Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo ) melakukan pembatasan akses sejumlah fitur media sosial dan aplikasi pesan instan sejak Rabu, 22 Mei 2019, untuk mencegah viralnya konten negatif, mulai dari berita palsu atau hoaks hingga ujaran kebencian, yang dikaitkan dengan peristiwa kerusuhan aksi demonstrasi menolak hasil Pemilu 2019 yang terjadi di Jakarta pada hari itu.
ADVERTISEMENT
Ada beberapa aplikasi media sosial dan pesan yang terkena dampak, yaitu WhatsApp yang sulit mengirim dan menerima foto maupun video. Bahkan, ada pengguna yang sampai tidak bisa berkirim pesan teks sama sekali di WhatsApp. Aplikasi pesan Line juga terdampak, pengguna sulit berkirim foto dan video.
Sementara itu, pengguna Facebook, Instagram, hingga Twitter, mengeluhkan lambatnya performa aplikasi dalam menampilkan posting foto maupun video. Pengguna juga tidak bisa mengunggah sesuatu, baik foto dan video di platform tersebut.
Lalu, bagaimana caranya pemerintah bisa membatasi masyarakat Indonesia untuk mengakses aplikasi media sosial dan pesan instan?
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menjelaskan, pembatasan media sosial dilakukan bekerja sama dengan operator seluler yang dilakukan secara bertahap. Pihaknya tidak bisa melakukan take down konten satu per satu dari sebuah akun.
ADVERTISEMENT
Kominfo memanfaatkan mesin canggih AIS seharga Rp 211 miliar yang dioperasikan Sub Direktorat Pengendalian Konten Internet. Mesin ini dirancang untuk mendeteksi konten negatif, konten hoaks, memblokir aplikasi atau website. Kemampuan mesin ini ternyata juga bisa membatasi akses terhadap sebuah aplikasi atau website.
"Karena pengguna ponsel kita 200 juta lebih. Dan hampir semua menggunakan WhatsApp. Jika ada yang masih belum dibatasi, itu masih proses di operator telekomunikasi, kita koordinasinya juga baru saja," kata Rudiantara dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (22/5).
Di lain pihak, pakar keamanan siber dari Vaksincom, Alfons Tanujaya, menjelaskan lebih detail mengenai langkah Kominfo dan penyedia jasa internet (internet service provider/ISP) dalam membatasi akses media sosial. Alfons menduga pembatasan ini dilakukan pada sektor bandwidth internet yang disediakan untuk platform sosial tertentu.
ADVERTISEMENT
Misal, Kominfo dan operator membatasi penggunaan bandwidth di WhatsApp hanya untuk proses kirim atau terima konten kurang dari 1 MB. Alhasil, konten yang ukurannya di atas 1 MB, tidak bisa terkirim karena ada pembatasan bandwidth di bawah 1 MB. Kemudian, pembatasan ini bisa diset agar hanya berlaku di WhatsApp, Facebook, dan Instagram, sementara di platform LinkedIn dan Snapchat tidak berlaku.
"Mereka kan punya data pemakaian platform masing-masing media sosial. Jadi kaya pipa saja. Misalnya, WhatsApp sama Facebook punya pipa, masing-masing kapasitas pipanya akan dibatasi. Misalnya, pipa itu enggak boleh menjalankan kecepatan lebih dari 1 MB," ungkapnya saat dihubungi kumparan, Kamis (23/5).
Alfons menambahkan, dengan menekan kecepatan bandwidth, otomatis pengguna media sosial akan kesulitan untuk upload atau download foto dan juga video pada ukuran tertentu. Pesan teks juga bisa terdampak akibat membatasan bandwidth.
ADVERTISEMENT
"Pesan teks juga bisa terkena, kalau jumlah pemakaiannya banyak. Contoh, di grup WhatsApp banyak pesan teks yang masuk, lalu campur dengan foto dan video. Itu bisa melambatkan proses pengiriman,' terangnya.
Pembatasan media sosial sendiri hingga kini masih diberlakukan, belum diketahui kapan kebijakan ini akan berakhir. Menkopolhukam, Wiranto, belum memberi kepastian batas waktu pembatasan akses ke media sosial dan aplikasi pesan.
"Kami juga menyesalkan hal ini harus dilakukan. Tapi semata-mata bukan karena kita melakukan karena alasan kesewenang-wenangan bukan. Betul-betul ini upaya untuk kita mengamankan negeri ini. Negeri yang kita cintai," terang Wiranto.