Jigai, Ritual Bunuh Diri Wanita Jepang agar Mati Terhormat

4 Mei 2018 9:22 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seppuku. (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Seppuku. (Foto: Shutterstock)
ADVERTISEMENT
Bagi masyarakat Jepang, kehormatan adalah hal yang terpenting dalam kehidupan, terutama bagi pemegang samurai. Meninggal karena bunuh diri dalam budaya Jepang dianggap lebih baik, dibandingkan meninggal di tangan musuh.
ADVERTISEMENT
Seppuku atau yang lebih sering dikenal dengan Harakiri adalah tradisi membelah perut dengan samurai yang dilakukan oleh masyarakat Jepang untuk menyelamatkan harga dirinya.
Jika kamu lebih sering melihat tradisi ini dilakukan oleh kaum pria, tahukah kamu bahwa tradisi ini juga dilakukan oleh kaum wanita? Ya, Jigai namanya. Seppuku yang dilakukan oleh kaum wanita disebut sebagai Jigai.
Ilustrasi perempuan Jepang. (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perempuan Jepang. (Foto: Shutterstock)
Kalau kaum pria membelah perutnya dengan samurai, maka wanita akan memotong urat merih yang berada di leher (jugular vein). Proses bunuh diri ini dilakukan dalam satu kali tebas dengan menggunakan pisau tanto atau kaiken (belati atau pedang kecil yang selalu dibawa oleh anggota samurai).
Karena Jigai bukanlah ritual bunuh diri biasa, maka sebelum melakukannya, wanita Jepang akan duduk bersimpuh. Hal ini dilakukan agar wanita tersebut dapat meninggal secara anggun dan terhormat. Sehingga ketika pasukan musuh mendatangi rumah wanita tersebut, mereka akan mendapatinya tak lagi bernyawa.
ADVERTISEMENT
Tak seperti Seppuku yang membutuhkan bantuan orang lain, Jigai dapat dilakukan sendiri oleh wanita. Karena prosesnya yang cepat, maka wajah dari wanita ini akan terlihat biasa saja tanpa rasa sakit, sehingga kehormatan dan keanggunan seorang wanita tetap terpancar.
Ilustrasi perempuan Jepang. (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perempuan Jepang. (Foto: Shutterstock)
Tradisi bunuh diri ini biasanya dilakukan oleh istri samurai yang telah melakukan Seppuku atau istri dari para ksatria yang kalah perang. Jigai dilakukan untuk menghindari tertangkap oleh musuh dan diperlakukan dengan tidak hormat. Tradisi ini diajarkan turun-temurun dari ibu kepada anak perempuannya, karena tindakan bunuh diri ini dianggap mencerminkan kehormatan dan harga diri sebagai wanita.
Pada abad ke-12 hingga ke-20, terjadi ritual Jigai massal di Jepang. Misalnya saja pada akhir Perang Boshin, keluarga Saigo melihat sendiri lebih dari 20 wanita memilih untuk melakukan Jigai ketimbang menyerah saat kalah perang.
ADVERTISEMENT