Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
5 UMKM Indonesia yang Ramah Lingkungan dan Memberdayakan Perempuan
16 September 2018 16:32 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
ADVERTISEMENT
Tidak hanya dihadiri oleh seribu organisasi perempuan dari seluruh Indonesia dan perwakilan delegasi dari luar negeri, acara International Council of Women (ICW) 2018 juga menghadirkan berbagai UMKM di bawah naungan Rumah Kreatif BUMN. Pada kesempatan ini, PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau Bank BRI mengajak UMKM dari Rumah Kreatif BUMN binaan mereka dalam pameran yang juga termasuk rangkaian dari acara ICW di Hotel Grand Inna Malioboro, Yogyakarta sejak tanggal 13-20 September 2018.
ADVERTISEMENT
Dalam program Rumah Kreatif BUMN, Bank BRI telah membina 53 UMKM yang tersebar di seluruh Indonesia. Lima di antaranya yang hadir dalam acara pameran ICW 2018 adalah Niluh Djelantik, Debora Art, Namu, Kopi Kreatif, dan Gracia Bag. UMKM tersebut bergerak di bidang fashion ramah lingkungan dan memberdayakan perempuan dalam proses produksinya.
Berikut kumparanSTYLE telah merangkum secara singkat profil kelima UMKM binaan Bank BRI:
1. Niluh Djelantik
Niluh Djelantik merupakan merek sepatu lokal yang berbahan dasar kulit. Usaha ini didirikan oleh Niluh Putu Ary Pertami Djelantik, asal Bali. Pada tahun 2003, awalnya produk ini diberi nama Nilou dan berhasil menarik minat para pecinta sepatu, baik dari dalam maupun luar negeri.
ADVERTISEMENT
Produk ini mulai dipasarkan hingga ke luar negeri, mulai dari Eropa, Australia, Asia dan Selandia Baru. Pada tahun 2008, sang pemilik yang akrab dikenal sebagai Niluh Djelantik memutuskan untuk mengubah nama Nilou menjadi Niluh Djelantik. agar lebih sesuai dengan visinya untuk melestarikan budaya negeri.
Setiap sepatu Niluh Djelantik dan aksesori berbahan kulit merupakan 100 persen buatan tangan perajin sepatu lokal di Bali. Baik sepatu hak tinggi maupun sepatu flat, Niluh Djelantik memiliki kualitas, kenyamanan, detail desain yang indah, dan pelayanan pelanggan yang berkelas dunia.
Asosiasi Niluh Djelantik dengan selebriti internasional, mulai dari Uma Thurman, Julia Roberts, Bebel Gilberto, dan Robyn Gibson, membantu mempercepat ekspansi brand ini untuk semakin dikenal.
Selain melestarikan budaya dan perajin Bali, Niluh Djelantik juga memberdayakan pengusaha perempuan untuk terlibat dalam proses pembuatan atau pemasaran produknya.
ADVERTISEMENT
Sepatu atau produk-produk hasil produksi Niluh berhasil membuat penggunanya terlihat elegan dan modern. Membuat Niluh Djelantik menjadi merek Indonesia yang dicari oleh masyarakat dunia.
2. Debora Art
Debora Art didirikan oleh Ninik Swatini Suwarno atau biasa dikenal dengan Debora Ninik Swa, perempuan asli Yogyakarta berusia 52 tahun. Ia mendirikan usaha fashion ecoprint tersebut sejak tahun 2015 lalu.
Kepeduliannya terhadap lingkungan dan ketertarikan Debora dengan teknik ecoprint akhirnya membuat Debora memutuskan untuk serius menjalani bisnis ini. Untuk menjaga komitmennya dalam melestarikan lingkungan, kain yang digunakan oleh Debora juga dipilih yang ramah lingkungan. Ia memakai kain serat selulosa dan serat protein. Selain itu, kedua kain tersebut juga bisa membuat warna daun menjadi lebih tampak seperti aslinya.
ADVERTISEMENT
Debora menggunakan berbagai jenis daun sebagai pewarna alami dan pembuatan motif pada tas totebag, kain, dan scarf buatannya. Hampir semua daun, dari mulai daun jambu, daun jarak, bisa dijadikan motif.
Karena usaha yang dibuat oleh Debora ini tergolong dalam produksi slow fashion yang proses pembuatannya tidak bisa langsung jadi, maka ia dan timnya tidak dapat menghasilkan produk dengan cepat. Hal tersebut membuat barang-barang karyanya menjadi cukup terbatas. Melalui usahanya ini, Debora berharap masyarakat dan pembeli menjadi lebih peduli dengan lingkungan dan secara perlahan mulai bijak dalam memilih dan membeli produk.
3. Gracia Bag
Berawal dari sebuah keinginan untuk menciptakan produk yang memberikan kesan penampilan artistic, Gracia Bag hadir dengan desain dan bahan khas Indonesia. Brand asli Yogyakarta ini memilih bahan seperti kulit sapi, batik, agel, mendong, hingga anyaman rotan.
ADVERTISEMENT
Produk yang didirikan oleh Lusiana Widi Hastari sejak tahun 2015 ini dikerjakan dengan konsep 100% handmade. Dari proses pemilihan bahan, penganyaman, proses jahit dan finishing dikerjakan oleh para perajin yang sebagian besar adalah perempuan Indonesia.
Sebagian besar proses produksi Gracia Bag dikerjakan di rumah-rumah perajin dengan mengutamakan proses produksi padat karya. Bahan dasar yang dipakai merupakan bahan pilihan dengan kualitas tinggi, sehingga harus ditangani dengan sangat hati-hati.
4. Kopi Kreatif
Berawal dari kecintaan terhadap kopi yang memiliki rasa dan aroma yang khas, membuat Yudhi Prasetyo, pemuda berdarah Palembang untuk menciptakan produk kreatif berbahan dasar kopi. Ia mencoba untuk memikirkan cara lain untuk menikmati kopi yang tidak terpikirkan oleh banyak orang.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2015, KoKe atau Kopi Kreatif Indonesia resmi didirikan dan menjadi pelopor aksesori kopi di Indonesia. KOKE hingga kini sudah sangat berkembang dan menyediakan berbagai varian produk aksesori yang terbuat dari biji kopi asli arabica.
Yudhi memulai bisnisnya di sekitar Manisrenggo, Prambanan, Jawa Tengah. Ia memberdayakan beberapa ibu perajin untuk membuat produk gelang dan kalung yang terbuat dari biji-biji kopi. Biji kopi Arabica tersebut berasal dari sisa panen petani lokal dan bahan yang rusak akibat penyimpanan, sehingga tidak layak untuk dikonsumsi lagi. Kemudian biji-biji kopi itu diseleksi lagi untuk melihat tingkat kualitasnya.
Produk-produk yang dihasilkan berupa gelang, tasbih, kalung, anting, hingga produk pewangi kopi.
5. Namu
Namu merupakan sebuah UMKM yang produknya merupakan hasil pemanfaatan dari sisa-sisa industri sebagai bahan baku utama. Brand aksesori yang didirikan oleh Ery Seprizal asal Yogyakarta ini berkomitmen untuk mengusung tema "Reduce, Reuse & Recycle".
ADVERTISEMENT
Untuk itu, Ery memilih limbah dari kayu industri furniture yang sudah tidak mudah dipakai dan mudah sekali untuk didapat. Dalam proses produksinya, Ery bekerja sama dengan perajin di pelosok desa.
Produk yang dihasilkan oleh Namu adalah aksesori berupa kalung, gelang, hingga anting. Yang menjadi keunikan dari Namu adalah, Ery mengkombinasikan olahan limbah kayu dengan bahan fiber yang menghasilkan motif warna tidak biasa dan hampir menyerupai motif batuan alam mahal.
“Produk-produk kami merupakan bentuk aplikasi produk yang menjaga ekosistem (alam dan manusia), serta suatu bentuk usaha yang bergerak di bidang upcycle atau circular economy. Dengan kata lain, Namu memiliki suatu andil dalam melestarikan lingkungan dengan menggunakan keindahan,” pungkas Ery.