ATSI Minta Biaya Alat Deteksi IMEI Tidak Dibebankan ke Operator Saja

24 September 2019 21:18 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ririek Adriansyah, Ketua Umum ATSI. Foto: Muhammad Fikrie/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ririek Adriansyah, Ketua Umum ATSI. Foto: Muhammad Fikrie/kumparan
ADVERTISEMENT
Rencana penerapan aturan kontrol IMEI di Indonesia saat ini statusnya masih tertunda. Awalnya, aturan tersebut bakal diberlakukan pada Agustus 2019, tapi ternyata molor.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ada satu pertanyaan besar terkait regulasi tersebut, yakni siapa yang akan menanggung biaya investasi pengadaan alat pendeteksi IMEI di Indonesia.
Asosiasi penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menyatakan bahwa pihaknya keberatan jika pengadaan alat pendeteksi IMEI yang disebut Equipment Identity Register (EIR) itu dibebankan hanya kepada operator seluler saja.
Ilustrasi IMEI (International Mobile Equipment Identity). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta, Selasa (24/9), posisi ATSI yang mereka sampaikan sedikit berbeda dengan masukan yang mereka berikan kepada Kominfo terkait regulasi IMEI. ATSI diketahui memberi masukan agar pengadaan alat tidak dibebankan seluruhnya kepada operator.
Menurut Ririek Adriansyah, Ketua Umum ATSI, keuntungan dari regulasi IMEI lebih dirasakan oleh pemerintah.
"Kalau dilihat dari presentasinya yang dirasakan oleh Kemenperin, itu memang ada benefit yang cukup signifikan dari ini," kata Ririek, dalam konferensi pers tersebut.
ADVERTISEMENT
"Di sisi yang lain, sebenarnya operator ini kan mestinya tidak dibebani dengan pengaturan, karena itulah kalau memang perlu investasi ini, investasi itu, maka kami berharap itu tidak dibebankan kepada operator, tapi dibebankan kepada pemerintah karena benefit-nya ada di pemerintah," imbuhnya.
ATSI melihat tidak ada keuntungan yang didapat operator seluler dari aturan IMEI ini. Oleh karena itulah ATSI meminta agar investasi pengadaan sistem EIR tidak hanya menjadi tanggung jawab operator saja.
'Bagi-bagi beban'
Wakil Ketua Umum ATSI, Merza Fachys, berpendapat biaya pengadaan sistem EIR mesti dibebankan kepada pihak yang mendapatkan keuntungan dari regulasi itu. Dia mengingatkan bahwa regulasi IMEI telah dicetuskan sejak 2010 lalu, namun mulai dipertimbangkan secara serius sejak laporan Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia (APSI) pada Juli 2019 mengenai kerugian negara sebanyak Rp 2,8 triliun dari praktik perdagangan ponsel black market (BM).
ADVERTISEMENT
"Dengan demikian, diharapkan kalau solusi ini betul akan membersihkan secara tuntas black market, maka pemerintah paling pertama kali diuntungkan," kata Merza, saat dijumpai di tempat yang sama.
Wakil Ketua Umum ATSI, Merza Fachys. Foto: Aditya Panji/kumparan
"Black market tadi yang tidak masuk ke Indonesia, tentu saja kalau konsumennya masih membutuhkan dan ada, itu akan menjadi opsi yang legal market. Maka, para pedagang di legal market pun akan mendapatkan market yang lebih besar. Inilah bagian yang akan diuntungkan. Siapa itu? Semua yang di pasar-pasar handphone," ucap Merza.
kumparan telah meminta tanggapan dari pihak Kominfo yang terkait dengan regulasi ini. Sayangnya, Kominfo enggan memberikan komentar.