Peneliti NASA Isi Seminar di ITB, Bicara Soal Dark Matter

17 Oktober 2019 20:19 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dr. Hakeem Oluseyi, peneliti dari National Aeronautics and Space Administration (NASA). Foto: ITB.
zoom-in-whitePerbesar
Dr. Hakeem Oluseyi, peneliti dari National Aeronautics and Space Administration (NASA). Foto: ITB.
ADVERTISEMENT
Alam semesta adalah rumah bagi miliaran bintang dan planet yang penuh dengan misteri. Para peneliti terus mengembangkan berbagai teknologi baru untuk mempelajari benda-benda langit di luar angkasa. Mereka berharap bisa menguak misteri-misteri di luar angkasa dengan teknologi itu.
ADVERTISEMENT
Salah satunya adalah Dr. Hakeem Oluseyi, peneliti dari National Aeronautics and Space Administration (NASA) yang terus mengembangkan teknologi untuk memahami pembentukan galaksi dengan mempelajari bintang-bintang. Oluseyi adalah seorang profesor di bidang Physics and Space Sciences di Florida Institute of Technology, Amerika Serikat.
Oluseyi hadir dalam kolokium atau pertemuan keahlian yang diselenggarakan di Convention Hall Gedung Centre of Advance Science (CAS), Institut Teknologi Bandung (ITB). Acara itu bertajuk “Hacking the Stars and Dark Matter” yang berlangsung pada Rabu (2/10) lalu.
Acara ini merupakan hasil kerja sama antara KK Astronomi ITB, United State Embassy Jakarta, dan American Corner.
Di sana Oluseyi memberi gambaran singkat bagaimana sejarah pembentukan suatu galaksi mempengaruhi properti dari substruktur galaksi itu sendiri. Dari situ, para peneliti diharapkan dapat mengetahui struktur galaksi dari pemetaan potensial galaksi dengan kinematika stream pada galaksi.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, ia menjelaskan tentang mengapa Matahari dapat melontarkan massanya dengan kecepatan yang cukup tinggi. Ia juga memberi penjelasan mengenai bagaimana para bisa astronom memahami keberadaan dark matter dari fenomena bullet nebula.
“Jika dua galaksi melewati satu sama lain, kemudian gas di antara keduanya tertahan atau berhenti kemudian dari gravitational lensing kita dapat mengetahui keberadaan sesuatu yang secara pengamatan tidak teramati rupanya namun memiliki potensial gravitasi yang tergambar dari distribusi potensial gravitasi, yang hari ini disebut sebagai dark matter,” jelas Oluseyi, dalam siaran pers yang kumparan terima pada Kamis (17/10).
Oluseyi berbicara mengenai dark matter, suatu jenis partikel yang mirip dengan proton. Apa yang membentuk materi ini masih menjadi misteri. Ada satu teori yang mengatakan bahwa dark matter terbuat dari sesuatu yang sederhananya tidak bisa deteksi atau identifikasi. Dalam sebuah studi pada 2016, dark matter disebut mungkin saja terbuat dari lubang hitam di masa permulaan dunia.
Ilustrasi Materi Gelap Foto: en.wikipedia.org
Dark matter tidak memantulkan atau memancarkan cahaya, tetapi konsentrasi zatnya yang tinggi dapat membelokkan cahaya, dan itulah yang diketahui para ilmuwan.
ADVERTISEMENT
Apabila beranggapan pengetahuan manusia tentang dunia dan fisika telah benar, maka ada lebih banyak dark matter di kehidupan ini. Faktanya, materi gelap dibutuhkan untuk tarikan gravitasi yang cukup kuat untuk menciptakan planet dan galaksi.
Di hari yang sama, Oluseyi juga sempat mengunjungi Observatorium Bosscha. Di sana ia sempat menyampaikan pengalaman pribadinya dalam menyampaikan sains kepada publik. Oluseyi menyarankan agar menyampaikan sains dengan cara menyenangkan dan efektif, misalnya dengan menggunakan musik rap dan tarian.