Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Thailand Legalkan Ganja untuk Medis, Berikut Manfaatnya Menurut Riset
27 Desember 2018 10:49 WIB
Diperbarui 15 Maret 2019 3:51 WIB
ADVERTISEMENT
Thailand kini menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang melegalkan penggunaan ganja untuk kepentingan medis. Legalisasi ini berlaku setelah parlemen di sana melakukan voting pada Selasa, 25 Desember 2018.
ADVERTISEMENT
Saat ini, ada 31 negara, termasuk Thailand, yang menyatakan bahwa ganja legal untuk kepentingan medis. Beberapa negara seperti Belanda, Kanada, dan Uruguay bahkan melegalkan ganja sepenuhnya, baik dengan atau tanpa alasan medis (rekreasional).
Efek medis dari ganja ini sebenarnya masih jadi perdebatan panjang. Beberapa riset menunjukkan bahwa ganja dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang parah, glaukoma, bahkan mengurangi tremor pada penderita Parkinson.
Hasil sebuah studi yang dipublikasikan di jurnal Neurology, misalnya, mengatakan bahwa ganja memiliki efek untuk meredakan rasa sakit. Studi yang dilakukan oleh Dr. Haggai Sharon dari Sagol Brain Institute, Tel Aviv Medical Center, ini menunjukkan kandungan Tetrahydrocannabinol (THC) pada ganjalah yang berperan untuk meredakan rasa sakit.
Sharon melakukan studi dengan 15 pasien yang mengalami rasa sakit selama enam bulan. Sembilan pasien diberi 15 mL THC di bawah lidah mereka, sementara sisanya diberikan plasebo. Kemudian mereka diminta untuk menilai rasa sakit dari 0 hingga 100. Pasien yang mengkonsumsi THC menilai rasa sakit mereka 35 dari 100, padahal sebelum diberi THC, mereka mengatakan rasa sakit mereka bernilai 53 dari 100.
ADVERTISEMENT
Sementara anggapan bahwa ganja dapat mengobati glaukoma muncul dari sebuah penelitian yang hasilnya telah dipublikasikan di Journal of the American Medical Association pada 1971. Studi ini menunjukkan bahwa ganja menurunkan tekanan pada mata hingga 30 persen pada peserta studi.
Hasil studi lain yang dipublikasikan di jurnal The Lancet Neurology pada Desember 2015 juga menunjukkan bahwa cannabidiol, zat aktif yang ada di dalam ganja, dapat digunakan untuk mengurangi kejang pada penderita epilepsi. Studi tersebut dilakukan pada 214 pasien di 11 pusat perawatan epilepsi di Amerika Serikat.
American Cancer Society juga mengatakan bahwa ganja dapat membantu untuk mengurangi rasa mual serta muntah bagi orang yang menjalani kemoterapi.
Masih kontroversial
Meski ada bukti yang mendukung ganja dalam ruang medis, tetapi ada juga riset yang justru membantah hasil-hasil riset di atas. Misalnya soal efek ganja untuk menyembuhkan glaukoma.
ADVERTISEMENT
American Academy of Ophthalmology menjelaskan, meskipun benar ganja dapat menurunkan intraocular pressure (IOP) yang menyebabkan glaukoma, efeknya ini hanya sementara, yakni sekitar tiga hingga empat jam saja. Dan untuk mendapatkan efeknya ini, butuh enam hingga delapan kali merokok ganja.
Dengan merokok ganja sebanyak itu, AAO mengatakan, ganja akan mengacaukan mood orang yang mengonsumsinya. Selain itu, orang tersebut juga jadi tidak layak untuk menyetir dan kemampuan mentalnya juga tidak berfungsi dengan baik. Selain itu, ganja juga dapat menyebabkan tekanan darah rendah.
Di samping itu, studi yang dipublikasikan di jurnal The Lancet Public Health tahun 2018 yang dilakukan Gabrielle Campbell dan rekan-rekannya menemukan bahwa ganja tidak berfungsi dalam menurunkan rasa sakit. Studi yang berjalan selama empat tahun dan melibatkan 1.514 peserta dari Australia tersebut mengatakan bahwa tidak ada bukti yang mereka temukan kalau ganja dapat mengurangi rasa sakit.
ADVERTISEMENT