Memahami Disiplin Waktu ala Jepang Lewat Tachigui Soba
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Masyarakat Jepang selalu berusaha untuk tepat waktu. Bagi mereka, tidak disiplin itu adalah hal yang memalukan dan patut dihindari. Hal ini berdampak pada gaya hidup mereka yang membutuhkan segala sesuatu yang cepat, bahkan dalam soal makanan.
Masyarakat Jepang menginginkan makanan yang enak, segar, murah, dan disajikan dengan cepat.
Melihat hal ini berdirilah usaha warung makanan yang dikenal dengan nama Tachigui Soba. Tachigui sendiri artinya ‘makan sambil berdiri’.
Tachigui Soba adalah sebutan bagi warung makan penyedia mi soba (mi yang berasal dari tepung gandum).
Tachigui dianggap sebagai konsep rumah makan cepat saji tertua yang ada di dunia. Awalnya konsep ini merupakan konsep makan di jaman Edo pada tahun 1603-1868 yang berkembang di Tokyo.
ADVERTISEMENT
Uniknya, di warung ini tidak terdapat satupun tempat duduk bagi pengunjung. Makan di tempat ini tidak bisa lama-lama, karena ada banyak orang yang mengantri untuk makan.
Tachigui cocok untuk para pengunjung yang diburu waktu seperti pekerja, anak sekolah, ataupun traveler.
Di warung ini pemandangan pria dengan setelan jas yang sedang makan ketika jam istirahat bukanlah hal yang ganjil ditemui.
Warung makan ini akan mudah ditemui di sekitar stasiun kereta atau di dalam stasiun kereta bawah tanah.
Pembelian hidangan mie soba ini dilakukan secara otomatis menggunakan vending machine (mesin jual otomatis) seperti halnya membeli minuman.
Pengunjung akan memilih menu dalam bahasa Jepang yang tertera di mesin, lalu mendapatkan struk pembelian yang biasa disebut shokken.
ADVERTISEMENT
Shokken akan ditukarkan pada pemilik kios yang juga bertindak sebagai koki. Makanan akan tersaji kurang lebih dalam 2-3 menit.
Harga yang ditawarkan untuk semangkuk soba di Tachigui Soba lebih murah karena berkisar 200-300 yen, atau setara Rp 24.000 hingga Rp 36.000 jika dibandingkan dengan tempat makan lain yang berkisar 500 yen atau setara Rp 61.000.
Yang menarik lagi, ternyata mi soba memang lebih enak dimakan langsung ketika selesai dimasak.
Bila dibiarkan terlalu lama, mi ini akan menyerap kuahnya, mengembang dan rasanya menjadi tidak enak.
Menurut penuturan Fia (27), seorang karyawan swasta, saat ia berlibur di Jepang tahun lalu, ia tidak sengaja menemukan Tachigui Soba di kawasan stasiun Shibuya saat hendak mencari makan malam.
ADVERTISEMENT
“Saat itu aku dan dua orang temanku baru saja dari Akihabara, karena kita kemaleman dan lapar, akhirnya nyari makanan di sekitar stasiun kereta dan enggak sengaja ketemu Tachigui Soba,” ujarnya. Setelah melakukan pembelian di mesin jual otomatis, Fia menyerahkan struknya pada penjual.
Penjual itu menyiapkan mi soba pesanan Fia lengkap dengan Ebi Furai (tempura udang).
Untuk minumannya, Tachigui biasanya telah menyediakan minuman yang bisa diambil sendiri oleh pengunjung.
Setelah makan, pengunjung dapat langsung meninggalkan mangkuknya atau membersihkan mejanya terlebih dahulu sesuai dengan kebiasaan di warung masing-masing dan kembali melanjutkan aktivitas.
Tachigui Soba ini hampir ada di setiap kota di Jepang. Konsep makan seperti ini ternyata bukan cuma untuk mi soba, makanan lainnya seperti sushi, barbekyu, takoyaki, dan makanan Italia juga dapat ditemui dengan konsep Tachigui.
ADVERTISEMENT