah AS.
ADVERTISEMENT
Pada 1954, AS juga sempat melakukan uji coba bom nuklir terkuatnya di Marshall. Mereka menguji bom hidrogen "Bravo" yang ledakannya seribu kali lebih besar dari bom atam yang dijatuhkan di Hiroshima.
Guterres dan PBB kala itu sedang melakukan kunjungan ke Pasifik Selatan untuk meningkatkan kesadaran mengenai perubahan iklim. Dalam perjalanannya ia juga meminta agar para penduduk pulau-pulau di Pasifik turut membantu mengatasi dampak uji nuklir.
"Konsekuensi dari uji nuklir ini sangat dramatis, dalam hubungannya dengan kesehatan dan peracunan pada air di beberapa daerah," ujar Guterres.
"Saya baru saja berbicara dengan presiden Kepulauan Marshall (Hilda Heine), yang sangat khawatir atas adanya risiko kebocoran material radioaktif yang selama ini ditampung di dalam sejenis peti mati di daerahnya," sambung dia.
ADVERTISEMENT
Saat ini, kubah beton tersebut berisi limbah, berupa tanah dan debu-debu yang mengandung radioaktif dari lokasi ledakan. Itu semua dibuang ke dalam sebuah kawah dan ditutup dengan sebuah kubah beton setebal 45 centimeter.
Awalnya kubah itu dianggap sebagai penampungan limbah sementara dan ini pula yang membuat bagian bawah dari kubah itu tidak pernah disegel dengan baik. Struktur macam ini membuat adanya kekhawatiran terjadi kebocoran limbah nuklir radioaktif ke Samudra Pasifik.