MotoGP

Setelah Sirkuit Mandalika, Apa Lagi?

23 Maret 2019 16:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dovizioso dan Marquez berduel saat balapan di GP Austria. Foto:  REUTERS/Lisi Niesner
zoom-in-whitePerbesar
Dovizioso dan Marquez berduel saat balapan di GP Austria. Foto: REUTERS/Lisi Niesner
ADVERTISEMENT
Sebelum MotoGP seri pertama musim 2019 di Qatar bergulir, Dorna Sport SL mengumumkan Indonesia bakal menjadi salah satu tuan rumah balapan musim 2021 dengan Sirkuit Mandalika, Lombok, Nusa Tenggara Barat, sebagai venue-nya. Pengumuman itu diberikan menyusul terjalinnya kesepakatan dengan Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) --PT. Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero)-- sebagai BUMN yang menangani kawasan Mandalika.
ADVERTISEMENT
Dengan begitu, gelaran balap MotoGP di Indonesia tak akan jadi sebatas wacana seperti yang sudah-sudah. Ambil contoh pemugaran Sirkuit Sentul di 2015 dan pembangunan Sirkuit Internasional Jakabaring, Palembang, pada 2017 yang kisahnya melayang ke awang-awang.
Para penikmat MotoGP di Indonesia pun bisa menggantung harap tinggi-tinggi bahwa dua tahun lagi, untuk menyaksikan balapan paling bergengsi sejagat ini, mereka tak perlu melewati gerbang imigrasi tetapi cukup terbang atau menyeberang menuju sebuah pulau di negeri sendiri.
Namun, sirkuit yang bisa mementaskan kejuaraan level dunia tak cuma memicu daya tarik penonton. Bagi sosok-sosok yang bergelut di dunia balap Indonesia dan para pengambil kebijakan di sektor olahraga, Sirkuit Mandalika melahirkan harapan dalam bentuk berbeda.
Memaknai dan Memupuk Benih Mimpi
ADVERTISEMENT
Bagi pebalap Indonesia, MotoGP bagaikan mimpi besar yang terus jadi angan. Sejak digelar pertama pada 1949 —yang masih bernama Grand Prix 500cc— hingga berganti era menjadi MotoGP, belum ada rider Tanah Air ambil bagian di kelas paling bergengsi ini.
Melongok ke belakang, pebalap Indonesia baru sekadar menjajal GP 125cc dan 250cc di medio 1990-an. Lalu di era modern, harapan sempat muncul lagi ketika Doni Tata Pradipta mentas di kelas 125cc pada 2007 dan 2008 serta Moto2 —kelas pengganti 250cc yang levelnya di bawah MotoGP— pada 2013. Enam tahun berselang, asa kembali lahir seiring dengan keberhasilan Dimas Ekky Pratama menjadi pebalap reguler di Moto2 2019.
Dimas Ekky ketika memulai balapan. Foto: Instagram @Dimas Ekky Pratama
Adanya Dimas sebagai pebalap utama di tengah bergulirnya proyek Sirkuit Mandalika memperbesar kans pebalap Indonesia hadir di MotoGP 2021. Dimas pun tak menampik tingginya ambisi mengaspal di kelas balap utama, juga tak mempermasalahkan usianya yang bakal menginjak angka 28 saat MotoGP tiba di Indonesia nanti.
ADVERTISEMENT
“Tentu, menurut saya tidak ada yang tidak mungkin, terlepas bagaimana nanti ke depannya. Sebagai seorang individu kita harus yakin terhadap diri sendiri dan berupaya yang terbaik untuk meraih mimpi atau cita-cita. Selain itu ada beberapa pebalap yang mampu bersaing di ajang balap MotoGP di usia yang sudah tidak muda lagi. Hal itu cukup menginspirasi saya,” kata Dimas kepada kumparanSPORT.
Dimas mafhum bahwa ada jarak dua tahun sebelum Sirkuit Mandalika menghelat balap kelas utama. Maka, pria asal Depok, Jawa Barat, ini berupaya menapaki jalan ke sana dengan perlahan. Toh, Hafizh Syahrin, Franco Morbidelli, hingga Marc Marquez pun butuh waktu bertahun-tahun di Moto2 untuk memberi bukti, sebelum naik kelas ke MotoGP.
“Ingin menjadi pebalap yang kompetitif, saya ingin berupaya memberikan performa yang terbaik sehingga mampu mencetak poin sebanyak-banyaknya pada musim pertama di Moto2. Hal ini (proyek sirkuit) menjadi motivasi untuk saya agar dapat perform di musim pertama," papar Dimas.
ADVERTISEMENT
Sebagai sesama pebalap lokal, Imanuel Putra Pratna, juga memaknai proyek Sirkuit Mandalika sebagai gerbang harapan. Tapi, Imanuel belum menaruh mimpinya hingga ke status pebalap reguler. Menurut pria berusia 21 tahun itu, para pebalap Indonesia bisa memulainya dengan menjadi pebalap wild card.
Wild card sendiri adalah jatah bagi pebalap tuan rumah untuk ikut satu seri balapan. Mengacu aturan teranyar, tiap tim Moto3 dan Moto2 mendapat jatah dua pebalap wild card, sedangkan di MotoGP jatah yang diberikan hanya satu. Untuk Superbike, tiap tim punya jatah 4 wild card, lalu kelas di bawahnya seperti Supersport dan Superstock masing-masing 2.
“Jadi lebih memudahkan untuk ke balapan dunia karena nantinya pebalap MotoGP datang ada World Superbike juga. Kalau di sini bisa lebih mudah dan Dorna pasti kasih slot banyak untuk pebalap Indonesia jadi wild card,” tutur Imanuel melalui sambungan telepon.
ADVERTISEMENT
Imanuel Putra (kanan). Foto: Instagram @team_terra_e_motto
Karena pernah mentas di World Supersport (WSSP) 300, Imanuel jelas ingin jenjangnya berlanjut ke tingkat lebih tinggi: World Superbike Championship (SBK). Kansnya terbuka lantaran pada 2021 Sirkuit Mandalika pun akan menggelar ajang itu. Meski tak setenar MotoGP, SBK dianggap bisa menjadi gerbang ke level lebih tinggi.
“Gunanya wild card untuk membuktikan diri, kemudian ada prestisenya juga. Sebagai pebalap Indonesia, bangga juga bisa ada home race, bisa balapan di rumah sendiri. Selama ini ‘kan cuma balapan lokal, kejurnas. Pastinya ini jadi momentum buat pebalap lokal," kata Imanuel.
“Adanya sirkuit internasional (pebalap) bisa ke banyak tempat, bukan hanya MotoGP. Memang sekarang melihatnya hanya ke sana, padahal untuk ke balapan dunia tidak harus ke sana dulu, bisa ke Superbike, Supersport untuk kemudian ke MotoGP. Setidaknya, untuk terbiasa dengan hawa kejuaraan dunia, bisa dimulai dari kelas bawahnya,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Punya Sirkuit Tidak Cukup
Sejauh ini, baru Dimas yang bisa dibilang sebagai ujung tombak dunia balap motor Indonesia. Dialah sosok yang kesempatannya tampil di MotoGP paling besar. Minimnya stok pebalap di kejuaraan bergensi tak terlepas dari alpanya dukungan pemerintah. Doni Tata merasakan betul kondisi itu saat berkarier di Moto2 pada 2013.
“Di zaman saya belum ada dukungan dari pemerintah. Paling sebatas doa restu, kita berkunjung ke Kemenpora. Bukti konkret yang diharapkan adalah terjun langsung membantu mencarikan sponsor misalnya, karena paling utama itu,” ujar Doni.
“Biaya cukup besar. Untuk saya dulu di Moto2, satu tahun kurang lebih butuh biaya Rp10 miliar atau 12 miliar agar bisa bertahan. Itu untuk tim bagus, kalau tim biasa sekitar Rp6-7 miliar. Harus ada budget khusus untuk pebalap yang mau didukung, ada manajemen khusus untuk pembibitan di nasional," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Doni tak salah menyebut balapan di level atas menuntut biaya besar. Diwartakan Crash.net pada 2017, satu tim Moto2 butuh biaya 2,4 juta euro atau Rp38 miliar satu musimnya. Duit di MotoGP jauh lebih besar, sekitar Rp 120 miliar. Namun, setelah Dorna memberi subsidi, angka yang harus dipenuhi tim-tim MotoGP jadi tak berbeda jauh dengan Moto2: Rp40 miliar.
Doni Tata Pradipta. Foto: Twitter @Doni Tata7
Hal serupa dialami Imanuel saat turun berlaga di WSSP 300 2018. Menurutnya, mengandalkan agen tunggal pemilik merek (ATPM), cara yang lumrah digunakan pebalap lokal untuk mentas di balapan internasional, tidak cukup. Imanuel menyebut ATPM hanya memberikan dukungan motor dan perlengkapannya.
“Untuk olahraga balap masih belum dilirik sama sekali. Istilahnya kalau kita mau balapan dunia, perlu keluar biaya sendiri atau sponsor. Tapi ‘kan cari sponsor itu susah karena bukan berarti dapat satu bisa langsung berangkat (balapan), karena biayanya besar,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
“Saya kemarin di kejuaraan dunia WSSP300 dikontrak Yamaha, tapi mereka hanya dukung spare part, untuk biaya operasionalnya saat balapan dari sponsor lain. juga biaya pribadi, dan bantuan orang tua," sambung Imanuel.
Doni dan Imanuel mengerti bahwa pemerintah butuh bantuan dari pihak yang mengerti dunia balap agar bisa menentukan langkah memberi dukungan. Dalam hal ini, keduanya menyebut Ikatan Motor Indonesia (IMI) —selaku badan yang dibawahi Fédération Internationale de Motocyclisme (FIM)— bisa bersinergi dengan pemerintah.
“Sebetulnya tidak hanya pemerintah, dari IMI juga harus ada kolaborasi dengan pemerintah. Karena pemerintah juga mungkin tidak tahu balapan, jadi harus ada yang memahami bidang itu. Saling menjembatani.” jelas Doni.
“Dengan punya sirkuit pasti ada keuntungan, tapi balapan butuh biaya besar. Adanya dukungan pemerintah lebih memudahkan. Misalnya ada kejuaraan nasional, yang juara di sana bisa diberangkatkan sekolah (balap), dibiayai. Sirkuit baru ini bisa membuka mata pemerintah untuk lebih memerhatikan hal-hal seperti ini,” timpal Imanuel.
ADVERTISEMENT
Mempersiapkan Bibir-bibit Unggul
Besarnya animo masyarakat terhadap MotoGP dan masifnya penjualan motor di Indonesia dianggap Dimas tak cukup untuk mengantarkannya ke pentas tertinggi. Sponsor dinilai sebagai jalur utama agar langkahnya semakin mulus. Maka, jika sponsor ibarat inang yang menyokong pebalap selama balapan, dibutuhkan aksi nyata untuk menarik minat mereka.
Sirkuit Jalan Raya Mandalika. Foto: Putri Sarah Arifira/kumparan.
“Selain market, menurut saya sponsor tetap merupakan salah satu faktor utama agar dapat turun di MotoGP, doakan saja,” tegas Dimas.
Memikat sponsor berkaitan erat dengan membangun jaringan ke dunia balap internasional lewat aksi pebalap, begitu menurut Imanuel dan Doni. Oleh karenanya, dukungan lain dari pemerintah dan IMI bisa berbentuk pengadaan akademi balap sebagai langkah mencetak bibit-bibit unggulan.
Perkembangan negara lain soal akademi pun disinggung kedua sosok ini. Jika Doni menyebut Malaysia dengan Sepang International Circuit (SIC) Racing Team sebagai contoh, Imanuel berkata bahwa VR46 Academy milik Valentino Rossi di Italia —di mana Imanuel sempat menimba ilmu selama setahun pada 2018— bisa jadi patokan.
ADVERTISEMENT
“Seperti akademi, jadi ada seleksi. Menggandeng orang khusus yang punya pengetahuan tentang MotoGP, seperti scouting. Seperti apa kriterianya untuk bisa sampai ke kelas MotoGP. Ini bisa dilakukan oleh IMI dan pemerintah, berkolaborasi,” ucap Doni.
“Malaysia punya SIC, punya pelatihan khusus. Mereka merekrut pebalap-pebalap potensial untuk mewakili negaranya di ajang internasional. Dulu mereka punya sirkuit tapi tidak punya pebalap, sekarang mereka lebih maju dari Indonesia. Ada pebalap di Moto3, Moto2, dan MotoGP. Konsisten dan memerhatikan penjenjangan, pemerintah turun tangan,” lanjutnya.
“Di VR46 Academy setiap pebalap seminggu bisa empat kali menaiki motor, tidak mesti balapan. Istilahnya mereka berkompetisi di sana, saling membangun, membantu meningkatkan skill-nya cepat. Dengan latihan bersama mereka saja tanpa kita sadari meningkatkan kemampuan kita, bikin terpacu,” kenang Imanuel.
ADVERTISEMENT
Lantas, apakah pemerintah menyadari kesempatan hadirnya Sirkuit Mandalika bagi pebalap Indonesia? Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga, Gatot S. Dewa Broto, menyebut keistimewaan dari Dorna kepada pebalap tuan rumah untuk menjadi wild card sudah dipahami. Akan tetapi, terkait langkah apa yang dilakukan untuk mempersiapkan pebalapnya, Gatot belum bisa memberi penjelasan.
“Itu sudah ada terms of condition dari Dorna, siapa pun tuan rumah akan dapat kuota lebih dan itu memungkinkan rider-rider lokal, yang selama ini kesulitan langsung masuk level dunia bergengsi. Nah, paling tidak dengan itu kesempatan [kita jadi] luar biasa,” kata Gatot saat ditemui di Kantor Kemenpora, Rabu (19/3).
Soal jenis dukungan apa yang akan diberikan, Gatot hanya menjawab singkat, “Kalau itu, tentu nanti kami pikirkan."
ADVERTISEMENT
***
Pembibitan via akademi tak bisa disebut hal yang batil. Pebalap top macam Marquez pun terbentuk melalui akademi balap Monlau Academy di negara asalnya, Spanyol. Rossi yang paham akan pentingnya akademi pun kemudian membentuk VR46 Academy yang telah mengantarkan Morbidelli dan Francesco Bagnaia ke MotoGP.
“Marquez saja kelahiran dari akademi Spanyol (Monlau). Rossi bikin akademi, istilahnya mencari penerus-penerus dia nanti. Visi Rossi ingin pebalap-pebalap Italia menjadi juara dunia,” ucap Imanuel.
Maka, waktu dua tahun sebelum MotoGP 2021 hadir di Mandalika memberi kesempatan bagi pemerintah dan pihak-pihak yang terkait untuk melakukan eksekusi program pembinaan. Apakah tak akan makin paripurna kepuasan penggemar balap Tanah Air jika di Mandalika nanti ada pebalap Indonesia yang benar-benar bisa dijagokan?
ADVERTISEMENT
*kumparanSPORT membahas jelang gelaran MotoGP Indonesia 2021 di Mandalika, Lombok. Anda bisa menyimaknya di topik 'Menyongsong MotoGP Mandalika'.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten