Aturan Poligami dalam Islam Tidak Sederhana

12 September 2017 15:44 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Website AyoPoligami.com sebelum ditutup (Foto: AyoPoligami.com)
zoom-in-whitePerbesar
Website AyoPoligami.com sebelum ditutup (Foto: AyoPoligami.com)
ADVERTISEMENT
Isu poligami selalu memancing perdebatan. Ketika sebuah aplikasi bernama AyoPoligami.com muncul, gelombang perdebatan poligami pun kembali menyeruak: apakah lumrah seorang suami menduakan perempuannya dan difasilitasi oleh aplikasi?
ADVERTISEMENT
Poligami sendiri sebetulnya bukan sesuatu yang terlarang dalam hukum perkawinan di Indonesia. UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memberi laki-laki peluang untuk memiliki istri lebih dari satu.
Sebenarnya, UU Perkawinan memberi penekanan bahwa pasangan suami istri seyogyanya manunggal dan tidak mendua. “Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami,” tulis Pasal 3 Ayat (1).
Meski demikian, poligami tetap diperbolehkan --yang dijelaskan pada Pasal 3 Ayat 2, “Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.”
Syarat Poligami (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Syarat Poligami (Foto: Istimewa)
Proses seorang laki-laki untuk mendapat izin poligami menempuh jalan yang panjang. Seorang laki-laki mendapatkan izin pihak-pihak bersangkutan, yang daftar panjangnya melibatkan istri pertama dan izin pengadilan.
ADVERTISEMENT
Syarat untuk mendapat izin pengadilan pun tak singkat: 1) izin istri lama, 2) jaminan ia mampu menghidupi semua keluarganya, dan 3) adanya jaminan ia akan adil pada istri-istrinya.
Meski diperbolehkan UU, bukan berarti poligami menjadi gampang dilakukan. Dalam UU Perkawinan, menikah adalah sebuah ikrar suci antara laki-laki dan perempuan.
Tak hanya di UU, poligami dalam Islam sendiri tidak sekonyong-konyong menjadi praktik yang didorong. K.H. Muhammad Cholil Nafis, Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia, menyebut poligami sebagai emergency exit --yang artinya sebagai jawaban atas kebutuhan tertentu.
“Kebutuhan orang tertentu, (jika) sekiranya tidak poligami dia akan terjerumus pada yang haram,” ucap Cholil kepada kumparan, Senin (11/9).
Ketua Komisi Dakwah MUI, Cholil Nafis (Foto: Twitter @cholilnafis)
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Komisi Dakwah MUI, Cholil Nafis (Foto: Twitter @cholilnafis)
Cholil mengatakan perlu ada landasan kuat ketika seseorang ingin melakukan poligami. Syarat itu mutlak untuk menghindari orang yang poligami karena main-main.
ADVERTISEMENT
“Beberapa alasan yang memang dibutuhkan. Bisa karena kebutuhan yang tidak terpenuhi atau memang keluarganya tidak punya anak karena tidak subur,” kata Cholil.
Setelah alasan tersebut terpenuhi, poligami perlu melihat kemampuan diri. Cholil menuturkan, orang yang boleh poligami dapat dilihat dari kekuatan mereka secara ekonomi dan kemampuan mereka berperilaku adil.
“Bicara keadilan adalah mampu membagi waktu, membagi harta, dan membagi perhatian,” ujar Cholil.
Kehadiran aplikasi dalam perdebatan poligami sebenarnya bagaikan old wine in a new bottle. Ia merupakan persoalan lama, dan aplikasi AyoPoligami.com hanyalah medium baru yang sebenarnya tak berbeda jauh dengan kelompok makcomblang maupun biro jodoh poligami virtual.
Medium-medium semacam ini diperbolehkan sejauh tidak menjadi perantara perilaku yang haram. Ia tidak boleh mempersingkat atau meniadakan syarat-syarat wajib yang menjadi ketetapan agama dan hukum dalam mengatur poligami. Apalagi, apabila medium itu justru menjadi tempat orang-orang melakukan tindakan zina.
ADVERTISEMENT
“Kalau itu dalam batas-batas menjauhi yang haram barangkali diberi syarat. Memberi biodata, penghasilan, surat izin keluarga,” ucap Cholil.
Ilustrasi poligami (Foto: Deanda Dewindaru/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi poligami (Foto: Deanda Dewindaru/kumparan)
Poligami memang isu riskan yang seharusnya dikelola dengan baik. Data menunjukkan bahwa tak sedikit poligami yang justru menjadi alasan perceraian atau bahkan berujung kepada kekerasan domestik.
Menurut catatan Komnas Perempuan pada tahun 2015, poligami masuk tiga besar penyebab perceraian. Perceraian yang masuk ke pelaporan pada tahun 2015 di mana cerai gugat menempati posisi pertama (252.857), diikuti cerai talak pada posisi kedua (98.808), dan izin poligami pada posisi ketiga (7.476).
Cendekiawan Islam sendiri bahkan pernah menyoroti persinggungan antara poligami dan perceraian. Nasyaruddin Umar, mantan Wakil Menteri Agama 2011-2014 yang saat ini menjabat Imam Besar Masjid Istiqlal, pernah menaruh perhatian bagaimana poligami menjadi biang perceraian.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari laman Kementerian Agama yang terbit 23 Agustus 2007, Nasyaruddin menyoroti data perceraian akibat poligami pada masa itu. Pada 2005, angka itu naik menjadi 879 dan pada 2006 melonjak menjadi 983.
“Data-data ini menunjukkan, poligami justru melanggengkan dan menyebabkan perceraian. Poligami jadi penyebab utama bubarnya suatu perkawinan,” kata Nasyaruddin.
Seperti kata Ustaz Cholil, poligami perlu pertimbangan yang matang dan tidak mudah. Untuk apa seseorang melakukan poligami, jika itu ditujukan untuk kesenangan diri sendiri?