Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.87.1
Menlu Retno: Perempuan Juga Bisa Jadi Diplomat yang Tangguh
12 November 2018 12:26 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
ADVERTISEMENT
Apabila membahas perempuan menginspirasi dalam dunia politik di Indonesia, tentu nama Menteri Luar Negeri (Menlu), Retno Marsudi, menjadi salah satu yang tak boleh dipisahkan.
ADVERTISEMENT
Sederet penghargaan telah ia raih sejak menjalankan tugas sebagai Duta Besar Indonesia untuk Norwegia dan Belanda. Selain itu, Retno Marsudi juga menjadi perempuan Indonesia pertama yang menjabat posisi sebagai Menteri Luar Negeri untuk periode 2014-2019.
Sudah menggeluti dunia diplomatik sejak 32 tahun lamanya, tentu posisinya sebagai Menteri Luar Negeri saat ini tidak ia dapatkan secara instan dan tanpa tantangan.
Beberapa hari lalu, Menteri Retno pun membagikan kisahnya dalam menjalani profesi diplomat, dalam ajang Indonesian Women’s Forum 2018 (IWF 2018) yang digelar oleh Femina Group bersama Google dan P&G di Artpreneur Ciputra, Jakarta Selatan.
“Kalau anak milenial, setiap tiga hingga enam bulan, itu bisa berganti pekerjaan,
saya ini jadul. Karena selama hidup saya, saya hanya mengenal satu profesi, yaitu diplomat,” papar Menteri Retno di acara konferensi hari kedua dengan tema The Future of Work, Jum’at (9/11).
ADVERTISEMENT
Gamang Retno Marsudi hadapi stereotip profesi Diplomat
Dalam perjalanannya menjadi seorang diplomat, Menlu Retno Marsudi mengalami banyak pertanyaan dan keraguan dari orang-orang sekitarnya yang kerap menghubungkan profesi masa depannya dengan perannya sebagai perempuan.
“Pertanyaan seperti: ‘Lu serius mau jadi diplomat? Emang bisa perempuan jadi diplomat? Ga gampang lho perempuan jadi dipomat, itu kan dunia laki laki, nanti keluargamu berantakan loh kalau kamu jadi diplomat, dan lainnya,” kenang Menteri Retno.
“Nah tentu, hal-hal tersebut sempat membuat (saya) gamang, tapi beruntung, saya dikelilingi oleh malaikat-malaikat di sekitar saya. Seperti ibu, ayah, dan pacar yang sekarang menjadi suami saya,” ceritanya.
Ia menambahkan, pertanyaan-pertanyaan tersebut memang sempat membuat ia bingung. Namun seiring berjalannya waktu dan dengan berbagai diskusi bersama orang-orang sekitarnya, Retno memutuskan bahwa ia bisa menjadi diplomat perempuan tanpa harus terpaku pada stereotip tersebut.
ADVERTISEMENT
“Saat orang bicara apakah profesi diplomat ini dunia laki laki, banyak yg mengatakan ya. Tapi saya mengatakan, perempuan juga bisa jadi diplomat yang tak hanya sekadar ‘diplomat’. Namun bisa juga jadi diplomat yang tangguh,” tegasnya.
Ia paham mengapa banyak yang menganggap bahwa pekerjaan diplomat adalah sebuah profesi untuk laki-laki. Contohnya, setiap harinya, Menteri Retno selalu mendapatkan telepon pada tengah malam dan setiap malam selalu ada komunikasi yang berhubungan dengan pekerjaannya.
Atau masalah fleksibelitas tempat; hari ini ia bisa ada di Jakarta, lalu besoknya sudah harus berpindah ke kota atau negara lain. Profesinya mengharuskan ia untuk terus berpergian.
“Tidak ada batasan waktu, tempat dan banyak sekali agenda traveling,” jelas perempuan kelahiran Semarang ini.
ADVERTISEMENT
Meski terdengar berat dengan segala rutinitas menjadi seorang diplomat, menurut Retno, justru ini adalah pekerjaan yang cocok bagi perempuan.
“Perempuan memiliki passion, kita adalah orang yang dikarunia (sifat) detail yang lebih dari laki laki. Dan negosiasi memerlukan detail yang besar. Intusiasi setiap kata bermakna, dan perempuan akan lebih telaten dan tanpa kita sadari, kita ini sebenernya memiliki ketahanan atau endurance yang lebih baik,” paparnya.
“(Perempuan) ini jalan terus, on and on, sampai di titik dimana target kita tercapai. And it is in you all sebagai perempuan,” tambahnya.
Perempuan dalam pemerintahan Indonesia
Dalam ajang IWF 2018 tersebut ia juga menekankan peran perempuan dalam pemerintahan Indonesia. Di jajaran kabinet Presiden Jokowi, terdapat delapan perempuan (setelah Khofifah menjadi Gubernur terpilih Jawa Timur), yang diberi tanggung jawab untuk menjabat sebagai menteri. Dan ini merupakan porsi terbesar dalam sejarah kabinet Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Kami diberi amanah dan tanggung jawab memegang portfolio yang sangat strategis. Mulai dari keuangan, kesehatan, BUMN, marine and fisheries, luar negeri, dan banyak lagi,” tambahnya.
Selain pada jajaran kabinet, 23 kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyat adalah perempuan. Kemudian 97 orang atau dalam presentase 17 persen dari legislator di Indonesia pun adalah perempuan. Dan untuk diplomat sendiri, sudah mencapai angka hampir 40% perempuan .
“Moral story-nya adalah perempuan bisa dan perempuan harus bisa,” tutup Retno Marsudi.