news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Pelajaran dari Palu: Cara agar Tanah Tak Alami Likuifaksi Saat Gempa

2 Oktober 2018 17:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kondisi di Petobo, Palu, yang hancur akibat gempa bumi. (Foto: Soejono Saragih/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi di Petobo, Palu, yang hancur akibat gempa bumi. (Foto: Soejono Saragih/kumparan)
ADVERTISEMENT
Sebuah video yang diambil di Kabupaten Sigi, dekat perbatasan Palu, Sulawesi Tengah, memperlihatkan kejadian ketika rumah dan pepohonan tampak seolah terhanyut oleh pergerakan tanah tempat mereka berpijak setelah terjadinya gempa. Video ini menjadi heboh karena tanah di sana tampak bergerak cair seperti lumpur.
ADVERTISEMENT
Tanah itu seolah berubah menjadi seperti lumpur dan bergerak seperti gelombang yang kemudian disusul oleh amblasnya bangunan dan pepohonan ke dalam tanah tersebut.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, menjelaskan kejadian tersebut muncul karena fenomena yang disebut sebagai likuifaksi. “Likuifaksi adalah tanah berubah menjadi lumpur seperti cairan dan kehilangan kekuatan,” tutur Sutopo dalam cuitan di akun Twitter-nya akhir pekan lalu.
Adrin Tohari, peneliti di Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, menjelaskan likuifaksi atau pencairan tanah adalah perubahan massa tanah yang kondisinya lepas kemudian bercampur air akibat guncangan gempa sehingga kekuatan tanahnya hilang.
“Ketika kekuatannya (tanah) hilang, dia berubah seolah-olah cairan makanya yang tampak di video itu tanah seolah berubah jadi lumpur yang bergerak,” ujar Adrin. saat dihubungi kumparanSAINS, Selasa (2/10).
Warga melintasi jalan yang hancur di wilayah Balaroa akibat gempa bumi, Palu, Sulawesi Tengah. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Warga melintasi jalan yang hancur di wilayah Balaroa akibat gempa bumi, Palu, Sulawesi Tengah. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Menurut Adrin, tempat yang pernah mengalami likuifaksi ketika gempa bakal mengalami likuifaksi lagi ketika kembali mendapatkan guncangan. “Jadi tempat yang sudah mengalami likuifaksi akan kembali mengalaminya (likuifaksi) jika ada gempa besar,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
Ia menjelaskan, pada prinsipnya likuifaksi terjadi pada tanah yang memiliki kondisi tidak padat atau merupakan tanah gembur. Nah akibat guncangan gempa, ujarnya, air yang berada di dalam tanah pun naik dan bercampur dengan tanah sehingga kemudian berubah menjadi seperti lumpur.
Menurutnya, kita bisa melakukan rekayasa untuk merubah tanah yang gembur atau yang bisa mengalami likuifaksi itu menjadi tanah yang padat, yakni dengan menginjeksi tanah dengan semen.
“Hal ini membuat partikel pasir akan saling mengikat dan berubah menjadi padat. Tapi ini biayanya mahal, karena bisa saja lapisan tanah yang mengalami likuifaksi ketebalannya puluhan meter,” terangnya.
Patahan tanah di Petobo, Palu, Selasa (2/10/2018). (Foto: Mirsan Simamora/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Patahan tanah di Petobo, Palu, Selasa (2/10/2018). (Foto: Mirsan Simamora/kumparan)
Adrin menyarankan agar masyarakat yang tinggal di atas tanah yang bisa mengalami likuifaksi untuk membangun pondasi bangunan yang kuat untuk mencegah kerusakan bangunan dari ancaman fenomena tersebut.
ADVERTISEMENT
“Jadi untuk mencegah kerusakan bangunan dari ancaman likuifaksi ya tentunya pondasi bangunan harus kuat untuk mencegah terjadi amblasan. Kemudian struktur bangunan juga harus kuat untuk mencegah kerusakan. Untuk bangunan-bangunan tinggi pondasinya harus dalam,” bebernya.
Adrin menekankan, pondasi bangunan harus menembus lapisan tanah keras dan juga memiliki struktur yang kuat. “Tapi yang paling efektif adalah kalau kita menghindari daerah-daerah yang terancam likuifaksi,” tambahnya lagi.