Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Aksi demonstrasi yang menggugat hasil Pemilu 2019 di kantor Bawaslu pada Selasa (21/5) dan Rabu (22/5) lalu berakhir ricuh. Selama peristiwa tersebut, banyak hoaks beredar yang isinya provokasi untuk memanas-memanasi para peserta demo.
ADVERTISEMENT
Akibatnya, pemerintah memutuskan untuk membatasi sejumlah fitur media sosial mulai Rabu (22/5) hingga Sabtu (25/5). Langkah ini diambil pemerintah bertujuan menekan penyebaran berita hoaks yang bisa memperkeruh suasana pada saat itu.
Ada beberapa aplikasi media sosial dan pesan yang terkena dampaknya, yaitu WhatsApp dan Line yang sulit mengirim dan menerima foto maupun video. Bahkan, ada pengguna yang sampai tidak bisa berkirim pesan teks sama sekali.
Sementara itu, pengguna Facebook, Instagram, hingga Twitter mengeluhkan lambatnya performa aplikasi dalam menampilkan posting-an foto maupun video. Pengguna juga tidak bisa mengunggah sesuatu, baik foto maupun video di platform tersebut.
Selanjutnya, muncul pertanyaan yang bikin penasaran di kalangan masyarakat. Apakah kebijakan pembatasan media sosial efektif atau malah sebaliknya?
ADVERTISEMENT
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menegaskan kebijakan ini akan berjalan efektif dan membuat masyarakat rajin membaca serta bijak bermedsos. Sehingga masyarakat dapat memilah informasi dan tidak begitu saja percaya kabar yang beredar di media sosial .
“Tentu ini efektif menahan hoaks, mengapa? Karena, kalau kita menerima, katakanlah pesan ada tulisan teks, ada gambar, ada video, mana yang paling cepat menyentuh emosi kita? video, kan,” kata Rudiantara saat ditemui di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, Kamis (23/5).
Namun, pernyataan Rudiantara disanggah oleh analisis yang dilakukan oleh Drone Emprit, lembaga analisis media sosial yang melihat kebijakan pemerintah dalam membatasi media sosial. Lembaga itu menilai langkah tersebut belum efektif.
WhatsApp terkena dampaknya
Drone Emprit menganalisis banyak platform media sosial untuk melihat tren percakapan dua tokoh penting dalam Pemilu 2019, yakni Jokowi dan Prabowo. Tren percakapan itu akan menentukan efektifkah pembatasan media sosial oleh pemerintah.
ADVERTISEMENT
Tim kumparan menerima data analisis dari Drone Emprit yang menggunakan sumber dari beberapa media sosial, Twitter, Facebook, Instagram, YouTube, aplikasi pesan WhatsApp, dan pemberitaan media online.
Pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi menjelaskan pembatasan media sosial dinilai masih cukup rendah dampaknya. Dari sejumlah sumber data yang digunakan, hanya tren percakapan WhatsApp saja yang mengalami penurunan.
Jika tujuan pembatasan ini untuk mengurangi penyebaran informasi hoaks di media sosial seperti Twitter, Facebook, IG dan YouTube, sepertinya dampaknya tidak terlalu besar. Namun untuk WhatsApp cukup berhasil.
"Di WhatsApp, kita bisa lihat penurunan yang signifikan. Tetapi kalau melihat lagi di Twitter, Instagram, dan Facebook tidak terlalu berpengaruh. Tren percakapan masih sama dan masih ditemukan konten-konten hoaks dan lain-lainnya,” ungkap Fahmi, saat dihubungi kumparan, Senin (27/5).
ADVERTISEMENT
Dalam data analisis Drone Emprit, setelah pembatasan dimulai pada Rabu (22/5) terjadi penurunan percakapan di 229 WhatsApp grup yang dimonitor. Penurunan terjadi sebanyak 42 persen hingga 60 persen. Kemudian, setelah pembatasan dibuka pada 25 Mei lalu, tampak percakapan naik drastis.
Untuk WhatsApp, Drone Emprit menggunakan data percakapan dari grup WhatsApp publik yang secara acak dimasukkan, dan kebanyakan dari grup publik pendukung pasang capres nomor urut 01 dan 02. Grup WhatsApp publik ditemukan berkat “link invitation” yang tersedia di internet.