Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Pengalaman 2 Desainer Indonesia saat Tampil di London Fashion Week
11 Maret 2019 15:59 WIB
Diperbarui 20 Maret 2019 20:08 WIB
ADVERTISEMENT
Beberapa waktu lalu, dua brand desainer asal Indonesia, Bateeq dan PVRA, melangsungkan pergelaran busana mereka di London Fashion Week Fall/Winter 2019. Acara tersebut berlangsung di Freemason’s Hall, London, pada 15-17 Februari 2019.
ADVERTISEMENT
Di London Fashion Week, Bateeq yang digawangi oleh Michelle Tjokrosaputro memperkenalkan koleksi yang bernama Arung. Ia bekerjasama dengan perajin tenun lansia di Klaten untuk menghasilkan tenun ATBM. Koleksi Arung dihiasi dengan motif Gatharish dengan gambar tanam-tanaman Kawung Picis, dan Mega Mendung.
Sedangkan PVRA, brand sepatu karya Kara Nugroho dan Putri Katianda yang kental akan ciri khasnya menggunakan payet-payet cantik, menampilkan koleksi yang disesuaikan dengan pasar Inggris untuk musim gugur dan dingin.
Tentu ini jadi momen membanggakan bagi keduanya. Meski pergelaran berjalan sukses dan mendapat respons baik dari penonton, perjalanan mereka untuk berhasil tampil di London Fashion Week melalui hal-hal dan pengalaman tak terduga.
"Sebenarnya excited banget, tapi penuh drama," papar Michelle Tjokrosaputro, Chief Executive Officer Bateeq di Senayan City, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
Michelle bercerita bahwa ia melalui beberapa rintangan. Mulai dari sebagian timnya yang tidak berhasil mendapatkan visa Inggris, koper pribadinya yang hilang, hingga model yang terus berubah di hari pergelaran.
"Kita baru dikasih tahu satu bulan sebelum show, jadi semua serba busy dan hectic. Belum lagi koper pribadi saya hilang, tapi untungnya baju-baju untuk fashion show aman ya, jadi saya nothing to complain," ungkap Michelle sembari tertawa.
Kendala paling utama bagi Michelle adalah model yang kerap berubah di hari pergelaran. Banyak model yang sedari awal sudah disiapkan untuk Bateeq, tiba-tiba berubah total saat show. "Yang agak buat hectic adalah karena ada lima desainer di satu acara. So in terms of model, kita harus bergantian. Banyak model yang salah-salah pakai baju, ketuker dengan desainer lain," kenangnya.
"Semuanya memang berubah total. Model sewaktu fitting, itu berubah. Dan pas hari H pun masih ada aja model yang berubah. Saking hectic-nya, beberapa model ada yang cancel show kita. It was chaotic, tapi untungnya berakhir lancar," tambah Michelle kepada kumparanSTYLE.
ADVERTISEMENT
Ini menjadi pengalaman baru yang tak terlupakan bagi Michelle. Ia bersyukur atas respons positif yang disambut baik oleh penonton dan tamu undangan. Bahkan, koleksinya mendapatkan review dari Forbes Inggris bertajuk 'Twelve New Womenswear Brands To Watch For 2019'.
Hal serupa pun dirasakan oleh brand PVRA. Hal-hal mendadak yang terjadi selama proses pembuatan hingga show memberikan pengalaman menengangkan bagi Kara dan Putri.
"Semua super last minute, super lembur. Ini lemburnya lebih parah dari persiapan kita untuk Jakarta Fashion Week. Tentunya London Fashion Week adalah pengalaman yang luar biasa karena ini pertama kali bagi kami untuk show di luar Indonesia," papar Putri.
Kara menambahkan bahwa perubahan model juga terjadi pada show-nya. Mengingat PVRA adalah brand sepatu, tentu ukuran kaki para model amat dibutuhkan bagi keduanya. Namun, hingga beberapa hari sebelum pergelaran berlangsung, keduanya masih belum mendapat informasi tentang ukuran sepatu para model yang akan berjalan untuk PVRA.
"Kami berasumsi aja bahwa bule itu kakinya pasti besar kan, so kami buat size di ukuran terbesar PVRA. Saat fitting, nggak semua model datang, bahkan ada yang berubah. Alhasil, kita udah nggak peduli lagi wajah atau tubuh si model, yang penting ukuran sepatu mereka muat apa nggak dengan sepatu kita," tutup Kara sembari tertawa.
ADVERTISEMENT