Pengalaman Khofifah Membangun Karier Politik dan Sebagai Ibu 4 Anak

13 November 2018 15:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gubernur Terpilih Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa dalam acara Indonesian Women's Forum 2018. (Foto: dok. Avissa Harness/ kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur Terpilih Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa dalam acara Indonesian Women's Forum 2018. (Foto: dok. Avissa Harness/ kumparan)
ADVERTISEMENT
Bagi sebagian perempuan, membagi waktu antara karier dan keluarga bukanlah hal yang mudah. Hal itu juga menjadi tantangan utama bagi Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Terpilih Jawa Timur periode 2019-2024. Aktif di politik sejak lama, ia juga harus membagi waktunya sebagai istri dan ibu dari empat orang anak.
ADVERTISEMENT
Namun ia membuktikan bahwa perempuan bisa menjadi pemimpin, tanpa melalaikan perannya sebagai istri dan seorang ibu.
Perempuan kelahiran Surabaya, 19 Mei, 53 tahun silam ini memulai kariernya di dunia politik sebagai pimpinan fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di DPR RI periode tahun 1992-1997.
Kemudian ia kembali terpilih pada Pemilihan Umum (Pemilu) 1997. Jabatan itu hanya bertahan selama dua tahun karena adanya perubahan sistem politik hingga struktur politik akibat adanya peralihan rezim.
Saat diadakan Pemilu pertama kali setelah reformasi di tahun 1999, Khofifah memutuskan untuk bergabung dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), partai bentukan Abdurrahman Wahid atau yang lebih akrab dikenal dengan Gus Dur. Dan Khofifah pun berhasil terpilih sebagai Wakil Ketua DPR RI di tahun yang sama pada pemerintahan Presiden B. J. Habibie.
Dr. Atnike N. Sugiro dan Khofifah Indar Parawansa, pada acara Opening Dinner Indonesian Women's Forum 2018, kemarin (7/11). (Foto: dok. Femina/ Indonesian Women's Forum 2018)
zoom-in-whitePerbesar
Dr. Atnike N. Sugiro dan Khofifah Indar Parawansa, pada acara Opening Dinner Indonesian Women's Forum 2018, kemarin (7/11). (Foto: dok. Femina/ Indonesian Women's Forum 2018)
Karier Khofifah begitu menanjak hingga akhirnya ia diangkat menjadi Menteri Pemberdayaan Perempuan oleh Presiden terpilih Abdurrahman Wahid (1999-2001) dan Menteri Sosial Kabinet Kerja di masa pimpinan Presiden Joko Widodo (2014-2018).
ADVERTISEMENT
Namun pada tanggal 17 Januari 2018, Khofifah memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Menteri Sosial untuk mengikuti Pemilu Gubernur Jawa Timur 2018 yang ia menangkan setelah sebelumnya gagal.
Memiliki karier politik yang cemerlang membuat Khofifah harus bersiap diri menerima konsekuensi untuk tidak memiliki banyak waktu bagi keluarga.
Dalam acara pembukaan Indonesian Women’s Forum 2018 Rabu (7/11) lalu di Raffles Hotel Jakarta, Khofifah Indar Parawansa berbagi mengenai berbagai cerita menarik dan anekdot seputar tantangan yang ia hadapi dalam menjalani peran sebagai seorang politisi dan seorang ibu bagi 4 orang anak.
Tidak Pulang 20 Hari
Cangkruk bareng Zulfikli Hasan dan Khofifah. (Foto: Antara/Prasetia Fauzani)
zoom-in-whitePerbesar
Cangkruk bareng Zulfikli Hasan dan Khofifah. (Foto: Antara/Prasetia Fauzani)
Pada tahun 1999, ketika Gus Dur mencalonkan diri sebagai presiden, ia menunjuk Khofifah sebagai ketua tim sukses. Dalam upayanya meraih suara masyarakat, Khofifah mengunjungi berbagai daerah selama 20 hari.
ADVERTISEMENT
Kegiatan tersebut mengharuskan Khofifah untuk jauh dari keluarga karena selama 20 hari itu ia tidak bisa pulang sampai semua targetnya terpenuhi. Hal itu membuat perempuan lulusan Universitas Airlangga ini rela menerima konsekuensi berat, yaitu mendapat protes dari anak-anaknya.
“Saat saya tidak pulang selama 20 hari dalam upaya pemenangan Gus Dur, anak saya yang saat itu masih kelas 5 SD menulis dengan spidol di kertas dan ditempel di dinding, ‘Ibu bubarkan saja partainya, ibu tidak pulang-pulang,’ cerita Khofifah yang disambut tawa para hadirin.
Kemudian anak saya yang nomor tiga juga sudah tidak mengenali ibunya. Paling sedih lah seorang ibu kalau anaknya sudah tidak mengenali wajah ibunya. Tapi itu harus saya terima sebagai konsekuensi proses pembelaan saya kepada PKB yang kala itu baru dibentuk oleh Gus Dur,” cerita Khofifah.
ADVERTISEMENT
Berbagi Peran dengan Suami
Untuk bisa menjalani peran sebagai perempuan karier sekaligus seorang ibu, Khofifah mengungkapkan bahwa ia mendapatkan dukungan penuh dari suaminya yang seorang staf PNS
“Jadi selama ini saya memiliki kesepakatan dengan suami. Untuk urusan pendidikan anak, kehidupan keagamaan, dan perilaku akhlak itu tugas istri. Tetapi untuk kesehatan, olahraga, beli buku, melakukan kegiatan kesenian, musik, itu semua tugas suami. Jadi yang lebih tahu tentang kesehatan anak itu ya ayahnya. Ia yang tahu kapan anak-anak harus imunisasi dan lain sebagainya,” tuturnya.
Jadi ketika masuk pada urusan sekolah, karena sekolah adalah tugas ibu, maka politisi senior ini berusaha semaksimal mungkin selalu ada untuk anak-anaknya dimanapun ia berada.
Membantu Mengerjakan Tugas dan PR dari Jauh
Khofifah Indar Parawansa memeragakan menjahit Bendera Merah Putih milik Fatmawati Soekarno. (Foto: Instagram @khofifah.ip)
zoom-in-whitePerbesar
Khofifah Indar Parawansa memeragakan menjahit Bendera Merah Putih milik Fatmawati Soekarno. (Foto: Instagram @khofifah.ip)
Walaupun sering jauh dari keluarga, Khofifah selalu memastikan perannya sebagai ibu untuk membantu anak dalam hal pendidikan harus terpenuhi. Ia memanfaatkan teknologi yang ada untuk melaksanakan itu.
ADVERTISEMENT
“Dulu sebelum ada kecanggihan teknologi seperti sekarang, saya selalu pesan kepada pihak hotel kalau nanti akan ada fax dari rumah karena anak saya akan mengirimkan PR mereka. Itu dilakukan agar saya bisa membantu menjawab. Meskipun saya berada jauh dari rumah, tapi saya akan melakukan segala cara agar anak-anak memperoleh segala hal yang mereka butuhkan.”
Tidak hanya pekerjaan rumah anak saja, tetapi Khofifah bahkan terjun langsung untuk membantu anaknya melengkapi tugas. “Pada waktu itu, anak saya sedang ada praktik biologi dan membutuhkan ikan mujair hidup sebagai bahan. Saya mencari ke pasar Kramat Jati itu tidak ada ikan mujair hidup. Akhirnya sampai berangkat sekolah belum dapat juga ikannya. Saya bilang kepada anak saya ‘Nak, ibu akan pastikan sebelum masuk ke lab, ikannya sudah ada.’ Akhirnya saya telepon teman saya rumahnya di daerah Kuningan, ternyata teman saya punya kolam ikan isinya ikan mujair. Saya minta lima, untuk jaga-jaga siapa tahu teman anak saya juga belum dapat,” cerita Khofifah dengan ceria.
ADVERTISEMENT
Mendapat Sindiran Pedas dari Anak
Khofifah dan anak-anaknya menggunakan hak pilih (Foto: Phaksy Sukowati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Khofifah dan anak-anaknya menggunakan hak pilih (Foto: Phaksy Sukowati/kumparan)
Meski Khofifah telah berusaha keras agar kebutuhan anak-anaknya terpenuhi, namun ternyata anak juga sangat membutuhkan kehadiran ibunya secara fisik. Maka tak jarang Khofifah mendapat sindiran pedas dari anaknya.
“Waktu itu, anak saya yang nomor dua kena penyakit demam berdarah, kemudian ia menyampaikan kepada pengasuhnya ‘Paling paling ibu tidak mau menemani aku di rumah sakit.’ Kalau ucapan tersebut sudah keluar dari anak saya, maka seluruh agenda saya batalkan dan empat hari saya hanya menemani anak saya di rumah sakit. Saya harus hadir di saat anak saya membutuhkan saya. Format-format seperti itu yang ditekankan oleh suami saya, bahwa semua anak saya harus mendapatkan ASI sesibuk apapun saya,” ungkap Khofifah.
ADVERTISEMENT
Pesan dari Suami
Pekerjaan rumah bagi perempuan karier khususnya yang bergerak di bidang politik adalah mereka harus tetap bisa menjaga keseimbangan antara keluarga dan pekerjaan.
“Suami saya bilang, anak-anak hanya membutuhkan ASI sampai mereka berusia 2 tahun. Setelah itu ketika kamu punya waktu, mereka yang tidak butuh kamu. Jadi suami saya mengingatkan agar tanggung jawab ibu dan tanggung jawab anak harus bisa berjalan beriringan,” tutur Khofifah.