Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Wanita di Inggris Tuntut Sebuah RS karena Sembunyikan Penyakit Ayahnya
28 November 2018 10:52 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:04 WIB
ADVERTISEMENT
Seorang wanita di Inggris mengajukan tuntutan kepada tim dokter yang telah merawat ayahnya. Para dokter itu disebutnya telah menyembunyikan sebuah rahasia penting, yaitu mengenai penyakit ayahnya yang mungkin menurun pada dirinya serta anaknya.
ADVERTISEMENT
Cerita penuntutan bermula pada 2007, ketika seorang pria di Inggris, ayah dari wanita yang tidak disebutkan namanya itu, didakwa melakukan pembunuhan terhadap istrinya sendiri dengan cara menembak korban. Tuntutan hukum terhadap pria tersebut diringankan dengan alasan pria itu mengalami kelainan mental.
Dua tahun setelah vonis hukum tersebut, dokter curiga terdakwa menderita penyakit bernama Huntington’s disease (HD). Penyakit ini menyerang otak dan perlahan-lahan akan menyebabkan kerusakan secara fisik dan kognitif, sehingga penderitanya dapat mengalami kepikunan serta kematian dini.
Huntington’s juga merupakan penyakit keturunan. Ada peluang 50/50 penyakit ini dapat menurun pada anak. Oleh karena itu, dokter menyarankan agar pria tersebut mengabarkan kondisinya ini kepada anak-anaknya agar mereka waspada. Namun, pria itu menolak dan memilih untuk menyimpan rahasia tersebut. Demi menghormati keinginan pasiennya, dokter pun memutuskan untuk merahasiakan penyakit tersebut.
Cerita ini seolah mengambang saja sampai akhirnya, salah anak perempuan dari pria tersebut melahirkan anak perempuan pada April 2010. Hampir tiga tahun setelah kelahiran anaknya, tepatnya pada Januari 2013, secara tidak sengaja perempuan itu mengetahui bahwa ayahnya menderita HD.
ADVERTISEMENT
Dan setelah dites, perempuan itu pun positif menderita HD. Itu berarti, ada kemungkinan anak perempuannya juga akan menderita penyakit serupa.
"Setiap hari saya hidup menyadari saya positif," kata wanita itu kepada The Times pada tahun 2015 sebagaimana dikutip oleh Science Alert.
"Anak saya juga memiliki peluang 50/50 untuk mewarisi penyakit ini dan harus hidup dengan penyakit keturunan ini ... Saya tidak akan pernah memberikan ini kepadanya. Hari demi hari, dia membuat hidupku berharga dan, sementara ini hidup ini baik-baik saja dan kami bahagia. Tapi masa depannya menakutkan. "
Atas kondisi inilah, perempuan itu kemudian menuntut rumah sakit tempat ayahnya dirawat dengan tuduhan mereka tidak bisa memberikan saran medis yang baik untuk ayahnya meskipun keinginan untuk merahasiakan penyakit tersebut adalah keinginan ayahnya sendiri.
Pada 2015, hakim menolak tuntutan wanita tersebut dengan alasan wanita itu bukanlah pasien rumah sakit tersebut dan tim dokter tidak harus memberitahu soal penyakit itu karena hal tersebut adalah rahasia antara mereka dengan pasien.
ADVERTISEMENT
Kasus ini kembali dibuka ketika pada 2017, Pengadilan Banding mencabut keputusan sebelumnya dan mengatakan bahwa pihak di luar dokter dan pasien perlu diberitahu rahasia menyangkut informasi medis pasien bila dapat mempengaruhi pihak lain.
Menurut Anna Middleton, peneliti etik dan masyarakat dari Wellcome Genome Campus di Cambridge, kasus ini dapat mengubah dunia kedokteran. Karena kasus ini dapat mengubah peraturan mengenai rahasia antara pasien dan dokter.
“Hal ini dapat mengubah dunia kedokteran, karena ini mengenai kewajiban dokter untuk memberitahu hasil tes genetik dengan keluarga pasien dan apakah kewajiban ini ada diatur dalam hukum,” kata Middleton, masih dikutip dari Science Alert.
Bila ada, berarti dokter akan memiliki kewajiban untuk memberi tahu keluarga pasien mengenai penyakit yang mungkin diturunkan oleh pasien.
ADVERTISEMENT