Lima Hari Perjalanan Bisu dan Penuh Syukur di Sri Lanka

4 Februari 2018 9:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mine saat di Kandy, Sri Lanka (Foto: Dok. Ratripuspita Noor Jasmina)
zoom-in-whitePerbesar
Mine saat di Kandy, Sri Lanka (Foto: Dok. Ratripuspita Noor Jasmina)
ADVERTISEMENT
Liburan tak melulu soal mendapatkan foto Instagramable. Tak melulu untuk diunggah ke story media sosial. Kadang kita perlu liburan yang menjauhi keramaian, kabur dari kebisingan, dan membuka perspektif baru.
ADVERTISEMENT
Itulah yang dicari Ratripuspita Noor Jasmina, seorang penerjemah bahasa isyarat asal Jakarta. Jika wisatawan Indonesia kebanyakan bertandang ke Singapura, Hong Kong, Malaysia, atau Thailand, ia memilih Sri Lanka sebagai destinasi liburannya. Perempuan yang akrab dipanggil Mine itu menelusuri Sri Lanka dalam lima hari.
Suasana pantai di Tangalle, Sri Lanka (Foto: Dok. Ratripuspita Noor Jasmina)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana pantai di Tangalle, Sri Lanka (Foto: Dok. Ratripuspita Noor Jasmina)
“Awalnya aku ingin ke India, tapi ayahku khawatir soal keamanan di sana. Jadi aku pilih yang budayanya mirip India tapi lebih sepi, yaitu Sri Lanka,” papar Mine saat ditemui kumparan pada Rabu (31/01).
Yang menarik dari perjalanan Mine adalah ia berlibur bersama seorang teman yang tuli sehingga memilih puasa berbicara selama di Sri Lanka. Mengapa harus begitu? Sebagai wujud toleransi, Mine ikut menggunakan bahasa isyarat untuk berkomunikasi dengan penduduk setempat.
Kereta menuju ke Kandy, Sri Lanka (Foto: Dok. Ratripuspita Noor Jasmina)
zoom-in-whitePerbesar
Kereta menuju ke Kandy, Sri Lanka (Foto: Dok. Ratripuspita Noor Jasmina)
“Aku enggak mau mendominasi selama perjalanan. Jadi aku ikut pakai bahasa isyarat terus. Kalau yang ditanyai enggak paham, kami tulis di kertas,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Selama di Sri Lanka, mereka banyak berpindah dari satu kota ke kota lain. Mulai dari Negombo tempat bandara internasional berada, Colombo sang ibu kota, Ella kawasan pegunungan, Kandy kota yang plural, dan Tangalle yang dihiasi pantai-pantai sepi.
Mine mengaku kesulitan saat menjelajah Sri Lanka tanpa suara. Bagaimana tidak, bahasa isyarat yang ia pahami jelas berbeda dengan bahasa isyarat setempat. Apalagi kemampuan bahasa Inggris secara tertulis penduduk sana lebih susah dipahami daripada versi lisannya.
Adam’s Peak di Ella, Sri Lanka (Foto: Dok. Ratripuspita Noor Jasmina)
zoom-in-whitePerbesar
Adam’s Peak di Ella, Sri Lanka (Foto: Dok. Ratripuspita Noor Jasmina)
“Tapi mereka baik banget, respect sama orang tuli dan sangat mau membantu. Kami bahkan sempat dapat diskon di hotel dan restauran,” tambah Mine.
Satu lagi yang Mine pelajari dari perjalanannya. Karena lebih banyak menggunakan kendaraan umum selama di Sri Lanka, ia jadi menyimpulkan bahwa sistem transportasi di Indonesia lebih teratur dan aman. Untuk hal ini Mine bersyukur tinggal di Indonesia.
Suasana di dalam bus Sri Lanka (Foto: Dok. Ratripuspita Noor Jasmina)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana di dalam bus Sri Lanka (Foto: Dok. Ratripuspita Noor Jasmina)
Naik bus misalnya, dikenai tarif 13-140 LKR (Rupee Sri Lanka) atau senilai Rp 12-13 ribu untuk jarak jauh. Menurut pengamatan Mine, seluruh bus yang dia lihat dan naiki di Sri Lanka bentuknya sama dan terlihat sama tuanya.
ADVERTISEMENT
“Bus di sana itu tua tapi kuat. Jalanannya naik turun saat ke Ella karena memang daerah pegunungan. Naik banget, 45 derajat mungkin. Beloknya curam banget. Busnya kuat buat naik terus. Tapi interiornya jangan diharapkan, mirip bus Kopaja,” kata dia.
Suasana senja di Kandi, Sri Lanka (Foto: Dok. Ratripuspita Noor Jasmina)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana senja di Kandi, Sri Lanka (Foto: Dok. Ratripuspita Noor Jasmina)
Kalau naik bus terlalu menantang, Mine menyarankan untuk naik kereta untuk menjelajahi Sri Lanka. Kereta ekonomi antarkota sangat memanjakan mata karena meyajikan pemandangan pegunungan yang indah. Dan yang jelas, jauh lebih aman!
“Memang sih budaya di Sri Lanka enggak se-otentik India, tapi warga di sana jauh lebih respect Jadi perlu dicoba lah liburan ke Sri Lanka,” saran Mine menutup pembicaraan.
Berminat mencontoh pengalaman Mine?